02. Suasana Yang Dirindukan

505 42 2
                                    

—Happy Reading—


Jevan melangkahkan kaki jenjangnya menuju dapur, satu persatu ia menuruni anak tangga. Matanya masih sangat berat, tapi tenggorokannya sangat kering hingga membutuhkan cairan. Rumah besar itu sangat sunyi, seperti tak ada penghuni sama sekali. Dengan malas ia menelusuri isi kulkas itu, mengambil botol berisi air lalu meneguknya.

Sesaat, matanya menjadi redup tatkala ia melamun menatap dapur, bayangan sang Bunda terus menerus memenuhi isi kepala. Ah, ternyata ia masih belum bisa berdamai.

Aku masih belum rela, Bun.

Helaan napas pelan keluar dari sang empu, dengan langkah gontai ia kembali menuju kamar. Saat sampai, dengan tidak santainya dia langsung menghempaskan diri ke kasur empuk lumayan besar itu.

Matanya melirik jam yang tertempel di dinding, 01.25 sial. Kenapa dia harus terbangun malam-malam seperti ini? Matanya terus memandang langit-langit kamar, pikirannya ke mana-mana, ia benci ini. Jevan memaksakan diri untuk terlelap kembali agar tidak terlambat untuk ke sekolah esok hari.

—🦋—

Mendengar langkah kaki yang tergesa-gesa membuat si empu menoleh, ia melihat Ayahnya yang menuruni tangga dengan cepat.

"Ayah, sara–"

"Gak usah, Ayah udah telat. Nanti sarapan di kantor aja," potong Bastara sambil berlari sekuat yang dia bisa.

Harel menatap sekilas lalu melanjutkan kegiatan menyiapkan sarapan di atas meja. Saat semua sudah siap, ia menduduki diri. Bukannya sarapan, ia malah melamun tanpa sebab. Harel menggeleng kepala pelan lalu menyuap nasi goreng yang ia buat tadi.

Jevan melihat Harel yang sedang sarapan sendiri dan ada satu nasi goreng lagi yang tersedia di sana, dengan perlahan ia berjalan lalu duduk di kursi yang ada di depan Harel.

Dia menatap ragu nasi goreng yang ada di depannya. "Buat ... gue?" Jevan menunjuk sarapan itu yang dibalas anggukan oleh Harel.

Canggung. Itu yang di rasakan oleh Jevan saat ini, ia mulai menyendok sarapan miliknya dengan diam. Saat Harel berdiri Jevan spontan mendongak, ia melihat kembaranya yang menaruh piring kotor di wastafel. Dengan cepat ia menghabiskan sarapannya.

Harel menggendong tas miliknya lalu menatap Jevan. "Jangan lupa, rumah dikunci," peringat Harel. Semenjak kematian mendiang Bunda, mereka selalu membawa kunci rumah sendiri saat tak ada satu pun orang di rumah. Biasanya, jika Bunda mereka ikut Ayah ke luar kota saja baru mereka bawa. Tapi sekarang, mereka selalu membawa kunci rumah itu ke mana-mana.

Jevan yang baru selesai sarapan hanya menatap Harel sekilas tanpa niat menjawab.

—🦋—

"PR? Gue lupa anjing!" pekik Jevan histeris. Kemarin ia ingin Bastara yang membantunya mengerjakan tugas, karena Bastara tidak bisa dan menyuruh Harel mengajari membuatnya malas berujung lupa.

Heksa menatap sahabatnya yang sedang panik. "Ya, kerjain bego! Mumpung belum masuk. Kita aja baru mau ngerjain." Jevan menarik bangkunya lalu ikut duduk di sebelah Heksa.

"Yaelah! Yosa lama banget bangsat datangnya," gerutu Yolan. Mereka benar-benar panik, harapan terakhir hanya lah menyontek milik Yosa.

Mandrakanta | Haruto Jeongwoo | Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang