Kira memutuskan naik ke atap sekolah, karena hanya di sanalah tempat yang sepi. Kira berjalan perlahan, pandangannya terhalang karena genangan air mata di pelupuknya.
Kira menghapus air mata itu sebelum meluncur jatuh, dia berhenti saat sampai di tepi. Menunduk, melihat ke bawah, di mana seluruh murid bergerombol keluar dari kelas mereka karena sudah jam istirahat.
Seharusnya hari ini Kira menikmati waktu sekolah seperti biasa, bersama Tina dan Cessi mereka mengerjai Yula, lalu David akan datang bagai pahlawan dan mengusir mereka bertiga.
Hari-hari seperti itu Kira rindukan sekarang, tertawa bersama sahabat, membolos bersama dan melakukan tindakan jahil bersama. Namun semua sudah musnah, tidak ada lagi dua sahabatnya yang suka bergosip, suka mengkritik dan mengganggunya. Dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi, bahkan keluarga, mereka membuangnya.
Kira memejamkan mata, merentangkan kedua tangan, menikmati angin kencang di atas gedung sekolah. Sejenak dia merasa damai ketika otaknya mensimulasikan dirinya terjun ke bawah.
"Jangan!"
Tubuh Kira terlonjak karena kaget, dirinya hampir saja jatuh dari ketinggian 10 meter. Kira berbalik untuk menatap orang yang mengagetkan dirinya, melotot pada laki-laki berponi di depan.
"Siapa lu? Kenapa bisa sampai sini!?" Kira melihat seragam yang di kenakan laki-laki itu sama seperti seragamnya. Namun Kira tidak pernah melihat laki-laki yang.... seperti gadis?
"Kamu jangan bunuh diri. Apapun masalahnya jangan berpikir buat bunuh diri." Tidak menjawab pertanyaan Kira, laki-laki itu mendekat dengan mimik wajah cemas, berusaha meraih tubuh Kira yang masih berada di tepi.
"Siapa yang mau bunuh diri?! Konyol lu." Kira menghindar saat laki-laki itu mendekatinya, tapi gerakannya justru membuat laki-laki itu berteriak.
"Jangan! Nanti kamu bisa jatuh. Kamu lebih baik maju, deh. Aku takut kamu jatuh."
Menurut, Kira maju tiga langkah. Laki-laki cantik itu mengelus dada lega.
"Kenapa lu bisa sampai sini! Lu siapa?"
Melirik Kira, laki-laki itu akhirnya menjawab, "aku emang selalu ke sini kalo istirahat. Buat makan bekal. Kamu sendiri kenapa tiba-tiba ada di sini? aku ingetin, ya kamu jangan bunuh diri."
"Gue gak mau bunuh diri! Lu seenaknya nuduh!" Kesal, Kira berteriak membuat laki-laki itu memejamkan matanya erat.
"I-iya. Aku tau kok." Laki-laki itu berbalik, mencari tempat bersih yang selalu dia gunakan sebagai tempat ternyamannya.
Laki-laki itu duduk di atas terpal yang tak terpakai, lalu mengeluarkan kotak bekalnya dari dalam totebag abu-abu dengan gambar kucing kecil.
Melihat ada tempat untuk duduk, Kira tak ragu untuk ikut serta. Dia memilih tempat yang agak jauh dari si lelaki.
Melihat wajah si laki-laki dengan seksama. Mau bagaimanapun, Kira tak bisa mengenali laki-laki yang memiliki seragam sekolah sepertinya. "Apa lu anak baru? Baru kali ini gue liat lu?"
Sedang mengaduk nasi, bawang goreng dan tempe orek. Laki-laki itu menoleh. "Aku udah lama kok sekolah di sini, sejak mos, tapi emang aku sering ke sini sendirian makanya gak banyak yang kenal aku."
Kira mangut-mangut saja dengan penjelasannya. Kini mata Kira malah berganti menatap bekal yang di bawa si laki-laki, dia tergiur dengan aroma bawang goreng dan tampilan menggoda dari campuran nasi dan tempe orek.
Melihat mata Kira terus tertuju pada bekal makanannya, si laki-laki menawarkan, "kamu mau?"
Kira terkesiap, dia tidak sadar terus memperhatikan bekal si laki-laki. Dia berpaling, menatap arah lain dan menjawab, "gak, makasih."

KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis yang malang
Historia CortaDi cerita lain, antagonis-lah yang di beri penglihatan jika hidupnya akan berakhir tragis. Namun, berbeda dengan kisah Kira. Semua orang justru menjauhi bahkan membencinya hanya karena sebuah ramalan mimpi. Perasaan kesepian seketika hadir dalam di...