Chapter 1C

1 0 0
                                    

Kriet... Mendorong daun jendela dengan kedua tangannya, Maple tersenyum sambil menghirup udara segar di pagi hari itu. Diseberang jendela, dia bisa melihat rutinitas orang dan kendaraan yang sesekali lewat memulai hari mereka.

"Akhirnya...hari ini akan dimulai."ucapnya dengan antusias.

Dengan rambut yang menjuntai sebatas dada yang berantakan, Maple berjalan  membersihkan dirinya di kamar mandi.

Siap dengan seragam olahraga nya, dia segera sarapan memakan masakan enak bak restoran bintang lima sang Ayah.

"Ayah akan datang menonton." ucap Edward sambil menyodorkan segelas susu hangat kepada Maple.

Maple mengangguk.
"Oke, Ayah. Tapi jangan berpenampilan keren, kau akan membuat teman-teman disekolah naksir." lanjut Maple menyindir, masih sedikit kesal dengan gadis-gadis yang menyerbunya hanya untuk menanyakan info tentang Ayahnya.

"Tapi itu bukan salah Ayah. Siapa suruh Ayah terlahir tampan." ucap Edward percaya diri berpose keren bak model.

Maple mendelik kearah Ayahnya. Yah, itu tidak bisa disalahkan, memang benar kata Ayahnya. Ayahnya pria berusia 30-an yang sangat tampan. rambut hitamnya segelap malam, mata orange keemasan yang tajam, bentuk wajah yang maskulin, jembatan hidung mancung, bibir merah, serta  tubuh yang tinggi tegap. Secara fisik, Ayahnya sangat sempurna dan seksi dengan warna kulit kecoklatan nya. Dan keindahan fisikanya itu turun setengah kepada Maple yang sama-sama memiliki warna rambut dan mata yang sama serta jembatan hidung yang mancung. Tapi kulit putihnya turunan dari ibunya, bahkan bentuk wajah dan mata turun dari ibunya. jadi, Maple sebenarnya lebih mirip ibunya walaupun ciri fisiknya sedikit banyak mengikuti Ayahnya.

"Sudahlah, Ayah sangat narsis. Aku akan berangkat ke sekolah saja." ucap Maple memutar matanya kemudian keluar dari rumah.

Edward hanya tersenyum melihat tingkat putri nya itu.

"Maple!"

"Ya?" Maple menoleh kemudian melihat Benjamin berlari ke arahnya.

"Ayo pergi bersama!"

Maple mengangguk menyetujui dan mereka kemudian berjalan ke stasiun kereta bersama.

"Ben, kau memang Ketos teladan. Datang sepagi ini untuk mengurusi banyak hal."

"Yah, namanya juga Ketos. Aku harus membuktikan kerja ku." kata Benjamin mengangkat bahunya.

Berjalan di jalur pejalan kaki. Pemandangan kota kecil dengan laut biru sangat indah. Sesekali kendaraan dan sepeda melewati mereka. Sementara angin sepoi-sepoi menerpa menyegarkan tubuh Maple.

"Apakah kau terpaksa menjadi Ketos?" heran Maple menatap Benjamin.

" Yah, mungkin saja. Aku menjadi Ketos karena wajah tampanku. Banyak yang mengatakan seperti." Benjamin bersedekap dengan satu tangan dibawah dagunya seperti orang yang sedang berpikir.

"Dasar, semua laki-laki yang kutemui hari ini sangat narsis."

Pandangan Benjamin kemudian beralih kepada Maple saat dia berkata seperti itu.
"Laki-laki lain? Siapa?"

"Kenapa kau ingin tau?" Selidik Maple.

" Yah, tidak apa-apa. Aku hanya menanyakan saja, siapa laki-laki yang membuat mu kesal." kata Benjamin menggaruk tengkuk nya canggung.

"Huh, siapa lagi kalau bukan Ayah."

"Oh..... Ayahmu ternyata...." ucap Benjamin tersenyum.

Entah kenapa Maple seperti melihat kelegaan di wajah Benjamin temannya itu.

The Girl and the Witch's CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang