Prologue

89 42 63
                                    

AAAAKKKHHH, DARI KEMARIN GAK SABAR PENGIN PUBLISH A&W ಠ∀ಠ

Menurutku ini agak beda, sih, dari karya-karya sebelumnya. Karena yang sekarang latar belakangnya cukup aesthetic, apalagi 90% nama tokoh di sini diambil dari "Bunga".

Kenapa cerita ini kubilang aesthetic? Karena menyangkut London dan Big Ben. Kalau dipikir-pikir lagi, jadi kebayang London Love Story.

BTW spesial in A&W, di setiap akhir dari bab akan ada masing-masing nama bunga dan gambarannya. Jadi scroll sampai bawah, ya.

BUT don't be tricked. Mungkin aja plot di sini gak sesuai sama yang terjadi, so, hati-hati, jangan baca pakai perasaan yang berlebihan. Aku hanya peduli pada kalian agar tak galau sampai guling-guling.

Enjoy you guys!

***

"Aster!"

Aster kecil menoleh. Ia melengkungkan sudut bibirnya saat melihat siapa yang memanggil. "I found an aster for Aster," urai bocah bermata biru dengan accent British-nya yang kental. Ia memberikan setangkai bunga aster berwarna ungu sambil berlutut.

"What are you talking about?" kekeh Aster, walau ia tidak sebodoh itu.

Seorang pria yang masih terbilang muda menghampiri mereka. "Aster, kamu di sini dulu sama Wister, ya, jangan ke mana-mana. Nanti Mama ke sini lagi, Papa ada urusan dulu."

"Iya, Papa."

Papa Aster, atau kita sebut saja Will. Will mengamati Wister yang masih setia berlutut dengan bunga aster di genggamannya. "What are you doing, Wister? Propose to her?"

Wister hanya menyengir dibuatnya. Tak ingin berlama, Will segera pergi karena ada urusan mendadak.

"Aster," panggil Wister. Aster pun menoleh. "I broke my knee."

Tak ingin kawannya kehilangan lutut, Aster mengambil bunga tersebut dengan senyum manisnya.

Brighton, Inggris. Tempat di mana mereka berada saat ini. Salah satu kota kecil yang memiliki pantai terindah. Ketika musim panas, biasanya insan-insan memilih kota ini untuk berlibur.

Namun, saat ini memasuki musim dingin. Gemerlap malam yang menyejukkan ini membuat Aster menutupi tubuhnya dengan mantel tebal berwarna pink pastel. Begitu juga dengan Wister, dengan mantel berwarna cokelat susu.

Entah mengapa mereka ada di sini. Di atas jembatan tepi pantai. Ya ... sebenarnya bisa saja sekarang Wister berada di atas kasur dengan selimut tebal dan secangkir cokelat panas. Karena yang berurusan ke tempat ini hanyalah orang tua Aster.

Alasannya simpel. Ke mana Aster pergi, Wister juga mengikuti. Begitu pun sebaliknya. Orang tua Aster adalah sosok yang begitu sibuk, namun mereka tak pernah gagal menjadi orang tua bagi Aster.

Sementara Wister, hidupnya juga baik-baik saja. Yang bermasalah hanya ekonomi keluarganya. Baik. Wister tahu bahwa kehidupan di Brighton tidaklah murah. Tapi apa boleh buat? Mamanya tidak ingin menjual rumah peninggalan papa yang penuh kenangan. Iris, mama Wister selalu bekerja tanpa letih di toko bunga untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Semenjak kepergian suami, Irish yang mengambil peran untuk menafkahi.

Wister cukup pendiam dan terus menunduk karena jarang ada anak yang mengajaknya berbincang di sekolah, bahkan tak jarang ia dirundung hanya karena sang mama penjual bunga.

Aster & WisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang