"Tersenyumlah jika bahagia, menangislah jika bersedih."
Di kehidupan ini banyak hal kita lalui, begitu banyak kesulitan diiringi rasa sakit. Memaksakan kaki tuk terus merangkak ditengah larian seseorang. Nikmati prosesnya, sekalipun tertatih-tatih Lo gak punya pilihan selain terus maju.Hidup butuh keseimbangan. Tersenyumlah jika bahagia, menangislah jika bersedih. Pun alasan seseorang membenci kehidupan ini. Benar, mereka tak bisa mengendalikan keduanya. Terus memforsir diri memaksakan. Gak bisa! Setiap orang punya porsinya masing-masing. Lo gak bisa samain diri Lo ini dengan orang lain. Lo gak bisa milih jalan sulit dengan ngikutin seperti yang orang lain lakuin. Lo punya garis takdir Lo sendiri. Cukup pilih jalan Lo sendiri tanpa harus liat mereka. Lo hanya butuh kepercayaan itu.
BRAKK
Pintu rumah sakit dibuka kasar. Disaat bersamaan muncul gadis berkuncir kuda dengan setelan piyama rumahannya.
"Gara!"
"Kenapa gak bilang kalo Lo dirawat, huh?!"Saga terkikik geli, geleng-geleng kepala tak habis pikir. Ansel datang tiba-tiba dengan kaki yang mencak-mencak serta tangannya berkacak pinggang. Bisa dibilang penampilan Ansel sangat lucu dan aneh(?)
"Gak lucu tau gak!" Ansel mencebik. Menendang kasar brankar Saga. Kemudian pura-pura mencekik lehernya. Ingat! Hanya pura-pura.
"Si anjir!"
"Santai dong Lo!" Jendral bangkit dari duduknya. Memandangnya sinis Ansel.
"Lepasin tangan Lo anjir!" Kini Marvel ikut bersuara. Kebetulan keduanya memang ada diruang rawat Sagara.Sudah seminggu sejak kejadian terakhir, hubungan Marvel Jendral memang membaik, berkat campur tangan Saga tentunya. Marvel benar-benar menjelaskan semuanya. Kondisi Sagara juga jauh lebih baik. Bahkan perban di kepalanya sudah dilepas.
"Bentar. Lo Ansel?" Jendral terkejut. Merasa tak percaya dengan yang dilihatnya. Bagaimana tidak, adik kelasnya yang dikenal introvert sekarang tepat dihadapannya. Setahunya Ansel memang tak berteman dengan siapapun sejak Hazel Sabel memusuhinya.
"Ansel? Siapa?" Marvel ikut menimpali.
"Crush nya si onoh." Jendral menunjuk Saga menggunakan dagunya.
"Hah? Maksudnya?" Ansel cengo. Tatapannya beralih menatap Sagara meminta penjelasan.
"Inget sepatu dirumah Lo? Dia yang beliin." Arga kini muncul dari arah pintu tiba-tiba. Berjalan santai, satu tangannya dimasukkan ke saku celana, lalu tangan lainnya sibuk menenteng handphone miliknya. Berjalan menghampiri sofa kemudian mendudukkan dirinya disana."Oh, udah sampe. Muat gak? Gua asal milih ukuran soalnya." Ucap Saga santai.
"Boong banget. Siapa yang udah nangis nangis nyuruh gue ukurin sepatu dia?!"
"Mana si Ansel susah banget dikibulin anjir!"
Arga mengomel tak terima. Effortnya bukan main kali ini. Untung saja imbalannya tak main-main, jadi mari berbisnis dengan Arga.PLETAK
Saga melotot tak percaya. Sialan Arga ini. 'Percuma gue bayar Lo mahal Ga, Arga!'
"Eh? Sorry keceplosan hehe."
"Muat kok. Makasih, Gar."
"Lo suka gue ya?!"
"Jangan geer anjir! Gue cuma kasian liat sepatu Lo jebol pas di kamar mandi."
"LO LIAT GUE GAR?!" Demi apapun Ansel malu. Meski kejadiannya sudah berlalu tapi tetap saja memalukan. Bagaimana tidak, Ansel jatuh pingsan hanya gara-gara sepatunya yang jebol tak sengaja terinjak kakinya sendiri."Ansel?"
Merasa terpanggil, Ansel menoleh.
"Sam? Lo ngapain disini?"
Sontak semua mata tertuju menatap Samudra. Seolah bertanya 'ada apa?' lewat tatapan matanya.Bukannya menjawab, Samudra malah diam mematung. Rautnya jelas tak bersahabat. Ansel paham, pasti terjadi sesuatu.
"Gue kayaknya harus pergi. Gar, Lo cepet sembuh, ya. Gue duluan." Semuanya sontak mengangguk.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA | Lee Haechan (END)
Short StoryDengan Lo hidup di dunia, Lo ada diantara kesulitan-kesulitan itu. Capek. Tapi, mati juga bukan jalan yang mudah. Gak perlu muluk-muluk gua cuma mau jalani hidup semestinya, ngalir gitu aja. Wajar kan? Tak ada kebahagiaan tanpa kesedihan, pun sebali...