Selamat membaca!
♥♥♥
Kedua kakinya yang telanjang masih memaku ke lantai. Danesh tak sempat mambanting pintu atau berlari menjauh disaat tubuh kakunya tiba-tiba masuk ke dalam rengkuhan erat sang ayah.
"Maafin Papa, dek," lirih suara ayahnya memang terdengar penuh penyesalan. Namun Danesh hanya diam, tak tahu bagaimana harus menanggapi.
Didera keterkejutan mendalam membuat tubuhnya mendadak tak berfungsi dengan benar. Pikirannya blank dan rungunya seakan menuli. Kedua netranya menatap kosong dibalik punggung kokoh sosok yang tak ingin ia temui itu.
"Maafin Papa ...," mohon ayahnya lagi.
Danesh masih belum merespon permohonan maaf ayahnya yang terucap berulang kali, sampai suara langkah kaki terdengar diikuti oleh kedatangan Mahesa. Seseorang yang Danesh cemaskan sedari tadi itu telah kembali.
"L-lepas!" Danesh mendorong tubuh sang ayah agar melepaskan rengkuhannya dengan agak kasar setelah kesadarannya kembali.
Dia mamandang Mahesa yang baru datang dengan perasaan sedikit lega, kakaknya itu baik-baik saja. Namun ketika Mahesa tiba-tiba bergerak menghampiri sang ayah dengan raut bahagia alih-alih menghampiri dirinya membuat Danesh merasa dadanya penuh sesak.
Setelah terlepas dari tubuh Danesh, pria setengah baya itu bergantian memeluk Mahesa. Melihat bagaimana Mahesa membalas pelukan itu tak kalah erat, lalu dengan tak segan keduanya terlibat perbincangan singkat. Danesh menyimpulkan bahwa ini bukanlah kali pertama mereka bertemu. Di waktu-waktu sebelumnya, tanpa sepengetahuannya, tanpa melibatkannya, mereka berdua pasti telah bertemu beberapa kali.
Atau bahkan selama ini Mahesa dan ayahnya tak pernah putus komunikasi?
"Papa, kok, nggak bilang kalau mau dateng?"
"Papa tadi nelpon kamu padahal, loh, Kak. Tapi malah nggak aktif."
"Ah, iya, itu, Ponsel Hesa abis baterai, Pa."
Sesantai dan seakrab itu mereka berbicara sampai menghiraukan sosok yang mulai terombang-ambing oleh isi pikirannya sendiri.
Mulai tak betah dengan pemandangan di depannya, Danesh menatap Mahesa dengan tatapan terluka lalu memilih pergi dari sana.
"Danesh! Kakak bisa jelasin! Danesh!"
Teriakan Mahesa tak Danesh gubris. Anak itu semakin cepat melangkahkan kaki menuju kamar.
"Udah kak, biar Danesh nenangin dirinya dulu. Salah Papa juga yang dateng tiba-tiba. Adekmu itu pasti kaget."
"Iya, Pa."
Sesampainya di kamar, Danesh mendudukkan diri di tepi kasur. Deru napasnya terdengar tak teratur. Danesh merasa dadanya dihimpit oleh dua buah batu raksasa. Teramat sesak sampai dia tak sadar menepuk-nepuk dadanya dengan kuat.
Mungkin ini berlebihan, tapi Danesh merasa sedikit terkhianati.
Dia pikir selama ini Mahesa mengerti dirinya yang tak mau lagi bersama Papa. Namun kejadian tadi sudah menjelaskan jika Mahesa tak pernah paham kemauannya. Dengan membiarkan laki-laki yang telah lama pergi tanpa kabar itu kembali masuk ke dalam kehidupan mereka. Danesh merasa Mahesa benar-benar jahat kali ini.
"Kenapa ...," isaknya diikuti oleh tetes demi tetes air mata yang jatuh membasahi pipi.
Kenapa Mahesa bisa terlihat baik-baik saja saat Papa datang? Bukankah selama ini Mahesa tahu bagaimana perlakuan buruk yang telah Danesh dapat dari Papa? Bukankah seharusnya kini Mahesa melindunginya? Karena mungkin saja Papanya itu tak berubah, masih sama seperti dulu, masih menganggap Danesh bodoh dan penyakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danesh Argani
Novela Juvenil[tidak dilanjutkan 🙏🏻] Danesh Argani tengah mengupayakan segala hal agar terlihat sempurna. Karena yang ia tahu, seseorang yang sempurna tak akan ditinggalkan oleh orang-orang di sekitarnya. Namun siapa sangka, di tengah-tengah kegigihannya, sese...