Make Her Mine [1. Tatapan Selo]

51 2 5
                                    

Hallo! Selamat datang di cerita Selo dan Jeana ya.
Aku berharap cerita ini bisa mendapatkan banyak dukungan dan cinta dari kalian 💗

Selamat membaca

🌻🌻🌻

Seorang laki-laki menata tumpukan kertas yang ia pegang lalu memasukkannya ke dalam map berwarna biru. Kertas-kertas itu berisi rancangan yang nantinya tentu saja ia gunakan untuk meminta pendapat dari orang-orang yang akan datang menemuinya. Ia meregangkan anggota tubuhnya, lalu menyisir rambutnya ke belakang.

Perawakannya memang tidak terlalu kekar, namun ia tinggi dan tegap. Kulit kuning langsatnya kadang berubah menjadi sedikit gelap, tentu saja itu tak melunturkan pesonanya. Pesonanya kuat karena ia juga baik dan cerdas.

Namanya Selo Adipati, mahasiswa fakultas teknik yang hari ini mengadakan pertemuan pertama untuk komunitas peduli kesehatan mental yang ia bangun. Minggu lalu, Selo mengunggah di salah satu sosial media miliknya agar orang-orang yang ada Yogyakarta tertarik dengan komunitas yang ia bangun saat ini.

Selo mengangguk dan tersenyum ramah saat beberapa orang berdatangan di taman itu. Ia juga melihat temannya, Dino, datang mendekat.

"Hai, Sel! Baru pada datang? Aku kira bakal telat kesini," ucap Dino yang kini meletakkan tasnya di dekat tas Selo.

"Nggak, kok. Udah selesai pacarannya?" tanya Selo yang disambut kekehan teman laki-lakinya itu.

"Udah, Sel. Amanda ada kelas."

Selo mengangguk paham. Lalu tatapannya beralih pada orang-orang di depannya. Tunggu, Selo seperti melihat seseorang yang tak asing.

Perempuan dengan rambut medium yang warnanya sedikit cokelat gelap, persis seperti perempuan yang sering ia pandang secara diam-diam sewaktu SMA dulu.

Deg!

Tatapan mereka bertemu, sebelum perempuan itu menunduk kembali membuka tasnya. Ternyata memang benar, dia si perempuan pujaannya, Jeana Maheswari.

"Sel!"

Selo terkejut dan gelagapan karena Dino menyentil lengannya. "Eh, iya, Din? Ada apa?"

"Yah, malah ngelamun. Itu kayaknya udah pada datang semua, dimulai aja, aku duduk di sini." Dino menunjuk tempat duduknya.

Selo jadi gelagapan saat tahu bahwa Jeana menjadi salah satu dari mereka yang hadir siang itu. Ah ini nanti rasanya bakal salting terus.

"Baik, saya mulai sekarang aja ya. Selamat siang semuanya." Selo berusaha mengedarkan pandangannya ke semua audiens, padahal sebenarnya matanya ingin terus tertuju pada perempuan yang ia tatap sebelumnya. "Perkenalkan saya Selo, selaku pendiri komunitas peduli kesehatan mental yang saya beri nama Heal Me Heal You."

Detik demi detik, tak terasa Selo sudah membawa mereka semua menuju sesi tukar pendapat. Selo menerima semua pendapat dan akan mendiskusikan mana yang akan menjadi pilihan bersama.

"Sekarang kita pikirin simbol atau logonya, mungkin ada yang punya pendapat? Bisa dijelaskan juga kok apa alasan kalian ngasih ide seperti itu," ujar Selo.

Beberapa menit kemudian Selo melihat Jeana mengangkat tangannya. Sekuat mungkin laki-laki itu menahan senyum saat menyadari bahwa Jeana tak ingin menatapnya.

"Ya, Jeana, ada pendapat yang mau disampaikan?"

Semua pasang mata langsung mengarah pada Jeana. Lalu Jeana berdeham pelan dan mulai menyampaikan pendapatnya.

"Saya ada pendapat yang mungkin bisa membantu. Gimana kalau simbol atau logonya kita pakai gambar bunga matahari?" Jeana menampilkan senyuman terbaiknya. "Saya pilih bunga matahari karena bunga matahari itu simbol kegembiraan. Bunga matahari melambangkan harapan dan optimisme atau pikiran positif, sama seperti tujuan komunitas ini dibentuk kan?"

Jeana mengatakan itu dengan penuh percaya diri, menarik perhatian dari yang lainnya, termasuk perhatian Selo. Jeana tak sadar bahwa Selo menatapnya begitu intens.

"Warna bunga matahari itu kuning, warna keceriaan, warna kebahagiaan, dan ketulusan. Menurut saya dasar-dasar itu sudah mempresentasikan seperti apa komunitas ini. Tentu harapan kita komunitas ini bisa menjadi bukti nyata dari arti bunga matahari."

Yang lain mengangguk paham dan tersenyum. "Saya setuju, apalagi bunga matahari itu salah satu bunga tercantik di dunia kan?" ujar Wira, seorang laki-laki yang duduk di pinggir Dino.

"Betul, itu cocok banget buat komunitas ini, saya setuju juga." Hani mengangkat jempolnya dan tersenyum.

"Saya juga setuju." Dino menoleh ke kanan. "Gimana, Sel?" tanyanya pada Selo.

Selo menetralkan ekspresinya setelah terpana melihat cara Jeana berbicara, begitu tenang namun mampu menghanyutkan isi pikirannya. "Saya setuju kok sama pendapat Jeana, pendapat yang bagus. Yang lainnya udah setuju semua?"

"Setuju."

"Setuju."

Mereka bersahutan menanggapi itu, maka sudah diputuskan bahwa pendapat Jeana untuk memakai simbol bunga matahari disetujui oleh anggota komunitas tersebut.

"Oke, jadi kita pakai simbol bunga matahari ya," ujar Selo sembari menatap Jeana yang saat itu juga menatap dirinya.

Jeana merasa sedikit aneh dengan tatapan Selo. Apa karena ini pertama kalinya ia dan Selo terlibat dalam suatu lingkup pertemanan?

Ia dan Selo memang pernah satu SMA, tapi mereka tak pernah terlibat kontak fisik atau percakapan langsung seperti ini. Selain karena beda kelas, Jeana tak pernah memiliki alasan untuk sedekat itu dengan Selo.

"Terima kasih, Jeana." Selo tersenyum manis untuk Jeana, membuat beberapa perempuan yang ada di sana menikmati indahnya senyuman Selo.

Dan Jeana merasakan sesuatu ketika menatap Selo.

🌻🌻🌻

Kata aku sih Jeana harus siap-siap ditatap Selo nih setelah ini 😍

Oiya btw aku emang pake panggilan aku-kamu karena memang di Jogja mengobrol dengan panggilan seperti itu ya, atau pake mbak-mas gitu
Di Indonesia nggak semua pakai gue-lo walaupun belum kenal
Jadi lebih kalem manggilnya hihi

Part 1 nya gimana nih? Lanjut part 2 ya
Jangan lupa difollow, vote, dan share ke temen" kalian

Terima kasih sudah mampir, semoga kedepannya nggak sekedar mampir ya, singgah dan setia sama kisah Selo-Jeana boleh bangettt 💗💗

Best regards,

Alysjour

Make Her Mine [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang