06 Untuk keduanya

8 3 0
                                    

Meskipun Kira harus membayar separuh harga dari internet yang sudah salah kirim, gadis itu samasekali tidak keberatan dengan tambahan harga hanya untuk mendapatkan internet kembali.

Begitu ponselnya tersambung kembali dengan jaringan internet, wajahnya yang tadi seperti topeng khas jepang berubah ceria.

Dia masih di sana untuk melakukannya sesuatu dengan ponselnya, sampai Aray selesai membeli kuota internet, gadis itu masih terlihat berdiri di depan konter dengan kepala menunduk melihat ponselnya.

Sebenarnya, Aray tidak ingin berurusan dengan gadis itu, tapi entah karena dorongan apa. Dia justru menepuk menegurnya, membuatnya terkejut.

"Apaan sih!" Seketika, Aray menyesal karena tidak menuruti lata hatinya untuk segera pulang.

"Em, aku gak biasa liat kamu di sini. Kamu baru pindah, ya?"

"Bukan urusan lu."

Aray menggaruk belakang kepalanya, merasa seperti orang bodoh di depan gadis itu.

Tidak memiliki kepentingan untuk terus berada di sana, akhirnya Aray pergi dengan sepeda miliknya. Sepenuhnya meninggalkan Kira di sana.

***

Ketika ojol yang dia pesan tiba, Kira segera naik dan pergi ke rumah kontrakannya.

Membuka pintu yang tidak terkunci, Kira duduk di sofa ruang tamu. Dia menyingkirkan baju-baju yang belum sempat dia bereskan, bahkan ada tumpukan baju kotor di keranjang.

Meskipun rumah ini di lengkapi dengan segala alat kebersihan termasuk mesin cuci, tapi karena tidak tahu cara mengoperasikan mesin itu jadi Kira tidak mencuci bajunya selama tiga hari.

Biasannya, untuk urusan cuci-mencuci selalu di lakukan oleh sang pembantu rumah tangga ketika dirinya masih tinggal bersama mereka. Namun karena keadaan dirinya yang sudah berbeda sekarang, terpaksa Kira harus belajar mandiri mulai saat ini.

Dia menonton video tutorial mencuci baju dengan benar, dari mulai mengelompokkan baju sampai jenis deterjen yang di gunakan untuk bahan baju tertentu.

Setelah paham apa yang dia tonton, Kira langsung mempraktekkan apa yang dia pelajari. Memulai dari memisahkan baju putih dengan baju berwarna lalu menggilingnya secara terpisah.

Kira mengatur waktu untuk penghilang baju selama enam menit. Karena takut lupa, Kira sengaja memasang alarm di ponselnya lalu pergi ke ruang tamu untuk membereskan bajunya yang lain.


Di tempat yang berbeda, Dio, Rea serta Faya sedang menikmati makan malam mereka. Suasana masih sama seperti kemarin, hening tanpa obrolan yang mengalir antara mereka.

Dio sang kepala keluarga menghela nafas kasar hingga terdengar oleh kedua perempuan di sana. Dio sebenarnya tahu jika istri dan putri sulungnya marah padanya, mereka seperti melakukan tindakan protes dengan tidak mau bicara dengannya.

"Sejujurnya aku tidak terlalu peduli dengan aksi protes kalian, diami saja aku, baik saja aku, aku tidak peduli. Urus anak pembawa sial itu!"

Rea dan Faya melotot pada pria itu, kalimat akhir yang menyatakan Kira adalah pembawa sial sungguh menyinggung hati kedua perempuan itu.

Apa pria itu tidak bisa melihat jika yang dia sebut anak sialan adalah anaknya sendiri, anak yang dulu pernah dia kasihi. Di mana kasih sayang yang sudah bertahun-tahun itu lenyap. Di mana rasa sayang seorang ayah pada putrinya hilang. Secepat itukah dirinya berubah?

Rea menggeleng sedih dengan perubahan suaminya, dia seperti melihat orang lain di diri suaminya.

Begitupun dengan Faya, tak menyangka sang ayah bisa begitu cepatnya berubah. Padahal baru tiga hari Kira keluar dari rumah ini, tapi kenapa sang ayah bisa begitu teganya mengatakan putrinya sendiri anak pembawa sial.

Antagonis yang malangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang