13. Nasi Goreng apa Soto?

45 6 2
                                    

Ia ambil bangku kosong di ujung ruang, melempar kasar ransel ke atas meja di sampingnya sembarangan. Pagi-pagi sekali Tante Kiran membangunkannya, ada beberapa masalah yang terjadi dan membuat Kaisar juga Nanda bangun lebih awal.

Sebenarnya, hanya Kaisar yang bangun lebih awal, Nanda memang terbiasa bangun pagi. Jadi, dirinya tak mempermasalahkan perkara kekurangan tidur, bahkan ia rasa Nanda lebih dari cukup untuk tidur.

Ia dudukkan tubuhnya pada kursi, menekuk kedua tangan sebagai bantal untuk melanjutkan tidurnya. Baru saja dirinya memasuki alam bawah sadar, suara perut miliknya yang bercicit membuatnya kembali tersadar.

"Nasi goreng apa soto?" Kepalanya seketika terangkat, menatap binar Nanda yang duduk dibarisan depan dekat meja guru. Ruang kelas yang belum terisi banyak orang, membuat suaranya menggema hingga ujung ruangan.

Kaisar rasa, Nanda memiliki kelebihan dalam membaca pikiran orang lain tanpa saling bertatapan. Akhirnya Kaisar dapat menemukan kelebihan sepupunya selain berotak lebih.

"Nasi goreng, telurnya dua ditambah bakso, Nan!" ucap Kaisar dengan senyum lebar, ia tampilkan deretan gigi putih hingga matanya sedikit menghilang. Nanda hanya bergeming, bangkit dari duduknya tanpa sedikit menoleh ke belakang dan diikuti oleh Kaisar di belakangnya.

"Kantin ke situ, kan?" tanya Kaisar pelan, ia tunjuk belakang punggungnya sembari menyamakan langkah kaki Nanda. Dapat dirinya lihat, Nanda tampak murung dari biasanya. Mungkin perihal uang saku yang akan terpotong sebab Kaisar, tapi bukankah Nanda sendiri yang menawarkan sarapan untuknya?

"Beli di depan. Kantin belum buka."

"Kenapa enggak sekalian tadi, Yanto?!" pekik Kaisar tertahan, ia tutup bibirnya rapat saat lirikan sinis Nanda berikan.

Keduanya kembali berjalan tanpa percakapan, Kaisar yang berjalan dengan malas dan berusaha menginjak sepatu bagian belakang milik Nanda. Sedikit tersulut dirinya karena tanggapan Nanda, tapi melihat aura yang berbeda terpancar membuatnya sedikit takut.

Hingga sampailah keduanya pada sebuah warung di depan sekolah, warung dengan tenda biru yang terlihat sederhana. Tetapi selalu ramai dimasuki oleh anak-anak sekolah, alasannya sebagai tempat berkumpul dan bermain.

"Nasi kucingnya dua, gorengannya tiga, Bu," ujar Nanda cepat, baru saja ia memasuki tenda biru tanpa memperdulikan orang-orang yang juga masih mengantri dan makan. Kaisar yang masih berusaha menerobos tenda membulatkan matanya, memukul keras punggung Nanda di hadapannya.

"Nasi goreng tadi lo nawarinnya, Yanto!" sentak Kaisar tak terima, ia menatap Nanda tajam karena mengingkari janjinya. Beberapa orang menoleh ke arah mereka, melempar sorot mata tak suka.

"Cah bagus ngene kok jenenge Yanto. Neng kene rak ono nasgor, Mas." Kaisar membulatkan matanya, merasa tak percaya dengan ucapan Ibu penjual yang berjaga di warung. Dirinya merenggut kesal, menendang tulang kering Nanda pelan.

Setelahnya, pekikan cukup keras terdengar, berusaha keras Nanda menghalau rasa sakit tersebut. Ia layangkan tatapan tajam pada Kaisar, meluapkan amarah dan sakitnya bersamaan.

"Ini, Mas. Sepuluh ribu," ucap Ibu penjual. Nanda ambil plastik hitam tersebut, bersamaan dengan dirinya memberikan uang berwarna ungu dengan gambar pria tua tersebut. Masih meringis kecil, seraya berjalan tertatih keluar warung yang masih saja diikuti Kaisar.

"Maap-maap, lagian lo duluan, sih. Tadi nawarin soto apa nasgor, eh malah yang dibeli nasi kucing," gumam Kaisar sembari merampas plastik hitam tersebut, ia bawa menjauh dari Nanda yang memandangnya jengah.

Kaisar berjalan cepat meninggalkan Nanda, sesekali ia mengangkat bungkusan plastik tersebut setinggi wajahnya. Ia cium aroma yang mengguar beberapa kali, tak lupa mengintip isi di dalamnya.

"Ayo, makan!" seru Kaisar seraya menarik kasar bangku miliknya, sebenarnya tempat duduk Kaisar berada di depan dekat dengan pintu. Namun, ia tak kuasa menahan diri untuk tetap sebangku dengan Rizki yang sering mengusiknya.

Berakhir dirinya menempatkan diri pada kursi belakang, tentunya tanpa meminta izin terlebih dahulu pada sang pemilik. Kelas telah terisi beberapa orang, masing-masing sibuk pada kegiatan mereka. Entah sedang memakan, tidur, atau hanya menyalin tugas teman lainnga yang diberikan dari guru.

"Nan, lo engga beliin gue es teh?" tanya Kaisar dengan sudut mata melirik sekilas Nanda, tangannya sibuk dengan bungkusan nasi kucing yang ia buka.

"Beli sendiri." Decakan kesal Kaisar keluarkan, ia lirik sadis Nanda yang ikut duduk di bangku depan menghadap dirinya. Satu tangan Nanda meraih bungkusan nasi, ia ambil tanpa memperdulikan Kaisar yang masih menatapnya tajam.

"Pelit amat."

Kepala Nanda naik, menatap datar Kaisar yang menggerutu sembari menyuapkan nasi dengan sendok plastik ke mulutnya. Hingga kedua pipinya menggembung, terisi penuh oleh nasi. Dengan mulut yang masih bergerak acak mencaci Nanda dengan pelan, beberapa nasi di dalam mulutnya keluar dan terjatuh.

"Kayak bocah," gumam Nanda, dirinya bangkit dengan tangan membawa sebungkus nasi tanpa gorengan. Ia letakkan selembar uang ungu di samping bungkusan nasi milik Kaisar, kemudian pergi meninggalkan Kaisar menuju bangkunya.

"Anjay, cok! Maka-OHOK!" Kepala Nanda menoleh cepat, bahunya tertabrak kencang oleh Kaisar yang berlari sembari menahan seluruh nasinya yang berada di mulut.

Seisi kelas ikut menoleh, memandang Kaisar terkejut dan tak banyak yang tertawa geli melihat Kaisar yang menepuk dadanya berulang kali sembari berlari kencang.

Dengan cepat, Kaisar menghilang dari jangkauan mata Nanda. Ia lirik sekilas meja Kaisar yang masih terdapat nasi, cukup berantakan dengan kursi yang terjatuh di lantai. Kembali beralih menatap pintu, sesegera mungkin ia meletakkan bungkusan tersebut ke meja. Ikut berlari mengejar Kaisar.

.
.
.
.
.

Berdebu kali, nih, buku. Masih ada orang?

Di Tolak { Shinichi × Kaito }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang