Tinggal sehari lagi pembukaan pekan olahraga dan budaya akan dilaksanakan. Para murid-murid sekarang sibuk melakukan persiapan, mulai dari mengatur tata ruang kelas, memasang baner, dan lain sebagainya.
Maple berlari kesana-kemari membantu teman-temannya mengatur ruangan kelas mereka. Setelah itu, Ia dan Maggie juga ikut aktif menggunting-gunting kertas membentuk pola yang akan ditempel untuk menghiasi dinding kelas mereka.
Disamping nya, Maggie, gadis itu dengan sewot bergosip saat melihat Selena yang dikerumuni oleh teman sekelas laki-lakinya yang terpesona kepadanya.
"Coba lihat itu! Dia tidak perlu bekerja sendiri, ada sekumpulan laki-laki dengan pipi memerah konyol tersipu yang akan selalu membantunya."Apa yang dikatakan Maggie memang benar, teman sekelas laki-lakinya berkumpul di sekitar nya dan saat ia akan mengerjakan sesuatu para laki-laki itu akan saling berebut melakukannya untuk gadis pirang itu. Dan anehnya, Selena si gadis pirang itu seperti menikmati perlakuan mereka. Dia berdiri indah diantara kerumunan laki-laki itu sambil mengibas-ngibaskan rambut pirangnya yang menyilaukan, bahkan Maple sampai melihat efek seperti cahaya dan bunga di atas kepalanya yang biasanya muncul di komik-komik yang sering dibacanya.
"Seperti sekumpulan lalat mengerumuni kotoran,"
"Pufthh...hahahaha."
Celetukan Maggie bernada pedas itu membuat Maple reflek tertawa. Tawanya menggelegar sampai membuatnya terbatuk-batuk. Seisi kelas melihat kearahnya dengan tatapan tabjuk bahkan Maggie.
"M-maaf... Canggung Maple saat melihat tatapan mereka yang terlihat seperti takjub...? Maple tidak yakin.
Setelah keheningan itu, mereka seakan tersadar dan kemudian menatap heran dengan pandangan bertanya."Maple, demi apa...? Tadi, saat kau tertawa, kau benar-benar cantik seperti bidadari yang turun ke bumi!"
"Hei, jangan membuat ku merasa ingin terbang. Lagipula, apakah perkataan mu yang mengatakan bahwa aku selalu cantik setiap hari itu bohong?"
"Cantik juga. Tapi, tadi lebih cantik, kau seperti seorang peri bahkan aku melihat efek cahaya dan bunga-bunga." kata Maggie mencoba meyakinkan.
"Ya, ya, ya, baiklah. Terserah kau saja." akhirnya Maple setuju. Tidak ada habisnya jika dia terus-menerus bersilang pendapat, Maggie memang suka berlebihan dalam berkata-kata.
Pekerjaan mereka kemudian berlanjut. Lorong-lorong, ruangan kelas, bahkan halaman berisik oleh teriakan-teriakan, percakapan murid-murid yang berlalu lalang mengurusi hal-hal mengenai Lomba Kelas.
"Baiklah, Maple. Sebagai ketua klub, aku pergi dulu mengurus klub itu. " tukas Maggie bergegas pergi setelah kegiatan menghias kelas selesai.
"Oke, aku juga akan pergi ke klub dan membantu senior Jasmine,"
Maple berjalan ke belakang halaman sekolah tempat klub berkebun. Membuka pintu rumah kaca, ia melihat senior Jasmine dan tiga anggota lainnya yang merupakan murid kelas satu sibuk memetik beragam jenis bunga.
"Maaf terlambat Senior, "
" Tidak apa-apa. Ayo kita membuat nya bersama-sama." kata Jasmine tersenyum pada Maple.
Maple ikut memetik beragam bunga kemudian membuatnya menjadi buket bunga. Dia sangat menyukai bunga karena pengaruh ibunya sejak kecil, kesukaannya itu menurun dari ibunya yang juga menyukai bunga, sejak kecil ibunya mengajaknya berinteraksi dengan berbagai bunga-bunga itu, menanam dan merangkainya menjadi berbagai kerajinan tangan yang indah.
Maple menyukai kegiatan itu karena merasa dengan melakukan hal tersebut ia terhubung dengan ibunya. Bahkan di halaman belakang rumahnya ada taman milik mendiang ibunya yang selalu diurusnya. Itu adalah kenang-kenangan yang ditinggalkan oleh ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl and the Witch's Curse
FantasyMaple Meyer baru saja mengetahui rahasia ibunya yang menggemparkan. Ternyata lemari tua milik ibunya di loteng adalah portal ke Dunia lain dan yang lebih membuatnya terkejut lagi, bahwa ibunya adalah putri dari dunia lain tersebut. Novel ini murni...