Prolog

331 63 5
                                        

Hallo selamat datang di
"Laksana Langit"
terima kasih sudah mampir

-
-
-

awal yang baik harus di awali
dengan niat yang baik pula...

Giana Glessia~

___

Keindahan langit mulai memancarkan keindahannya di pagi hari, yang memberikan semangat pagi kepada setiap penghuni rumah masing-masing. Salah satunya adalah keluarga Pak Luwis.

Giana Glessia, remaja yang hampir lulus dari SMP-nya, kini beranjak dari kasur, jam dinding menunjukkan pukul 03.00 pagi.

"Awalin hari dengan semangat," ucap Ana, lalu berjalan keluar kamar dan mulai melakukan kegiatan paginya seperti biasanya mandi, sholat tahajud, tadarusan, dan saat menjelang subuh, Ana pun membangunkan seluruh anggota keluarganya.

Setelah selesai membangunkan, Ana melaksanakan sholat subuh bersama keluarganya yang dipimpin oleh Pak Luwis selaku kepala keluarga.

Ana berjalan ke arah dapur, "Ehh, anak Umii sudah bangun," ucap Bu Relisa Glessia. Ana membalas dengan senyuman, lalu membantu Bu Lisa.

"Umii... Abii... Ana berangkat, ya. Assalamualaikum," ucap Ana, bersalaman kepada Bu Lisa dan Pak Luwis setelah selesai mencuci piring habis makan.

"Wa'alaikum salam... tapi-" ucap Bu Lisa, berhenti melihat Ana yang sudah berangkat.

"Hmm... kalian biasain bangun pagi, dong, nak. Kasian-" ucap Bu Lisa kepada tiga laki-laki yang seumuran dengan Ana, yang lagi-lagi berhenti karena melihat tiga laki-laki sudah pergi berangkat.

Bel sekolah berbunyi saat Ana masih di jalan, dengan nafas tidak teratur, Ana berlari dengan cepat karena kehawatirannya sudah di depan mata, yaitu terlambat.

SMP Juara, nama sekolah yang tertera di depan sekolah yang kini gerbangnya tertutup rapat.

"Pak satpam, bukain dong, pliss. Ana kan telat cuma satu menit, masa gak boleh masuk, sih?" ucap Ana, yang harus merayu Pak Roni, penjaga gerbang.

"Maaf, nak. Bukan bapak yang tidak mau membuka gerbangnya, tapi yang bertugas bukan bapak," ucap Pak Roni.

Mata Ana pun membulat. "Sejak kapan yang bertugas bukan Pak satpam? Lagian, sini cuma ada Pak satpam doang, kok?" batin Ana.

"Yang benar, Pak. Bapak bohong, kan? Di sini cuma ada Bapak doang-" ucap Ana, lalu datang dua laki-laki yang berjas Osis.

Ana pun mengubah ekspresinya yang tadinya ekspresi merayu, kini berubah datar. Giandra Devantara dan di sebelahnya Rey Vaganta.

"Kenapa..." ucap salah satu dari laki-laki yang menyamperin Ana.

"Terlambat... tumben," ucap Andra sekali lagi dengan sudut bibir diangkat sedikit. Ana tetap setia diam karena memang dari awal Ana tidak suka dengan Andra karena sikapnya.

"Sekarang kamu hormat di lapangan sampai jam istirahat!" Ana berdecak kesal. Ana pun masuk melewati gerbang yang sudah terbuka, Ana pun berjalan menuju lapangan, dan di belakangnya ada Andra yang mengawasinya, sementara Rey tidak ada karena dia dipanggil kepsek.

Sesampai di tengah lapangan, Ana mulai berdiri tegak, mengangkat tangannya ke kepala di depan tiang bendera. Andra tetap di belakang Ana, mengawasi sampai bel istirahat.

Tiga jam pelajaran telah berlalu, Ana masih setia dengan hukumannya, begitu pun Andra.

Trinngg...

Tringgg...

Tringgg...

Bel istirahat pun berbunyi, Ana pun berniat pergi ke kelas. Namun, baru selangkah kaki Ana melangkah, kunang-kunang sudah melingkari pandangannya.

Brukk!

Ana terjatuh begitu saja, pandangannya mulai gelap.

Sebelum benar-benar gelap, Ana melihat ada orang yang menghampirinya, tapi belum tau siapa orangnya. Ana sudah tidak sadar.

Andra yang melihat Ana terjatuh pingsan, langsung menggendong Ana ke ruang UKS dengan panik. Sesampai di UKS, Andra membaringkan Ana ke atas kasur.

Dengan panik, Andra mengepal tangannya dengan kuat, trauma masa lalunya kembali terlintas.

Tak lama kemudian, petugas UKS pun datang. Andra mulai tenang. "Dia cuman kecapean, bentar lagi juga sadar," ucap salah satu petugas. "Sadar...jadi dia pingsan," ucap Andra dengan nada pelan. Petugas pun mengangguk.

Andra pun memutuskan untuk menunggu Ana sampai sadar. Rey yang habis dari kepsek pun menghampiri Andra yang berada di ruang UKS.

"Dra, ke kelas yuk, bel masuk bentar lagi berbunyi," ucap Rey yang sekian kalinya. Namun, Andra tetap menolak.

Tringgg...

Tringgg...

Tringgg...

Bel masuk berbunyi, dengan terpaksa Rey ke kelas duluan. Ana mulai tersadar. "Aku di mana?" ucap Ana yang melihat sekeliling dan melihat Andra sedang duduk di sebelah kasurnya.

"Hmm...kamu dah sadar," ucap Andra berbalik badan melihat Ana sudah sadar. Ana menjawab dengan anggukan pelan.

"Mau ke kelas...aku antar," ucap Andra. Ana pun menggelengkan kepala dan beranjak dari kasur. "Dah, aku antar aja," ucap Andra lagi menuntun Ana.

"Maaf, bukan-" ucap Ana. Andra yang mengerti maksud Ana pun menjaga jarak membiarkan Ana jalan sendiri. "Tapi aku antar ya..." ucap Andra dengan kekeh. Ana pun mengangguk kepala dengan pasrah.

Sesampai di kelas, Andra membuka pintu dan mempersilakan Ana masuk. "Assalamualaikum...maaf bu, kami telat. Tadi-" ucap Andra saat sampai di kelas. Bu Manis pun mempersilakan Ana duduk, sementara Andra di depan berdiri.

"Silakan, nak Andra," ucap Bu Manis. Andra pun tersenyum dan mengangguk. "Baik, saya Giandra Devantara. Saya ke kelas ini karena pindah kelas, dan maaf atas terlambat. Sekian, kurang lebih kalian juga tau," ucap Andra. Bu Manis pun menunjukkan tempat duduk Andra di belakang sebelah kiri Ana.

Semua siswa membulatkan mata, seakan tak percaya akan hal yang sedang terjadi. Sementara Ana yang sudah duduk menatap heran Viola Fania, teman sebangkunya dan juga sahabat satu-satunya. Sesaat lalu, fokus menatap ke depan, Ola tetap menatap depan lumayan lama setelah ditegur Bu Manis.

___

Terimakasih telah membaca
'Laksana Langit'
-
-
-
NEXT PART 🖤

Laksana Langit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang