11.

386 47 12
                                    

Sebelum pergi tadi pagi Ibun mengingatkan Sachio untuk menjaga adik-adiknya. Alih-alih menjaga, ia ingin sekali pulang ke rumah sekarang. Lima orang itu sepertinya hendak membunuhnya dengan gaya.

Pasalnya agenda hari ini melenceng jauh.

Mereka berencana untuk jalan-jalan di mall, nonton di bioskop, makan siang, lalu pulang. Akan tetapi, para bocil—juga Rei dan Yishan—tiba-tiba mengajak pergi ke pasar malam yang kebetulan mulai dibuka sejak Sabtu lalu. Jam satu lebih mereka selesai menonton, lalu pergi makan siang sembari menunggu pasar malam buka. Tidak lupa untuk mengabari para orang tua jika pulang lebih sore karena perubahan rencana.

Jam empat mereka sudah sampai di tempat. Pasar malam mulai ramai meski tidak seramai saat malam. Mereka pergi main ke beberapa wahana, juga membeli makanan dan minuman. Sachio tidak ingat melakukan apa saja di sana, tetapi tiba-tiba matahari sudah tenggelam di ufuk barat.

Om Hikam janji menjemput Saga jam 8 malam sehingga Sachio ingat mengajak sepupunya pulang sebelum terlambat. Akan tetapi penolakan dan alasan mereka itu tiada habisnya. Jujur ia sudah lelah, tapi manusia di sekitarnya ini seolah punya energi sebesar alam semesta. Atau memang semakin tua manusia memang cepat merasa letih?

"Kora-kora baru buka jam enam, Mas. Sepuluh menit lagi. Mau naik dulu habis itu baru pulang," kata Rio.

"Iya, mau coba sekalian soalnya belum pernah naik. Sepuluh menit lagi buka, terus naik paling cuma lima belas menit. Nanti habis itu pulang sampai rumahnya sekitar jam tujuh," timpal Saga kemudian.

Sachio memijit kepala pening. Masalahnya bukan hanya itu. Detik selanjutnya mereka mengajak Sachio ikut naik kora-kora. Demi Tuhan, ia benci wahana yang menguji adrenalin. Kalau disuruh memilih mengerjakan 100 soal Matematika atau naik wahana menyeramkan, ia tentu memilih mengerjakan 100 soal Matematika!

"Cuma kora-kora, bukan roller coaster. Bisa pasti mah. Nggak serem kok. Lo coba dulu, Mas." Kali ini Yishan yang berkata. Mereka sudah berdiri di dekat wahana, mengantre untuk membeli tiket sebab para pegawainya sudah siap sedia membuka wahana.

"Nggak. Itu Rei aja yang diajak. Gue mau makan corndog aja. Lo naik temenin adek-adek," katanya pada Yishan, mengangkat corndog yang baru saja ia beli beberapa menit yang lalu sebagai bukti.

Rei di sebelah Sachio tadinya skeptis akan ikut naik atau tidak. Berkat bujukan maut Rio, akhirnya pemuda itu menyanggupi. "Oke. Gue ikut. Udah lama nggak naik kora-kora."

"Nah, tinggal Mas Cio."

"Ayo, Mas Cio. Sekali aja ini terus pulang."

Duo Saga dan Rio itu tidak juga menyerah membujuk dirinya. Mereka berbincang di tengah lautan manusia yang makin ramai mendatangi pasar malam. Kali ini lampu warna-warni mulai tampak semakin terang karena malam. Lagu-lagu yang diputar membuat suasana semakin berdendang dengan keras.

Terakhir kali Sachio datang ke tempat seperti ini setahun yang lalu bersama Davio, tetapi hanya beli jajan. Sekarang mereka mencoba berbagai wahana seperti bianglala dan komedi putar. Minus rumah hantu saja karena mereka berenam sedang tidak mood dikejar setan gila—kalau Sachio memang tidak mau sama sekali masuk ke sana.

Davio akhirnya angkat suara. "Nanti duduknya yang agak tengah, Kak. Jadi nggak kerasa banget naik turunnya. Kalau yang tempat duduk paling pinggir biasanya yang bikin jantung lompat."

Sachio tertawa mendengar hal itu. Hatinya tetap merasa ngeri. Duduk di mana saja pun sepertinya ia akan jantungan. Hanya saja tatapan lima orang itu membuat goyah akan keputusannya untuk tidak ikut.

Ibun, bawa Sachio pulang sekarang.

Rei merangkulnya, berkata, "Udahlah ikut aja. Gue temenin, Mas. Iyain, biar cepet pulang. Lagian sekali-kali coba naik kora-kora biar tahu rasanya."

Setelah menimang-nimang beberapa menit, bujukan dari Rei akhirnya yang membuat Sachio luluh. Tepat setelah itu wahana kora-kora dibuka. Salah satu pegawainya membuka loket tiket, untuk kemudian mereka membeli 6 karcis.



Sachio benar-benar tidak tahu efeknya lebih parah dari jantung lompat.....

Turun dari kora-kora, ia pusing tujuh keliling. Bumi yang ia tapaki terasa berputar. Cumi bakar yang dijual di dekat tempatnya berdiri seolah berputar tanpa digerakkan. Ia berjalan sempoyongan, hampir jatuh jika saja Davio tidak menahan badannya.

"Lo okay, Kak?"

"Bentar kepala gue muter, Yo," jawabnya.

Ia berhenti berjalan untuk menyeimbangkan tubuh. Lalu baru sadar Saga dan Rei sudah terduduk di pinggir jalan tidak jauh darinya. Mereka berdua sama-sama KO.

Rio tanpa dosa menyeletuk, "Seru, ya. Tapi kurang lama tadi cuma berapa ayunan."

"Orang gila, itu udah lama tahu." Saga berucap tak terima.

"Tapi seru kan, Ga?" tanya Rio kemudian.

"Nggak mau lagi. Pusing banget."

"Emang gila, beneran pusing sempoyongan kayak orang habis mabok," keluh Rei.

Sachio beringsut duduk di sebelah Saga. Tangannya masih memegang corndog yang dibungkus kresek hitam. Ia terdiam lemas. Pandangan yang berputar membuat efek lain yang lebih mengerikan. Sachio mual. Ia baru sadar perutnya penuh setelah tadi makan beberapa jajanan. Gilanya, ia malah menyetujui naik wahana memusingkan itu?

Kali ini Sachio benar-benar menyesal menyetujui permintaan adik dan para sepupunya. Siapa yang menyangka efeknya akan separah ini. Jantung lompat dan tenggorokan kering karena berteriak lebih baik daripada pusing dan mual seperti sekarang.

"Bentar deh kayaknya mau muntah."

Demi mendengar ucapan Sachio barusan, sepupu dan adiknya akhirnya panik.

"Hah? Yang bener, Mas?" ujar Yishan. "Mau gue beliin teh anget kah biar mualnya ilang?"

"Atau mau minum air putih?" Kali ini Davio yang menawari, mengeluarkan botol yang sudah hampir habis isinya itu dari tas.

Sachio menggeleng, menelan ludah berusaha menahan gejolak di perut. "Bentar jangan ajak ngomong dulu."

Rio mulai memberi tampang bersalah. Pemuda dua belas tahun itu berjongkok di dekatnya, memastikan keadaan. Dari enam orang yang naik, yang tidak berefek banyak akibat wahana kora-kora itu hanya Rio, Yishan, dan Davio. Mereka masih bisa tertawa senang, sedangkan tiga sisanya terduduk lemas di pinggir jalan.

"Kata gue buruan cari kresek. Itu Mas Cio beneran mau muntah," ujar Rei, menunjuk Sachio yang masih belum bergerak; melawan rasa mual yang ada.

Seolah tersugesti, perut Sachio malah makin bergejolak. Mualnya semakin parah. Tidak perlu menunggu waktu lama hingga serangan itu akhirnya terjadi. Ia cepat-cepat mengeluarkan corndog yang dibungkus mika dari kresek yang ia bawa, berlari menjauh untuk memuntahkahkan isi perutnya.

"Kan, beneran muntah."

Sachio sungguhan ingin pulang sekarang.

Bersambung.



Finally double update

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Finally double update....

Semangaaattt buat yang ikut presale TDS3 Jakarta hari ini. Semoga bisa secured tiket di section yang diinginkan, yaa. Minta doanya juga ya semoga aku bisa secured tiket di section yang diinginkan besok waktu gensale <3

Have a nice day!

Sachio dan Rumah Oma [NCT Wish ft. NCT Dream]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang