Kira melihat Aray lagi di atap sekolah, laki-laki itu seperti tidak pernah bosan duduk di tempat yang sama. Membayangkan laki-laki itu selalu datang ke tempat ini selama tiga tahun, Kira tidak bisa membayangkan perasaan bosan seperti apa yang laki-laki itu rasakan.
"Hari ini lu bawa bekal?"
Aray mengangguk dengan mulut penuh, dia menelan kemudian mengambil minuman karena merasa seret di bagian kerongkongan.
"Aku bawa banyak hari ini, kamu mau?"
Kira tidak menjawab, melainkan mendekat dan langsung merampas kotak makan milik Aray. Laki-laki itu sempat terperangah dengan kelakuan Kira, melihat gadis itu yang makan bekal miliknya secara rakus membuatnya menggeleng tak habis pikir.
"Aku heran kenapa David bisa jadi pacar kamu." Celetuk Aray yang sontak mendapat pelotoan Kira.
Aray menyengir saja saat sadar dirinya telah menyinggung gadis pemarah itu, dia merogoh sesuatu di totebag miliknya. Mengambil roti rasa strawberry dan memakannya.
Kira tidak mempedulikan Aray yang bekalnya dia makan sampai habis. Semenjak keluar dari rumah orang tuannya, dia jadi sering meninggalkan makan pagi dan sering kali kelaparan saat siang hari.
Kita bersendawa tanpa tahu malu di depan Aray yang sedang membersihkan layar ponselnya menggunakan tisu, laki-laki menatap Kira dengan pandangan aneh. Seperti baru saja menemukan hewan dengan bentuk tidak biasa.
"Apa kamu masih memperhatikan mereka?" Melihat pandangan Kira yang lurus pada bangunan perpustakaan, Aray menebak apa yang sedang gadis itu pandang.
Antara memperhatikan dua orang yang di kabarkan sedang dekat atau melamun seperti kebiasaannya.
"Lu itu banyak tanya, ya. Bisa gak mulutnya diem, gitu. Bawel banget jadi cowok."
"...."
Beberapa menit keheningan mendera antara keduanya, Aray yang sedang asik berselancar di internet dan Kira yang tak bosan memperhatikan dua sejoli yang semakin hari semakin mesra saja.
"Ray," panggil Kira, tapi Aray tidak menyahut.
"Ray." Aray tetap tidak bersuara, membuat Kira berdecak kesal dan menoleh ke arahnya.
Tak di sangka Aray sudah menatapnya sedari tadi, tapi mulutnya tertutup rapat dengan satu tangan yang seolah memperagakan resleting yang tertutup.
Sadar dengan maksud Aray, Kira menyuruh Aray untuk bersuara lagi.
"Kenapa?" Aray bertanya dengan nada terdengar jutek di telinga Kira.
"Lu....lu." Kira mengalihkan pandanganya ke arah lain, dia menggaruk kepalanya seperti orang linglung.
"Ya? Aku apa?"
"Tsk, nanti malam gue butuh bantuan lu."
"Bantuan apa?"
"Makannya dengerin dulu!" Aray manggut-manggut dengan enggan.
"Besok malam minggu, biasannya gue sama temen gue selalu keluar kalo malam minggu. Tapi, lu tau'kan sekarang kaya apa. Jadi, gue gak mau sendirian nanti malam."
Aray mengerutkan dahinya, agak tidak mengerti dengan maksud Kira. "Maksud kamu, kamu ngajak aku malam mingguan?"
"...." Kira tidak menjawab dia tetap memalingkan wajah ke arah lain.
Aray sendiri tidak habis pikir dengan Kira yang bicara berputar-putar hanya untuk mengajaknya pergi malam mingguan. Dia membereskan kotak bekalnya yang isinya sudah habis oleh kira, memasukkan ke dalam tas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis yang malang
ContoDi cerita lain, antagonis-lah yang di beri penglihatan jika hidupnya akan berakhir tragis. Namun, berbeda dengan kisah Kira. Semua orang justru menjauhi bahkan membencinya hanya karena sebuah ramalan mimpi. Perasaan kesepian seketika hadir dalam di...