Pojokan

1 0 0
                                    


Dulu, saat masih kecil kalo menangis, selain di kolong ranjang tidur saya pasti ke pojokan dinding. Menyandarkan punggung saya sekuat-kuatnya lantas merangseknya ke bawah sampai tertunduk. Kemudian menangis tertahan tanpa suara. Sayangnya saya sudah lupa apa saja penyebab saya bersedih waktu itu. Tapi saya akan bertahan di sudut segitiga sampai mama saya datang membujuk. Kalo tidak, saya pastinya tidak akan kemana-mana. Menikmati kesendihan hingga tertidur dengan pulas. Sekarang, ketika tumbuh besar dan kemudian merefleksi diri. Saya pikir-pikir kenapa di pojokan bisa begitu nyaman sebagai tempat berdih? Bisa jadi karena bentuknya yang mirip dengan pelukan. Dua sisi yang menyatu membentuk lekukan yang pas untuk meletakkan tubuh. Boleh jadi saat itu, setiap kali bersedih, saya memang sedang ingin dipeluk.

Kalian tahu, pelukan, akan membuat kita menyembunyikan diri. Melindungi kita dari dunia luar yang terasa kejam, dan tentunya ketika merasa masih sedih, ada yang mengasihani. Oh iya.... Beberapa dari kita mungkin tak ingin disematka dengan kata-kata "Dikasihani atau mengasihani". Karena merasa tak ingin nampak rapuh. Tapi..... bukankah mengasihani dan dikasihani adalah salah satu fitrah kita sebagai manusia yang kasih. Kenapa ujung-ujungnya malah kasih mengasihi, bangsat!!

Narasi Secangkir KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang