Ketika matahari menyingsing sampai dibatas tertingginya, seorang remaja 17 tahun baru saja menginjakkan kakinya di rumah yang selama tiga hari ini ia tinggalkan. Bukan serta-merta tanpa alasan ia pergi. Sebuah medali emas yang menggantung dilehernya lah yang menjadi alasannya.
Ragasya Alkaezar Baldwin, putra tunggal dari Alkaezar dan Karalyn. Paras serupa sang papa bahkan ke ekspresi angkuhnya. Baru saja pulang setelah menjuarai Kompetisi Taekwondo antar pelajar SMA yang ia ikuti selama tiga hari di luar kota.
Ada sedikit raut bangga yang tak bisa ia sembunyikan. Gasya melangkahkan kaki lebarnya dengan cepat memasuki rumah untuk menemui sang mama guna menunjukkan prestasinya. Tapi eksistensi sang papa yang selama ini jarang ia lihat di rumah berlari panik menuju lantai dua membuatnya penasaran. Ia segera mengikuti dari belakang.
Ruangan yang terakhir kali ia ketahui hanya sebagai kamar kosong kini diisi seorang anak laki-laki yang tak sadarkan diri dengan bibir hampir membiru sempurna. Ada mamanya juga disana, melakukan CPR dengan menekan dada anak laki-laki asing itu. Begitu papanya masuk langsung menggantikan posisi mamanya.
"Siapkan mobil! Hubungi rumah sakit untuk menyiapkan ruangan! Kara cepatlah!" seru Alkaezar.
Karalyn segera keluar dari kamar. Sempat terkejut melihat Gasya yang mematung diambang pintu sebelum melanjutkan perintah Alkaezar. Membiarkan Gasya tanpa menyempatkan menyapa anaknya yang baru pulang.
Gasya masih terdiam di tempatnya. Menatap lurus pada Alkaezar yang mencoba menyelamatkan anak laki-laki tersebut.
Pria itu terus melakukan CPR, memeriksa detak jantung dan napas anak itu berulang kali. Sampai akhirnya detak yang sempat hilang kembali meski samar. Disusul napas yang berhembus lemah. Alkaezar dengan cepat menggendong tubuh ringkih itu keluar melewati Gasya begitu saja.
...
Sampai malam tiba, Gasya hanya termenung di kamarnya dengan tas dan medali kejuaraan yang tergeletak di sampingnya. Euforia yang sempat ia rasakan saat pulang lenyap begitu saja berganti dengan tanda tanya besar yang memenuhi otak pintarnya.
Ia tak berniat untuk menanyakan siapa anak laki-laki yang dibawa papanya tadi siang kepada asisten rumah tangga di rumahnya. Hanya ingin menunggu mamanya atau yang paling mustahil papanya pulang untuk memberi penjelasan padanya.
Suara mesin mobil yang familiar terdengar dari luar rumah. Sampai suara itu menghilang digantikan langkah kaki yang mendekat kearah pintu kamarnya, Gasya masih diam diposisinya. Hanya kepalanya yang menengok pada pintu kamar yang dibuka, menampilkan Karalyn dengan wajah letih tersenyum kearahnya.
"Mama minta maaf ninggalin kamu gitu aja tadi siang. Kamu pasti capek, ya?"
Karalyn memeluk tubuh putra tunggalnya yang berdiri dihadapannya. Mengusap punggung tegap itu untuk menyalurkan kerinduannya selama tiga hari ini. Matanya menangkap keberadaan medali yang tergeletak di atas tempat tidur dan membuat senyumnya terkembang makin lebar.
Karalyn melepas pelukannya, mengusap lembut pipi anak kebanggaannya itu. "Kamu udah makan malam?"
Gasya menggelengkan kepalanya, "Belum."
"Ayo ke dapur, biar mama masakin makanan kesukaan kamu." Karalyn menggandeng tangan sang anak dan menariknya keluar dari kamar.
Gasya hanya menurut di belakang. Sebenarnya masih penasaran dengan kejadian tadi siang dan juga keadaan anak itu sekarang. Tapi Gasya enggan untuk bertanya lebih dulu. Karalyn pun seolah tak ada niatan untuk membahasnya.
...
"Jantungnya bermasalah."
Alkaezar mengusap wajahnya kasar. Satu tangannya yang berada di meja refleks memukul permukaan kayu tersebut menghasilkan bunyi yang cukup keras.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mellifluous
Fiksi RemajaKetika kehidupan monoton Gasya menjadi berwarna karena kehadiran sosok 'adik' yang tak ia duga. "Lo anak selingkuhan papa? Ngaku." Telunjuknya mengarah pada wajah polos anak itu. Yang ditatap hanya berkedip pelan. Bocah lima belas tahun yang dipungu...