REGAZ [6] UKS.

2.1K 75 24
                                    

Keadaan kelas saat ini sangat sunyi. Hanya terdengar penjelasan dari guru Bahasa Indonesia yang seperti tengah mendongeng, membuat hampir seluruh siswa di kelas tersebut tertidur.

Namun, tidak termasuk Cathlya. Gadis itu tetap menegakkan kepalanya mendengarkan penjelasan guru tersebut, walupun kini pikirannya entah dimana karena sedang menahan sakit yang sangat di area perut.

"Mari buka buku halaman 145 untuk melihat contoh dari teks artikel." Ujar wanita paruh baya tersebut. Sebut saja bu Sil.

Buk Sil kemudian duduk untuk minum, membasahi kerongkongannya yang telah kering karena berbicara tanpa henti selama dua jam pelajaran.

Kringg! Kringg!

Waktu pergantian mata pelajaran tiba, satu persatu siswa di kelas mulai bangun dari tidurnya.

Sementara bu Sil mulai mengemasi barang-barangnya. "Baik anak-anak semua, sampai disini dulu pelajaran kita. Terimakasih bagi yang telah memperhatikan, semoga ilmunya berguna untuk kalian semua." Ujar guru tersebut memasang wajah ramah.

Walaupun tak pernah di dengar, bu Sil selalu bersikap baik pada murid-muridnya dan tak pernah sekalipun marah. Mungkin, karena itu lah murid-murid malah kurang menghargai guru bahasa indonesia tersebut.

•••

Gadis itu memilin tangannya, berjalan lambat ke tengah lapangan. Menatap takut pria berperut buncit tersebut, yang notabenya adalah guru olahraga.

"Hei! Dari mana aja kamu?" ujar Pak Iswandi seraya melambaikan tangan, memberi isyarat Cathlya untuk mendekat.

Cathlya berlari kecil, kemudian berdiri di hadapan gurunya tersebut.

Guru tersebut melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Hampir tiga puluh menit terlambat."

"Kemana aja?!"

"M-aaf pak."

Guru tersebut berkacak pinggang, menggelengkan kepala melihat muridnya tersebut. Alih-alih menjawab pertanyaannya, Cathlya malah meminta maaf dengan suara lirih.

"Yasudah, kamu pemanasan dulu ya, Abis itu lari keliling lapangan tiga kali putaran." Ujar pak Iswandi sembari mengelus perut buncitnya.

Cathlya mengangguk pelan, "makasih pak."

Kemudian ia langsung mengerjakan apa yang diperintahkan oleh pak Iswandi. Dengan cekatan Cathlya melakukan peregangan pada tubuhnya. Setelah hampir lima belas menit melakukannya, gadis itu mulai berlari pelan mengelilingi lapangan.

•••

Sepasang mata terus menatap intens seorang gadis yang tengah berlari di tepi lapangan sendirian, sedangkan teman sekelasnya telah menyebar bermain olahraga bebas.

Regaz mengeluarkan ponselnya dari saku celana olahraganya, hendak memotret gadis itu.

"WOII!" seorang pria memukul pundak Regaz membuat ponsel yang berada di genggaman pemua itu hampir terlepas.

"ANJING!" Regaz bergerak mengambil ancang-ancang ingin meninju pemuda berambut mullet tersebut.

"Wess, santai-santai. Emang napa sik emosi aja!" ujar Faroz menenangkan Regaz. Kemudian ikut duduk disamping pemuda tersebut.

Regaz menghembuskan nafas kasar, mencoba meredam kekesalannya.

Regaz menepuk kepala Faroz dengan sekuat tenaga untuk melampiaskan kekesalannya.

"Eitss gak kenaaa!" ujar Faroz dengan memasang ekspresi aneh, serta kedua tangannya diletakkan di telinga.

Regaz hanya menatap tajam temannya tersebut, kemudian kembali menghadap lurus ke lapangan. Regaz tau, jika tak ada yang bisa ia lakukan jika sudah berhadapan dengan kejahilan seorang Faroz.

REGAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang