Happy reading....
6 tahun berlalu.
Terlihat seseorang yang baru saja membuka matanya remaja tersebut tak lain adalah Abyan Biantara pradipta. Pagi ini dia begitu bersemangat akan kedatangan murid baru yang selama ini dia cari-cari.
"Rora..., Aurora Ningrum Prameswari," Dengan menyebut namanya saja sudah membuat Abyan menggila.
"How are you my Aurora...? Gue nggak sabar buat ketemu sama lo," Senyumannya benar-benar khas sungguh mengerikan.
"Emm?" Aurora memiringkan kepalanya sedikit, dia tampak bingung dengan kedatangan pria di depannya. Bagaimana tidak, bayangkan saja jika kamu menjadi Aurora yang terlihat linglung di wilayah orang lain sedangkan dirimu hanyalah pendatang baru.
"Cantik banget gila," batin Abyan menjerit dengan mempertahankan ekspresi coolnya. Dirinya benar-benar akan menerkam gadis di depannya sungguh sangat cantik dengan ekpresi bingungnya.
Abyan mendekat dengan menyeka jarak keduanya dan mendekat sembari berbisik. "Hai Roranya Byan,"
Aurora kaget dengan perlakuan yang diberikan. Namun, ada satu fakta yang membuatnya bahagia, ternyata remaja tersebut adalah Abyan, teman masa kecilnya.
"Abyan?" Senyumnya merekah terlihat secerah mentari, Abyan dibuat salting sampai mampus olehnya.
"Shit! Bisa tantrum gue kalau gini terus," batinnya, Abyan menahan diri agar tidak gila di hadapan Aurora dan warga sekolah, kan malu kalau ketahuan bahwa dirinya sangat gila
akan keberadaan Aurora saat ini."Udah lama, ya? Dan lo masih pendek aja?" tanya Abyan mengalihkan topik.
"Nggakpapa, tapi masih cantik, kan?" tanyanya.
"Ya iya lah yang bilang lo jelek siapa? Biar gue bogem tuh orang," Abyan terkekeh.
Sedari tadi kedua murid mata Aurora
tidak pernah lepas dari pria di depannya proporsi badanya cukup ideal untuk ukuran anak SMA."Right, ini yang gue mau, pandangan lo hanya buat gue," batin Byan.
Sejak kecil Byan tidak pernah memiliki teman perempuan, Aurora lah yang menjadi teman pertama baginya. Sebagai anak tunggal yang apapun maunya selalu dituruti dan tidak pernah berbagi dengan siapapun, dia tidak rela jika barang yang telah dia miliki disentuh ataupun dimiliki oleh orang lain. Apalagi Byan sangat menyukai hal-hal yang cantik terutama gadis didepannya ini.
Dirinya semakin terobsesi terhadap
Aurora yang berada didekatnya. Namun, tak bisa dia genggam, sehingga apapun caranya dan bagaimanapun keadaannya Aurora harus menjadi miliknya.“Ya udah, gih sana masuk kelas, bell udah bunyi ngomong-ngomong kelas lo dimana?" tanya Abyan.
"Tuh," Tunjuk Aurora menggunakan dagunya.
Byan sangat senang karena kelas
Aurora berada disamping kelasnya dengan begini dia bisa memantaunya
setiap saat.Waktu berjalan dengan cepat dan tibalah waktu pulang sekolah. Tentu
Aurora dijemput oleh ayahnya karena diakan anak tunggal perempuan.Melihat pemandangan di depannya Byan bergerak menghampiri ayah dan anak tersebut.
"Halo om," sapanya dengan penampilan yang tentu saja baru dirapikan.
"Eh Byan udah besar ya?" Ayah Aurora tersenyum sambil menepuk-nepuk pundak Byan. Sementara yang ditepuk hanya tersenyum simpul.
Sedari kecil keduanya sudah dekat, bahkan Byan pernah tinggal di
rumah Aurora selama satu minggu karena orang tuanya dinas di luar kota. Dalam seminggu, dia semakin
menempel kepada Aurora, hal ini yang membuat Aurora risih dengan tingkah sinting Byan.Bagaiamana tidak risih,
kemanapun dia melangkah Byan selalu mengikuti jejaknya kecuali pada saat mandi dan tidur. Byan selalu merengek ketika kesakitan hanya untuk mendapatkan
perhatiannnya."Hati-hati nyetirnya, om." ujar Byan
melepas kepergian Rora.Kemudian dia segera mengecek
Jandphonenya apakah pelacak
lokasinya berfungsi? Dirinya semakin terkekeh mengetahui aksinya berjalan dengan mulus. Ya, Byan memasang pelacak di Handphone Aurora.Tiba-tiba pikirannya mengingat tingkahnya tadi pagi. "Mau gue pesanin nggak?" tanya Rora kepadanya. Byan hanya menganggukkan kepalanya, Aurora pergi tanpa mengambil handphonenya yang tergeletak di atas meja.
Dengan kesempatan yang telah tersedia Byan cepat-cepat memasang
pelacak sebelum Aurora kembali.Bunyi klakson dari pengendara lain
membuat lamunannya buyar. "Mine," ujarnya dan bergegas kembali ke rumahnya dengan perasaan puas.Setibanya di rumah dia disambut dengan ayahnya yang berada di teras rumah. "Udah pulang? Sini duduk dulu kita cerita-cerita,"
"Mama di mana?" tanya Byan.
"Lagi mandi," jawab ayahnya.
Keluarganya terbilang sangat harmonis diera broken home yang
terjadi sekarang. Salah satu kuncinya adalah adanya komunikasi yang
cukup.Pleasee vote man temaann