02.

825 64 2
                                    

Hujan masih belum menunjukkan tanda-tanda reda setelah mengguyur sejak jam lima pagi tadi. Langit di atas sana masih mendung. Beberapa mobil tampak menembus hujan deras. Pengendara motor dengan mantel hujan juga tak jauh berbeda. Sachio memperhatikan keadaan jalan yang tetap ramai meski hujan itu. Anak sekolah dan orang yang bekerja mendominasi jalanan di hari Kamis yang sibuk ini.

Ayah di kursi kemudi tampak fokus dengan setir, menatap jalanan di depannya. Lelaki itu tidak mengomel, justru tampak sangat menikmati lagu yang terputar di audio mobil sekarang. Lagu jadul yang sangat Sachio kenali itu masuk dengan sopan ke gendang telinganya. Untuk sesaat ia tenggelam pada melodi lagu The Cranberries itu, nada indahnya melebur dengan baik bersama pemandangan hujan di luar sana. Ayah suka sekali lagu ini. Katanya mengingatkan pada kakek yang juga suka memutar lagu itu saat Ayah masih kecil.

Omong-omong mengenai kakek, ayah dari ayahnya itu sudah lama tiada. Sejak Ayah kelas dua SMA. Orang-orang selalu bilang jika muka Sachio mirip sekali dengan kakeknya, Jeffrian Adhitama. Awalnya ia tidak percaya. Kemudian, saat ia membuka album foto keluarga Adhitama, ia tidak lagi mengelak jika ayah serta om tante bilang begitu sebab mereka berdua memang memiliki banyak kemiripan. Terlebih di usia muda kakeknya. Hal itu juga yang sering kali membuat Ayah menatapnya lama. Sachio tahu Bapak Ananda itu pasti merindukan ayahnya.

"Nanti langsung masuk kelas, Kak. Jangan bolos pelajaran lagi kayak kemarin. Pasti guru-guru paham kenapa kamu telat," kata Ayah kemudian.

Sachio meringis. Itu kejadian seminggu yang lalu. Ia terlambat sekolah sehingga memutuskan untuk pergi ke basecamp-nya di kebun sekolah pada jam pelajaran pertama. Ayah mengiriminya pesan kala itu, yang dengan bodohnya langsung ia jawab padahal waktu menunjukkan pukul delapan di mana seharusnya ia sudah masuk kelas. Setelah itu, Ayah segera menyuruhnya masuk kelas, tidak lupa mengajak video call untuk memastikan ia sungguhan masuk kelas sembari mengomel panjang lebar.

"Terlambat tuh nggak masalah. Setidaknya kamu masuk kelas dulu dan guru tahu usaha kamu buat belajar walaupun terlambat. Coba kalau kamu bolos, nanti guru mandang sebelah mata setiap apa yang kamu lakuin. Ayah mah nggak peduli sama pandangan orang-orang. Tapi nanti nilai-nilai kamu itu ngaruh kalau guru udah mandang sebelah mata. Emang mau udah belajar capek-capek tapi nilai rapornya dikasih jelek karena kamu bolos terus?"

Sachio menjawab seadanya. "Nggak mau lah."

Ayah memutar stir kemudi ke kanan, belok ke arah sekolahnya. "Yaudah makanya jangan bolos lagi. Lagian apa enaknya sih duduk-duduk di kebon kaya gitu? Mending di kelas kalau ngantuk tetep bisa tidur. Kalau di kebon ngapain? Yang ada digigitin nyamuk kamu bentol-bentol."

"Kebun, Ayah, bukan kebon. Kebun sekolah tuh isinya banyak bunga hias sama tanaman bermanfaat enggak kayak kebon yang isinya rumput liar. Nggak ada nyamuk sama sekali di sana," ujarnya menjelaskan definisi kebun yang ada di sekolahnya.

"Sama aja menurut Ayah. Pasti jadi sarang jentik-jentik. Lagian ini kan bahas kamu yang bolos kenapa jadi nyasar ke kebon sih. Ayah nggak peduli mau kebun atau kebon, tetep aja jangan bolos lagi. Nanti jadi kebiasaan kamu apa-apa bolos. Ayah nggak suka, ya, Kak Cio."

Sachio mengehela napas. "Iya, nggak bolos lagi, Yah.... Janji."

Sepertinya pemikiran Ayah yang tidak akan mengomel karena sedang dalam mood baik itu salah. Kabar baik perihal penerbit Ayah yang sukses besar setelah mencetak satu buku fenomenal yang juga dieditori juga oleh ayahnya hanya bertahan tadi pagi saat ia telat bangun saja. Sekarang Ayah kembali ke keadaan semula.

Jika ditanya apa pekerjaan ayahnya, Sachio juga tidak mengerti. Ayahnya itu penulis, tetapi lebih sering menjadi editor buku, tetapi ayahnya itu juga bisa disebut enterpreneur. Lelaki itu punya perusahaan penerbitan dan percetakan yang sudah berdiri selama 8 tahun. Berbeda dengan kebanyakan keluarga lain. Ayah lebih sering di rumah karena pekerjaannya memang banyak dilakukan dengan mode WFH—work for home, sedangkan Ibun yang merupakan dokter bedah umum banyak menghabiskan waktu di rumah sakit.

Sachio dan Rumah Oma [NCT Wish ft. NCT Dream]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang