Bab 10 : Penyusupan

51 5 0
                                    

Saat sampai di depan rumah mereka,Via meletakan motor dan perlahan masuk ke rumah itu. Rumah begitu gelap dan pintu sedikit terbuka. Langkah kaki mulai terdengar menuju keluar rumah. Via langsung bersembunyi di balik mobil. Tiba-tiba Via mencium bau itu lagi. Pikirannya bertanya dengan dengan hebat. Mereka adalah orang-orang yang sama yang pernah dia lihat. Via berdiri dan nampak kan dirinya di hadapan orang tersebut. Berjalan tanpa rasa takut itu mungkin suatu kebodohan.

Teman orang tersebut keluar akibat kode panggilan yang mereka buat. mereka berbisik dan salah satunya mengatakan, "Itu wanita yang pernah aku beri tahu."

Mereka menyerang Via tetapi itu sangat mudah ia taklukan. Jago bela diri sangat bermanfaat ketika situasi sedang genting. Mereka semua tumbang dalam sekejap. Ia langsung berbalik arah dan masuk ke dalam rumah. Saat menemukan mereka berdua, Via langsung membuka ikatan tersebut. Merobek baju nya untuk menutupi luka yang ada di perut Reza. Tidak sampai di situ saja ketika Via membantu mereka berdua, dari arah belakangnya, ia di pukul dengan sebuah batang balok besar. Itu membuat Via tersungkur ke lantai.

"Jangan coba-coba kalian untuk pergi dari sini atau dia mati di hadapan kalian!" Salah satu pelaku menyodorkan pistol kearah Via dan mengancam mereka berdua.

"Biankatabpemas mantra bepsa sibonsa ribusanyawa." Via tiba-tiba mengucapkan sebuah kalimat yang membuat kelima pelaku ketakutan.

"Dia ucapkan itu, ayo pergi! ayo!"

"Apa sih kita itu sama dengan dia tidak boleh takut!"

"Tapi itu tingkat tinggi, lu sudah gila. Gue enggak mau ambil resiko gue pergi." Keempat pelaku pergi tergesa-gesa menghindari Via yang semakin aneh. Ia mengucapkan kalimat itu berulang kali. Di balas dengan sebuah kalimat juga oleh pelaku.

Tapi semua itu gagal dia lakukan. Via berhasil masuk ke dalam pikirannya dan mengacaukan isinya. Dia berteriak memohon ampun dan meninggal di tempat kejadian. Tiba-tiba Via terjatuh dan mempunyai luka di perutnya. Beberapa menit kemudian polisi datang dan mengevakuasi korban yang juga pelaku. Sedang Via di bawa ke rumah sakit terdekat.

"Dok, tolong kakak saya juga dia ada luka di perutnya," ucap Angga. Namun, saat pemeriksaan luka itu sudah tidak ada. Hanya bercak darah di baju nya. Mereka berdua saling menatap satu sama lainya. Berpikir dan memikirkan hal yang sama. Mereka langsung lari ke ruang operasi. Melihat keadaan Via yang masih di tangani oleh dokter. Mereka mondar-mandir dengan gelisah, takut terjadi sesuatu olehnya.

"Permisi, pak! Saat di tempat kejadian saya menemukan benda ini pak!" ucap Polisi bertugas dan menemukan sebuah patung yang aneh.

"Tolong benda ini jadikan barang bukti saja. Apa sudah kamu hubungi orang tua Via?"

"Sudah pak, Ibunya sedang menuju kemari."

"Baik, terima kasih."

Dokter pun keluar dengan memberi informasi, ia berkata, "Via sudah stabil. Mungkin ini mukjizat, dia banyak mengeluarkan darah tapi tubuhnya sangat stabil. Goresan pisau yang juga sangat dalam tidak mempengaruhi. Kalau manusia normal mungkin tidak akan bisa bertahan." Dokter pun pergi.

"Kak, apa dia sama kaya kamu?"

"Tidak, dia tidak sama seperti aku Angga. Dia lebih istimewa dari siapa pun."  Mereka pun masuk ke ruang operasi menyaksikan Via yang masih dalam pengaruh biusnya. Perencanaan bahwa akan di pindahkan ke kamar inap.

Ketika sudah di pindahkan, Ibu yayasan datang dengan kepanikan.
"Bagaimana keadaan Via?"

"Dia sudah baik-baik saja, tapi masih dalam pengaruh bius akibat operasi." Angga menjelaskan kepadanya.

"Astaga Via, kenapa kamu begini? Terima kasih Pak polisi, sudah mengantarkan anak saya ke rumah sakit."

"Seharusnya kami yang berterima kasih pada Via Bu, jika dia tidak datang mungkin kami yang akan terbaring di sini." Reza sungguh menyesal harus melibatkan orang lain.

"Iya, dia terlihat cuek di mata orang lain. Tetapi hatinya berkata lain." Pujian itu tertuju pada Via.

"Iya, dia baik! Walaupun terkadang suka aneh," ucap Angga sambil tersenyum.

"Dia begitu menderita dari kecil, Ibu juga bingung harus merubahnya bagaimana, terkadang saya pernah melihat dia menangis dengan sembunyi-sembunyi. Tapi tangisan itu tidak pernah di tunjukan kepada saya maupun adik-adiknya. Saya tidak pernah tau apa yang sebenarnya terjadi. Via selalu menolong adik-adiknya dan saya. Saya juga merasa bingung bagaimana dia lakukan hal itu."

Angga dan Reza saling pandang kembali. Pikiran mereka sama tentang Via. Beberapa menit kemudian Via sadar dari pengaruh bius. Ia sangat kaget berada di rumah sakit. Duduk sambil memandang tajam ke arah Reza dan Angga.

"Via, jangan marah sayang. Mereka sudah tolong kamu membawa kemari," ucap Ibu yayasan.

"I-iya betul Via. Kami menolong mu," sahut Angga terbata-bata.

"Heh, siapa yang menolong siapa?" balas Via yang ketus.

"Ssst, sudah-sudah, jangan bertengkar ini rumah sakit. Via tidak boleh seperti itu." Ibu yayasan menenangkan diri nya.

"Aku mau pulang," kata Via sambil turun tempat tidur.

"Jangan, jangan dulu!" kata Reza.

"Ada apa? Aku sudah sehat!" jawabnya.

"Aku mohon, tetap di rumah sakit sampai betul-betul pulih." Reza memohon.

"Sejak kapan seorang polisi memohon sama orang yang baru di kenal. Jangan terlalu dekat sama orang yang suka minum obat, paham!" Via pun beranjak pergi dan menggandeng Ibunya.

"Kak, maksudnya apa?" tanya Angga yang kebingungan.

"Bukan apa-apa?"

***
Mereka pun pulang ke rumah masing-masing. Angga yang penasaran dengan ucapan Via, menanyakan kembali kepada kakaknya.

"Sebenarnya ada apa sih kalian?"

"Bukannya aku sudah bilang tidak ada apa-apa."

"Ya, kalau tidak ada apa-apa kenapa Via bicara begitu?"

"Anak kecil tidak perlu tau," jawabnya.

"Hei kak aku sudah 22 tahun, apa itu masih di anggap anak kecil?" Angga sedikit kesal. Perdebatan mereka berlangsung begitu lama. Menyalahkan semua yang terjadi bahkan tidak memahami perasaan orang lain.

GARIS LELUHUR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang