Keluarga Herlambang dan Mahendra tetap sabar menunggu di luar ruang ICU, menunggu dokter yang masih di dalam sejak dua jam yang lalu.
Dinding kaca tembus pandang itu ditutupi tirai sejak Elang di pindahkan ke ruangan terkutuk itu setelah operasi selesai.
Perasaan mereka begitu cemas saat Dokter keluar dari ruang operasi dengan raut tegang dan hanya mengatakan, "kami akan melakukan serangkaian tes untuk memastikan apa yang kami takutkan tidak terjadi."
Belum lagi ketika brangkar yang didorong keluar begitu memilukan pemandangan mereka. Tubuh ringkih itu dipasangi berbagai alat-alat medis mengerikan, bahkan ketika banyak selang yang masuk ke dalam tubuh itu, Elang tampak damai.
Sementara di dalam ruang ICU, baik dokter maupun suster kembali melakukan serangkaian tes yang sebelumnya belum mendapatkan titik terang. Mereka memastikan tes sebelumnya salah, namun tetap menunjukkan hasil yang sama.
Mereka bahkan tak tega melihat banyaknya ruam dan lebam menghiasi tubuh bertelanjang itu, bahkan area pribadi Juan hanya ditutupi popok untuk menampung pendarahan yang masih terjadi.
Beruntung, pendarahan masih dapat diatasi walaupun tidak sepenuhnya berhasil, perlahan namun pasti, penyakit mematikan itu menambah penderitaan Elang.
"Tutup tubuh pasien, dan pastikan vitalnya tidak semakin menurun."
Suster melaksanakan perintah Dokter, menutup tubuh Elang dengan kain putih tipis dari lutut hingga pusar, menyisakan dada lebam yang ditempeli kabel berwarna-warni sebagai pemantau tanda vital.
Dokter melangkah keluar dengan langkah berat, ada rasa tidak tega melihat keluarga pasien yang setia menunggu di luar.
Mereka yang melihat dokter keluar, langsung menghampirinya dengan berbagai pertanyaan. Namun dokter masih diam dengan raut lelahnya.
"Untuk mengenai kondisi pasien, ada baiknya kita bicarakan di ruang saya saja, ada beberapa hal yang akan saya sampaikan. Setelah itu, kalian boleh mengunjungi pasien."
Dengan berat hati mereka mengikuti perkataan dokter, meninggalkan ruang ICU. Sesampainya mereka di ruangan Dokter, ada jeda panjang di antara mereka. Hanya helaan napas sang Dokter meneliti kertas di genggamannya, lalu memberikannya ke hadapan mereka untuk dibaca.
"Hemofilia? MBO? Apa maksudnya ini?" tanya Ellen dengan suara bergetar.
Anggota keluarga lain ikut membacanya dengan tatapan syok, bahkan harapan yang baru saja mereka pupuk tak mampu membangkitkan keyakinan mereka semuanya akan baik-baik saja.
"Sebelumnya pasien pernah di rawat di sini beberapa waktu yang lalu, dan kami menemukan ada yang tidak beres dengan tubuh Tuan Elang, dengan gejala pendarahan yang susah dihentikan dan beberapa titik di tubuhnya, setelah kami melakukan tes darah, pasien positif mengidap hemofilia dan masuk dalam tahap berat."
Semua anggota keluarga terkejut, terutama Ellen dan Dion yang tidak tahu apa-apa kondisi Elang sebelumnya.
"Luka sekecil apapun itu, baik itu benturan ataupun luka terbuka, akan sangat membahayakannya, apalagi setelah diperiksa lebih lanjut, tubuh Tuan Elang terlihat sering mengalami benturan, membuat banyaknya ruam sebelumnya."
Mereka tak dapat menutupi kesedihan, bahkan Dion mengepal kuat teringat sering berbuat kasar kepada ayahnya.
"Dan yang membuat saya tidak tega, melihat kondisi pasien sekarang. Akibat kecelakaan itu membuat pendarahan hebat hingga kami harus beberapa kali menyuntikkan pembeku darah dan serangakaian operasi. Pendarahan di dalam maupun di luar belum sepenuhnya kami dapat hentikan, jadi jangan terkejut jika nanti kalian masih melihat darah keluar dari lubang tubuh pasien, terutama pada bagian area pribadinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me
RomanceCinta tak pernah salah melabuhkan rasa, mengisi kekosongan yang tak pernah diinginkan, hingga hati yang dipaksa menerima, menggoreskan luka tak pernah iba. Hingga hari itu tiba, penyesalan menghancurkan egoisan semesta, membuka tabir ketulusan jiwa...