Bab 13 : Wadah Ritual

34 4 0
                                    

Sesampainya di panti Via masuk dengan wajah yang sangat tidak senang. Melihat buah berada di meja makan ia ambil dan duduk sambil memakannya. Ibu yayasan terkejut dengan kedatangan Via dia berkata, "Via, kenapa?"

"Tidak apa-apa, Bu! hanya lelah saja."

"Gimana kamu sudah jadi masuk di studio radionya?"

"Sudah, Bu! Malah tadi sudah mulai kerja, oh ya, Bu! Tumben di meja ada buah? ibu baru beli?" tanyanya.

"Tidak, itu pemberian seseorang. Itu loh teman mu yang pernah ke sini, yang polisi itu." Ucapan Ibu Yayasan membuat Via tersedak.

"Kamu kenapa Via? Makan pelan-pelan saja!"

"Polisi yang pernah ke sini? Si Reza? Ngapain dia ke sini, Bu?"

"Tidak tau juga, yang jelas dia cari kamu tadi."

"Oh, pantas saja dia ketemu aku di jalan tadi. Ternyata setelah dari sini." Bergumam pelan.

Via langsung berdiri dan menghentikan makannya yang sebelum itu sangat lahap. Pergi ke kamar, merebahkan tubuh sambil mengingat teman yang baru dikenalnya.

"Kenapa ya? Tidak ada memori di hidupnya. Baru kali ini aku bersalaman sama orang tanpa aku tau memori mereka? Heran, Astaga! Kenapa aku tidak tanya namanya, hmm! Semoga aku bertemu sama dia lagi."

Mengotak-atik ponsel terlihat pesan yang begitu banyak. Pesan mereka hanya menanyakan sebuah cerita yang sering di postingnya. Keraguan bahkan ada yang berbicara bahwa Via hanya menyebarkan berita hoax. Namun ada sebagiannya lagi yang berterima kasih. Tentu hal itu tidak jauh-jauh dari kemampuan yang Via miliki. mengingat hal yang terburuk dalam hidupnya, seakan menggores luka yang masih basah.

***
"Pah, sini! Via enggak bisa kerjakan ini?" ucapnya.

"Iya, sayang sebentar. Papah lagi angkat air dulu," sahut Papah dari belakang rumah.

"Via... Kemari sayang!" Seorang wanita mendekati Via dan mengajaknya pergi.

"Bibi, kita mau kemana?" tanya Via yang masih kecil.

"Ikut saja, nanti bibi kasih permen." Menggandeng Via dengan lembut melewati hutan yang rindang.

Waktu semakin malam, mereka masih tetap berjalan melewati hutan tersebut. Hingga sampai di tempat tujuannya. Rumah kayu dengan atap daun jerami dan pohon besar yang mengelilingi rumah tersebut. Via di ajak masuk ke rumah kayu. Banyak orang-orang yang tertutup kan jubah hitam, tersenyum padanya. Via di arahkan untuk berbaring di ranjang kayu yang hanya beralaskan tikar. Wanita itu tiba-tiba berubah menjadi lebih tua setelah melewati tirai. Via bertanya, "Kenapa aku di bawa ke sini, kalian siapa?"

Via tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan itu. Dia hanya di minta berbaring sambil terus memandang ke langit rumah. Tangan Via di gores dengan sebilah pisau kecil. Darahnya di teteskan ke dalam wadah berisikan sesajen. Wanita tua itu mulai mengucapkan sebuah mantra. Mantra yang seakan bisa merasuki seseorang. Mantra yang di ucapkan wanita tua di ikuti oleh orang-orang berjubah hitam. Mereka seperti menyanyi di malam hari dengan lirih yang membuat pusing.

Via tidak mengerti apa yang di lakukan mereka. Tangan yang di gores tidak terasa sakit. Bahkan Via terlihat biasa saja. Mantra-mantra itu semakin keras dilantunkan. Via mulai merasa pusing, dia duduk di antara persembahkan yang tersedia. Mata Via berubah menjadi memutih, mulut nya menghitam dan tersenyum lebar.

"Kamu sudah memilih!" ucapnya bersuara besar.

"Iya, saya memilih anak ini untuk meneruskan semua ini."

"Dia, darah dagingmu?"

"Bukan, tapi anak ini sudah memiliki garis keturunan yang sangat kuat."

Makhluk itu tiba-tiba berdiri dan memutar badannya dan berkata kembali, "Kalian harus memberiku sebuah nyawa."

Permintaan itu di setuju oleh wanita tua yang sangat terobsesi dalam kecantikan dan kekuasaan. Setelah itu tubuhnya muncul sebuah tanda kematian yang tidak akan pernah hilang. Keistimewaan dari tubuh Via sendiri sudah sangat kuat. Ketika makhluk itu keluar dari tubuh Via, dia pingsan dan mereka melanjutkan ritual lagi. Memandikan Via dengan berbagai bunga dan darah. Bahkan banyak kepala-kepala hewan ada di kendi pemandian. Keceriaan Via pun tidak ada lagi di wajahnya, seperti bukan dirinya.

Orang tua Via memanggil namanya dengan berteriak. Kelontong di bunyikan oleh warga yang ikut mencari.

Tong... Tong... Tong ...

"Via... Via... Via...!"

Begitu teriakan yang di lakukan semua orang. Semua mengira bahwa Via di sembunyikan oleh makhluk halus. Karena Via selalu dan sering mendapatkan gangguan supranatural dari alam sekitar. Itu juga karena di perkampungannya sangat terkenal dengan ilmu hitam. Satu kampung sangat mengetahui bahwa Via bukan anak yang sembarangan. Dia bisa mengetahui segala hal hanya dengan melihat orang tersebut.

"Via... Via... Via...!" Berteriak tanpa henti memanggil namanya. Beberapa warga berpencar ke setiap titik di hutan. Namun, mereka tetap belum menemukan. Terus memanggil dan membunyikan kelontong yang mereka bawa.

GARIS LELUHUR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang