08.

436 43 0
                                    

"Mas Cio, besok mau nggak temenin kita main?"

Sachio sedang menyusun rencana anggaran berkemah bersama Yishan ketika tiba-tiba Rio mendekatinya. Tidak hanya Rio, Davio dan Saga yang sejak tadi sibuk menonton di tablet rupanya juga ikut nimbrung mendekat. Entah kali ini ajakan menemani main ke mana yang para bocil itu akan ajukan.

Rooftop rumah Oma kali ini hanya dihuni lima orang. Senja dan Kak Luna sedang ada urusan di bawah bersama Oma, lalu Rei turun karena disuruh papanya untuk memesan bakso pada mamang yang baru beberapa menit lalu lewat di depan rumah.

Yishan menatap tiga bocah itu dengan tanda tanya. "Main ke mana kalian sampai harus ditemenin?"

"Ke bioskop. Kita bertiga mau nonton Transformers. Nggak dibolehin pergi sama Ayah kalau nggak sama orang besar." Kali ini Saga yang berbicara, membuat Sachio reflek terkekeh. Alih-alih anak SMP, di matanya Saga itu justru seperti anak TK. Wajar saja jika Om Hikam bilang kalau main ke luar harus ditemani orang dewasa.

"Kenapa nggak sama kakakmu, Cil?"

"Mba Senja besok mau pergi sama Kak Luna. Jadi nggak bisa nemenin pergi kita bertiga. Katanya minta temenin Mas Cio aja pasti mau," jelas pemuda itu lagi, membuat Sachio paham dengan keadaan yang sedang terjadi.

Para perempuan itu ingin have fun berdua lalu melimpahkan semua tugas pada Sachio. Ya begitulah seperti yang sudah-sudah.

"Tadi udah izin Ayah sama Om Hikam juga, Kak. Kan ada gue ya yang paling gede. Katanya tetep nggak boleh, harus sama yang SMA," timpal Davio menambahi.

Sachio terkekeh mendengar ucapan adiknya. "Ya pasti nggak bolehlah, Yo. Emang bisa lo ngurus bocil dua ini?"

"Stop call us bocil, Mas! Aku sama Saga udah dua belas tahun tahu, udah gede," seru Rio tidak terima.

Demi mendengar hal itu Yishan tersenyum sembari geleng-geleng kepala. "Beda tiga tahun doang itu sama si Ivan. Masih kecil. Badan kalian berdua aja sama."

Sachio tertawa ketika Yishan menyebut nama adiknya. Livan memang lebih tinggi sehingga badannya sama seperti Saga dan Rio padahal usia mereka berbeda tiga tahun. Entah adik Yishan yang bongsor atau mereka berdua aja yang tidak tumbuh-tumbuh. Pasalnya Davio sudah sama tingginya seperti Sachio di umur 14.

"Ivan kan masih SD? Kita udah SMP." Saga yang kali ini berucap tidak terima. "Aku cuma boleh dipanggil bocil sama Ayah ma Mamah. Yang lain nggak boleh."

"Tapi kan nama kamu Sacil. Sagara bocil." Yishan sepertinya kesenangan menggoda sepupunya. Kalem-kalem begitu hobi utama pemuda itu adalah menjahili anak orang. Kalau Livan tidak usah ditanya. Bocah sembilan tahun itu sudah kebal dengan kelakuan kakaknya.

"Sagara aja nggak ada bocilnya. Mba Senja tuh sukanya gitu emang, ganti nama orang.... Nyebelin."

"Lucu kok. Nggak papa."

"Nggak lucu ih."

"Lucu. Sagara bocil," kata Yishan lagi. "Kalau Rio apa ya? Yocil bagus. Riyo bocil."

Tidak ada yang bisa dilakukan Sachio selain tertawa terbahak-bahak sekarang. Ia bersandar pada sofa di belakangnya. Perutnya terkocok melihat kelakuan manusia-manusia di sekitarnya. Davio ikut tertawa, Rio dan Saga kesal, lalu Yishan terkekeh dengan tampang tidak berdosanya. Benar adanya jika counter pemuda itu hanya Reigara.

"Udah-udah, kenapa malah berantem. Besok emang mau jam berapa perginya? Berarti kamu nginep di sini kan, Cil? Eh.... maksudnya Saga." Sachio tertawa, cepat-cepat mengoreksi kalimatnya ketika bocah dua belas tahun itu melotot padanya.

Saga mengangguk. "Nginep tempat Rio kayaknya. Kalau nggak ya nginep di rumah Oma tapi Kak Piyo sama Rio ikut tidur sini."

Sachio mengangguk mengerti. Agenda yang sama seperti yang sudah-sudah.

Sachio dan Rumah Oma [NCT Wish ft. NCT Dream]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang