Happy reading...,
"Zergan bajingan!" Aurora berteriak kesal, dirinya semakin dibuat kesal dengan tingkah pacarnya kemarin lalu moodnya juga rusak karena pms, pada akhirnya dia menangis sambil berjalan menuju kelasnya.
"Eh kok nangis?" Abyan bertanya pada dirinya sendiri, ia bingung melihat gadisnya pagi-pagi sudah menangis. Kulit Aurora yang memang putih menjadi merah mudah akibat menangis, terutama pada area hidungnya.
"Why Ra?" tanya Abyan.
"Nggak kok, gue nggakpapa," ujarnya tersenyum sembari menghapus air mata yang tersisa.
"Kalau sama gue, lo nggak bisa bohong," Abyan mendekat, badanya menunduk menyesuaikan tinggi badannya dengan tinggi Aurora.
"Ntar malam cerita, ya?" Tawar Abyan.
Aurora semakin mewek dibuatnya. "Iya, ntar malam aku kerumah." ujarnya tersenyum.
"Right!" Abyan berbalik menuju kelasnya tidak lupa dengan smirk yang menghiasi bibir tipisnya.
Entah apa yang dilakukannya sebentar malam.Sementara itu terjadi keributan besar dikelas Abyan, siapa lagi pelakunya kalau bukan bendahara dengan para siswa dikelasnya.
"Kavian!" Geram Devika, kepada remaja yang tengah menulis itu. Nama lengkapnya adalah Devika Anastasya.
Mendengar namanya disebut oleh bendahara, tentu saja kavian sadar dirinya belum membayar uang kas selama 3 minggu. "Iya ntar gue bayar kok," ujarnya.
"Entar..., entar. Entar mulu lo, orang tuanya holkay. Tapi anaknya nggak sanggup bayar uang kas, apa perlu gue datangi orang tua lu buat nyuruh mereka bayar kas lo?" Pidato dari Devika sanggup membuat telinga Kavian jengah. Namun, dia masih mendiaminya.
Melihat kelakuan Kavian yang tak menggubrisnya, Devika semakin kesal dibuatnya. "Woy Kavian, lo budeg ha? Lo mau gue umumin pake mikrofon biar satu sekolah tau kalau lo belum bayar kas? Bila perlu gue tempelin tuh ke papan informasi 'Anak dari pengusaha butik terkenal nunggak bayar uang kas 3 minggu' Mau lo ha?" Geram Devika, ekspresinya tak main-main, persis seperti ibu kos yang meminta uang bulanannya.
"Duh, mampus gue. Bisa digerek sama mama kalau tau namanya dibawa gara-gara gue," batin Kavian sambil melihat Devika.
"Apa lo lihat-lihat? Buruan bayar!" ujar Devika sembari memukul-mukul buku keramatnya, yap benar buku tersebut adalah buku kas.
"Iya-iya..., nih. Udah cukup 'kan?" tanya Kavian tak rela mengeluarkan uang merahnya berjumlah 3 lembar.
"Nah..., gini kan enak nggak perlu gue teriak-teriak kayak orang kesetanan," ujar sang bendahara tersenyum mengambil uang tersebut. Devika sadar, dirinya memang harus kesetanan apabila menagih uang kas, pasalnya teman kelasnya akan semakin menginjak-injak harga dirinya apabila dia lemah dan letoy.
"Pagi-pagi udah senam jantung aja," celetuk Rafasya sembari memakan rotinya.
"Makanya uang kas tuh dibayar jangan dianggurin, lihat tuh wajah Devika udah kerutan. Tapi...," sambung Rafasya menggantungkan ucapannya.
"Tapi apa? Kepala lo mau gue jedotin ke dinding?" Tawar Devika tersenyum manis.
"Enggak kok sayang. Tapi tetap cantik dimata gue," ujar Rafasya mengelak.
Ya, seorang Rafasya cintanya bertepuk sebelah tangan. Dia sudah mengungkapkan isi hatinya. Namun, ditolak oleh Devika, alasanya tak lain karena Devika masih terjebak dimasa lalunya, dia takut kalau dirinya menerima Rafasya, dia akan memandang Rafasya sebagai orang dimasa lalunya."A-apa lo bilang?" tanya Devika.
"Ciee..., salting," ejek Kavian. Namun, ejekannya tak bertahan lama, sebab Devika melihatnya dengan tatapan nyalang.
"Nggak asik lo Dev," celetuk Kavian menyudahi percakapannya dengan Devika.
••••••••••••••••
Waktu berjalan dengan cepat, kini Aurora tengah berada di kamar Abyan.
Tadi siang Abyan meminta tolong kepada Ibunya agar Aurora bisa berkunjung ke rumahnya, kalau dia yang ke rumah Aurora dirinya tidak akan bebas melakukan rencananya, bisa-bisa ditebas duluan oleh ayah Aurora.
"Oke, mama bakal lakuin. Tapi, dengan satu syarat," ujar ibunya.
"Apaan tuh?"
"Kamu nggak boleh sentuh Aurora sembarangan, apalagi dia cewek, kasian ayahnya yang udah ngerawat dia dari kecil tapi malah dirusak sama cowok yang bukan mahramnya." Nasihat ibunya kepada Abyan.
"Mama kira Abyan cowok mesum? Enggak mungkin lah aku sentuh-sentuh Aurora sembarangan." ujar Abyan mengelak, pasalnya dia belum melakukan apa-apa, tetapi sang ibu sudah duluan menuduhnya.
"Enggak tau aja, seberapa hebat gue nahan diri selama ini," batin Abyan, sebab kalau dirinya memang mesum mungkin Aurora sudah lama diterkamnya.
"Ya udah kalau gitu, ntar mama izinin," ujarnya tersenyum.
"Makasi, ma," ujarnya berlari menaiki anak tangga kamarnya.
"Dasar generasi z," celetuk sang ayah yang baru datang dari halaman belakang.
Please vote.