2. Ruang Untuk Pulang

1.9K 124 8
                                    

Elang tak pernah mengeluh dengan hidupnya sekarang, jauh sebelum ini, ia sudah melalui pahitnya kehidupan.

Dulu, Elang tidak mempunyai siapa-siapa, ia dibuang ke panti asuhan, hidup penuh tekanan, dikucilkan, dan bahkan menjadi samsak anak-anak di sana. Sampai ia lulus SMA, ia di keluarkan dari panti asuhan, hidup luntang-lantang di jalanan, mengais rongsokan demi sesuap nasi.

Tak ada tempatnya untuk pulang, tak ada tempat untuknya bersandar, hanya gubuk tua tempatnya berteduh. Dengan mengandalkan ijazah SMA, ia memberanikan diri melamar pekerjaan menjadi OB di perusahaan   besar yang mempertemukan dengan Ellen.

Semuanya terasa begitu cepat, pertemuan yang tak terduga, memberikannya keluarga yang sangat ia sayangi, Ellen istri tercinta dan Dion pelengkap hidup mereka, walaupun Elang hanyalah pengganti sosok yang telah berpulang. Namun, Elang tetap bersyukur, Tuhan memberikannya tempat untuk pulang.

Elang tak akan memaksa Ellen untuk mencintainya, karena ia tahu hati yang ia jaga tak akan mampu mengalahkan cinta Ellen kepada sang kekasih yang ditinggal mati. Melihat senyum Ellen dan Dion dari kejauhan, itu sudah cukup baginya.

Tugas Elang hanya satu, memastikan anak dan istrinya bahagia. Walaupun Ellen tidak melihatnya sebagai suami, dan Dion tak menganggapnya ayahnya, Elang akan menjaga mereka sepenuh hati meskipun nyawa taruhannya.

Elang turun dari mobil ketika sampai di tempat tujuan, banyak karyawan menunduk hormat, menyapanya ramah, dan ia balas dengan senyuman. Semenjak ia menikah dengan Ellen, status pekerjaannya sekarang beralih menjadi CEO yang merupakan perusahaan keluarga istrinya--Herlambang Group. Kini ia turut menjadi andil menjalankan perusahaan sesuai permintaan mertuanya.

Berbicara kedua mertuanya--Ardi Herlambang dan Yumita Ananda. Mereka begitu baik kepadanya, bahkan menganggapnya anak mereka sendiri terlepas ia hanyalah orang asing yang tiba-tiba menjadi suami Ellen. Sudah lama rasanya tidak bertemu mereka, karena sekarang mereka berada di luar negeri mengelola perusahaan di sana.

“Selamat pagi, Tuan,” sapa sekretari—Feri Ardiyansyah  sambil membuka pintu untuk Elang.

Elang tersenyum simpul. “Pagi.”
Elang masuk ke dalam ruangannya, meletakkan bekal makanan yang ia bawa, duduk memperhatikan banyak lembar dokumen yang akan ia periksa.

“Tuan baik-baik saja? Anda terlihat pucat,” ujar Feri khawatir.
Elang mengangguk singkat. “Saya baik-baik saja. Apa ada jadwal hari ini?” tanyanya, mengalihkan pembicaraan.

Feri membuka buku catatan kegiatan  Elang. “Jam satu  siang nanti, kita ada pertemuan dengan kolega perusahaan Mahendra Group, terkait kerja sama yang sebelumnya sudah dibahas. Hanya itu Tuan.”

Elang sedikit tidak semangat mendengar kegiatan hari ini. Tidak nyaman mengetahui siapa yang akan ia temui. Mahendra Grup adalah perusahaan terbesar bahkan di atas perusahaan yang ia pimpin sekarang—Herlambang Group.

Elang memang tidak mempunyai masalah pribadi dengan perusahaan itu, tetapi ia begitu malas bertemu dengan pemimpinnya yang merupakan orang tuanya Fero---mantan kekasihnya Ellen, dan secara biologis merupakan kakeknya Dion.

Ada sedikit getar berhadapan dengannya, karena acap kali mereka beradu pandang ada perasaan sakit disorotnya matanya.

Elang menghela napas, mau tak mau ia tak boleh lari dari kenyataan. “Feri, tolong carikan saya obat sakit kepala,” ucapnya sambil menekan pelipisnya.
Sedari tadi, tubuhnya terasa lemas, dan kepalanya nyut-nyutan. Mungkin efek terlampau stress beberapa belakangan.

Feri yang mendapat permintaan itu, bergerak cepat keluar, meninggalkan Elang yang masih bergelut dengan sakit kepalanya.

Tidak membutuhkan lama, Feri datang membawa obat yang Elang inginkan. Memberikannya segelas air untuk Elang teguk dengan pil di tangannya.

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang