05.

550 53 7
                                    

Satu-satunya tempat yang bisa membuat Sachio bangun pagi dengan mudah adalah rumah Oma. Seperti halnya hari ini, Sabtu hari libur yang cerah dengan suara burung berkicau yang menyambut harinya. Teras rumah Oma yang penuh dengan tanaman hias dengan bunga warna-warni itu tampak sangat cantik. Ia duduk di atas sofa teras, menghirup udara segar pagi hari sembari memeluk bantal di pelukannya.

Tadi malam Sachio tidur di rumah neneknya. Jumat sore ia ditelpon Oma sebab wanita itu butuh bantuan untuk menyortir obat-obatan kadaluwarsa. Oma sudah cukup tua untuk melihat expired date di kemasan obat meskipun sudah memakai kaca mata. Bisanya obat yang kadaluwarsa itu ia buka satu-satu dari kemasan untuk dibuang ke saluran pembuangan, kemudian kemasannya ia rusak hingga tidak tampak lagi nama obatnya.

Jika ditanya apa fungsinya, Oma bilang agar tidak ada yang menyalahgunakan obat-obatan itu jika langsung dibuang ke tempat sampah. Sachio mengerti sebab beberapa tahun yang lalu gempar berita seseorang yang bunuh diri dengan obat kadaluwarsa yang ditemukan di tempat sampah. Berita lain menyebutkan bahwa ada oknum tidak bertanggungjawab yang menjual obat palsu yang asalnya diambil dari obat-obatan yang dibuang dengan tidak benar.

Kemudian, khusus untuk antiobiotik, Oma menyuruhnya membawa obat ke faskes terdekat untuk diproses secara khusus agar tidak membahayakan lingkungan. Sebagai anak IPA, ia tahu antibiotik dapat menyembuhkan juga membahayakan secara bersamaan. Antibiotik dapat membunuh bakteri, tetapi jika tidak dibuang dengan benar dapat mencemari lingkungan sehingga menimbulkan resistensi.

"Cio, mau sarapan pakai apa? Itu ada tempe sama sayur sop buatan Tante Aya kalau mau. Tadi dianter Om Aji pas kamu masih tidur. Tapi kalau mau soto atau sate bisa nunggu biasanya ada mamang lewat di depan."

Sachio mengangguk mengiyakan. Ia masih dalam mode bengong dan setengah mengantuk menatap wanita usia lanjut yang sedang menyiram beberapa tanaman hiasnya dengan botol kecil. Oma suka mengira ia tidak suka masakan yang sudah tersedia, padahal dia tidak makan karena belum lapar.

Di rumah Oma, Sachio selalu ditanyai apa makanan yang disukai untuk kemudian disediakan. Coba jika di rumah, Ayah akan memelototi jika dengan lantang ia bilang tidak mau makan karena makanannya tidak enak. Jarang sih hal itu terjadi sebab Ayah dan Ibun tahu sekali makanan kesukaan kedua anaknya.

Melihat Oma tampak kesusahan menyiram air di pot yang menggantung agak tinggi, Sachio bangkit berdiri. "Ada Cio, Oma. Harusnya minta tolong Cio. Masa punya cucu disuruh makan tidur doang," katanya, mengambil alih botol bekas yang dipegang neneknya.

Botol itu dipakai untuk menyiram pot yang lebih kecil. Selainnya, biasanya disiram menggunakan selang atau penyiram air yang agak besar.

"Biasanya Senja yang bantuin Oma Sabtu pagi-pagi, tapi dia lagi sibuk," ujar Oma menyebut nama sepupunya.

Senja itu anak pertama Om Hikam, salah satu kembar Papa. Perempuan itu cucu kedua di keluarga Adhitama, sedangkan Sachio cucu ketiga. Jarak usia mereka hanya berbeda 6 bulan. Senja kelas tiga SMA sekarang, sedang pusing persiapan masuk universitas. Mereka sekolah di berbeda tempat karena rumahnya jauh. Beda dengan sepupu lainnya yang masih satu daerah. Makanya sepupunya itu hanya menginap di rumah Oma saat hari libur saja.

"Cio kan juga bisa. Masa Senja aja yang disuruh bantuin siram tanaman," katanya tidak terima.

Oma tertawa. Mungkin pikir neneknya itu Sachio kekanakan sekali cemburu hanya karena tidak disuruh menyiram tanaman.

"Nanti Rei sama Yishan jadi dateng?" tanya Oma lagi. Wanita yang rambutnya telah berubah putih seluruhnya itu duduk di sofa, membiarkan Sachio menggantikan pekerjaannya.  

"Jadi, bentar lagi juga paling dateng mereka. Kak Luna juga mau ke sini."

Oma tampak mengernyitkan dahi. "Naluna juga mau ke sini? Ada acara apa kalian? Tumben kumpul-kumpul. Biasanya cuma bertiga yang main."

Sachio dan Rumah Oma [NCT Wish ft. NCT Dream]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang