Malam harinya Amara duduk di teras menunggu kedatangan sang kaka, Amara takut jika berada di rumah nya sendiri apalagi jika sedang malam, Amara takut akan kegelapan.
Kedua kakanya pergi keluar tanpa mengajaknya, Amara merasa kesepian tak punya orang yang bisa ajak bicara maupun bercerita.
Amara menatap ke arah langit, disana terlihat bulan yang di kelilingi oleh bintang bintang kecil."Lala mau ke buyan, bial bca di kelilinin cama intang".
"Telnyata buyan hampil cama taya lala, cendilian apy buyan unya temen tuh intang anyak agyy" Amara menghitung para bintang itu.
"Lala penen taya buyan hehe" Amara tertawa geli mana bisa ia jadi bulan, klo ia jadi bulan tubuhnya akan menjadi bulat dong pikirnya.
Jika ditanya apakah amara merindukan kedua orang tuanya tentu saja walaupun ingatan tentang ayah dan bunda nya itu samar samar bahkan sudah hilang dalam memori nya, tapi amara selalu berdoa yang terbaik untuk mereka.
Kadang amara berpikir apa ia bisa bahagia? Apa ia bisa di sayang kedua kakaknya? Amara tak punya rumah untuk berpulang lagi selain kesini meskipun amara dijadikan budak yang kedua kaka tirinya.
Satu jam Amara menunggu kedua kakanya pulang, ia memeluk tubuhnua sendiri karna udara malam menusuk kulitnya, pakaian yang ia gunakan sangat tipis dan pendek.
"Akak" Amara memanggil kedua kakanya pelan.
"Ngapain lo disana? Mau di kasihani sma orang² hah?! Ga ada orang yang bakal kasihan ama anak pembawa sial kaya lo" Ujar anin dengan sinis.
"Ndak lala unggu akak hehe".
"Cih belajar ngomong dlu sno ga paham gua" Amara menunduk sambil memilin bajunya ia juga ingin pasih dalam berbicara namun apalah dayanya.
"Tau ga lo?! Lo itu anak yang ga di ingin kan! Pembawa sial lo bikin kita kalah berjudi tadi!" Karina menyalahkan Amara akan kekalahan nya saat main judi.
"Apy than lala diem dali tadi" Ujar Amara bingung, ia tak paham dengan kata pembawa sial.
"Pngen muntah gua liat wajah lu" anin lebih tak menyukai Amara karna kelahiran Amara adalah malapetaka bagi keluarganya.
"Ajah lala than yucu kata olang²" Gumam Amara yang masih bisa di dengar oleh merka.
"Ha? Muka lo lucu hahaha lawak banget mereka tuh buta kali wajah burik kaya gini di bilang lucu" Anita dan karina terkekeh sinis membuat Amara menundukan kepalanya.
"Akak boyeh ndak lala beyi baju?"
"Kga uang dri lo aja msih kurang! Pke ajalah baju yang ada ga ush sok gaya gayaan lo!" Ujar anin tajam.
"Dh lah mnding kta msuk dri pda ladenin nih anak" Karina memutarkan bola matanya malas.
"Yo lah biarin aja dia tidur di luar" Ujar anin membuat Amara membulatkan kedua matanya.
"Janan akak, janan tinggayin lala" Ujar Amara dengan panik.
"Bodo ga peduli gua" Karina mendorong tubuh kecil Amara ketanah.
"Huaa akakkk" Amara bangun dan menangis sambil memeluk kaki karina dengan erat.
"SIALAN, NYINGKIR BODOH! JIJIK GUA DI PEGANG SAMA ANAK KAYA LO ANJ*NG" Karina mendorong kasar Amara dan menambah rambut nya dengan keras.
Plak
"Buat lo krna udh bikin celana gua kotor sialan" Lantas karina mendorong dan menendang Amara dengan keras membuat Amara kesakitan.
"Hiks cakit akak shtt hiks" Ujar Amara sebari menangis.
Plak
Plak
Anin menampar kedua pipi Amara dengan kuat membuat ujung bibir Amara berdarah dan pipi chubby nya memerah "pelajan buat lo yang udh bikin kaka gua marah dan kuping gua yang sakit gara² tangisan biaya lo"
"Ahh hiks cakit akak jaat hiks" Amara memeluk tubuhnya erat dan membenamkan wajahmu pada lipatan lutut.
"Gua jahat krna lo jga sialan"
"Udh anin kita tinggalin aja dia, biar aja bsok dia mati ga peduli juga" Ujar karina dengan sinis dan berjalan mesuk ke rumah nya.
"Satu yang hrus lo tau! Lo di lahirin ke dunia ini cuma untuk menderita paham anak sialan?!" Setelah mengatakan itu anin berjalan kerumah dan mengunci pintunya meninggalkan Amara yang terisak pelan.
"Hiks thenapa lala teluc saja di ukul?lala ndak nakal hiks salah lala apa hiks" Amara meringkuk di teras sambil menatap kearah depan.
"Adan lala atit hiks thenapa akak ndak cuka lala, lala halap becok akak cayang cama lala hehe, mayem akak alin akak anin lala cayang kalian" Amara tersenyum sambil memejamkan matanya menahan rasa sakit dan dingin pada tubuh nya.
"Lala halus kelja giyat² cupaya apet uang anyak nanti akak pacti cayang lala hehe" Tegad Amara.
□(〃^ω^〃)□
Keesokan harinya tubuh Amara menjadi panas sebab dari semalam ia merasa kedinginan. Amara memeluk tubuh nya dan meringis pelan tubuh nya juga merasa kesakitan.
Cklek.
"Akak" Gumam Amara dengan suara paraunya.
"BANGUN LO SIALAN! ENAK BENGET LO TDUR UDH PAGI INI KERJA SONO" Bentak anin tatkala melihat Amara yang masih berbaring.
"Hiks aka adan lala akit, lala ndak kelja duyu boyeh?" Tanya Amara sebari duduk.
"ENAK AJA LO! LO TUH HARUS KERJA CARI DUIT BUAT KITA" Anin dengan kasar menarik tangan kecil Amara.
"Hiks akit akak anin" Amara merasakan tangan nya sakit cengkraman anin tak main main di tambah yang semalam juga belum sembuh.
"YA MAKANYA LO JADI ANAK HARUS TAU DIRI!".
"KARIN AMBIL AIR ANAK INI HRUS DI BERI PELAJARAN " Anin berteriak dari luar, tidak ada orang yang melihat ulah anin karna rumah mereka ada di paling ujung.
Karina yang mendengar teriakan dari anin berdecak kesal lantas ia mengambil seember air yang kotor yang di ambil dari selokan.
Byurr
"Brisik pagi² udh bkin keributan aja!" karina dengan teganya mengguyur Amara dengan air itu.
"Hiks akak dinin" Ujar Amara sendu.
"Hue bau banget lo gembel iwhh" Anin mergidik jijik namun menurut nya tampilan Amara yang seperti ini cocok untuk Amara.
"CPT KERJA! LO HRUS BAWA UANG YANG BANYAK AWAS AJA KLO NGAK! LO TAU AKIBAT NYA" Bentak karin sambil melemparkan ember itu pada kepala Amara.
"Iya akak hiks" Amara memegang kepalanya yang nyut-nyutan, kepalanya pusing di tambah dengan lemparan ember kaka nya yang sangat kuat bagi tubuh Amara yang kecil.
"Jngan cuma jadi beban lo! Sbelum krja noh cuci pakain gua sama karin awas aja klo ga lo lakuin" Setelah mengatakan itu anin pergi meninggalkan Amara diikuti karina.
"Hiks hiks tepala lala cakit anget hiks apy lala haluc nyuci aju akak, thalo ndak hiks nanti akak malah hiks, thepala ayu donh janan cakit ita than belteman hiks" Amara mengusap-ngusap kepalanya sendiri berharap rasa sakit nya menghilang.
"Hiks adan na ugha cakit hiks dinin cekali hiks hiks" Bibir Amara yang sudah pucat air matanya pun sedari tadi mengalir dari mata besar nya.
Amara berjalan dengan pelan kearah rumah nya, ia mengumpulkan baju baju kakanya yang akan dia cuci. Selain bekerja Amara juga di suruh untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah termasuk mencuci baju para kakanya.
"Cemanatt uat lala! Cupelmen lala atan membelcihkan cemua pakaian ini cupaya akak ndak malah²" Ujar Amara sebari mengusap air matanya.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amara
General FictionAmara lovita gadis kecil berusia 4 tahun yang harus banting tulang untuk kedua kaka tirinya. Si kecil penjual risol yang ingin memiliki hidup bahagia dan di sayangi orang di sekitarnya. Hidup yang selalu dijadikan budak uang oleh kedua kakanya, caci...