07. Pak Supanggi.

81 13 6
                                    


Dorongan pelan pada bahunya membuat ia berjalan didepan sendiri memasuki ruangan bernuansa putih dengan deretan meja dan kursi berjejer rapi.

Kepalanya kembali menoleh menatap Laki-laki berbeda seragam dibelakangnya yang tersenyum lalu mengangguk pelan.

Ia merengut, tangan kanannya terangkat lalu mengetuk halus pintu kayu yang terbuka sambil memasukkan kepalanya kedalam ruangan.

"Cari siapa?" tubuhnya menegang, kaki kirinya mundur selangkah degup jantungnya berpacu lebih cepat.

"Cepet, masuk aja," lagi-lagi dorongan pada bahunya membuatnya sedikit terhuyung dan berakhir memasuki ruangan dengan beberapa orang berseragam coklat menatapnya heran.

"Anak baru ya?" kepalanya mengangguk pelan saat pertanyaan itu ia dapatkan.

"S-saya Kaisar Adyatma Geovan, Bu," mata Kaisar menangkap seorang Laki-laki yang bangkit dari duduknya yang berada diujung ruangan.

"Gak sama Nanda?" kepala Kaisar kembali menoleh kearah pintu masuk, mencari keberadaan Nanda yang ia harap masih menunggu diluar.

"Kenapa?" bahunya terlonjak kaget, kakinya mundur beberapa langkah karena sentuhan halus di punggungnya, menatap Laki-laki itu kaget.

"E-enggak, Pak," tangannya bergerak cepat melepas ransel di punggungnya, mengobrak-abrik isi tas entah mencari apa.

"I-ini formulirnya sama fotocopy Kartu Keluarga, Akta Kelahiran," menyerahkan map biru dengan berbagai kertas.

"Oh, iya," tangan Laki-laki itu mengambil map yang disodorkan Kaisar lalu berbalik meletakkannya diatas meja.

"Pindahan dari mana?" Kaisar menoleh, melihat Perempuan dengan jilbab coklat muda berjalan ke arahnya sambil membawa segelas teh hangat.

"J-jakarta, Bu," kepalanya menganggu, lalu berhenti tepat didepan Kaisar.

"Kaisar Adyatma, oh! Saudaranya Nanda ya?" matanya memicing membaca tag nama Kaisar yang terpasang di seragam sekolah lamanya.

"I-iya, Bu."

"Gak usah gugup gitu kenapa? Semangat ya belajarnya!" Perempuan itu berlalu setelah menepuk pundaknya beberapa kali.

"Ya udah, ikuti Bapak ke kelas kamu," guru bertag nama 'Supanggi Tirta S,Pd., M.Pd' mendahului Kaisar, berjalan keluar ruangan diikuti Kaisar dibelakangnya.

"Nama Bapak Supanggi, panggil aja Pak Anggi, saya juga nanti jadi wali kelas kamu sekaligus guru mapel Agama," jelasnya lalu diangguki Kaisar.

"Baik, Pak."

.

.

.

.

.

"Nanda! Ini caranya gimana?" belum sempat ia duduk dan meletakkan tasnya pada kursi, sudah ada sosok Perempuan berambut sebahu mendatanginya dengan membawa buku yang terbuka menampilkan muka halaman.

"Semalem ngapain aja, kenapa gak dikerjain dari semalem?" tasnya ia jatuhkan dilantai, lalu duduk bersebelahan dengan Perempuan berambut sebahu itu.

"Hehe, lupa aku tuh," cengiran lebar Nanda dapatkan, ia terkekeh pelan lalu menarik kembali tasnya yang sempat ia jatuhkan.

"Caranya aja," kepala Perempuan itu menggeleng menandakan penolakan saat Nanda menyerahkan buku bersampul coklat miliknya.

"Ya udah, sini-si-"

"Met pagi anakku yang pinter kaya Daddy," atensi semua orang menatap kearah pintu masuk menampakkan seorang guru beserta seseorang yang menatap guru sedikit jengah.

"Duduk dulu dong, nanti antri satu-satu minta tanda tangan jangan rebutan ya!"

"Nih, kalian dapet temen baru sekaligus Bapak nambah anak," tepukan pelan pada bahu Kaisar memuat ia maju selangkah untuk memperkenalkan diri.

"Kaisar Adyatma Geovan bisa panggil Kaisar atau Kai, pindahan dari SMA Apa Adanya Jakarta Utara," kaki Kaisar kembali mundur selangkah.

"Nah, udah kenal, kan nama anak Bapak yang baru?" entah apa salah Kaisar mendapatkan sesosok wali kelas yang terlalu aktif berbicara membuat dirinya sedikit geram, Pak Supanggi ini menurut Kaisar hampir sama dengan Bapak yang tak bisa diam.

"Bangku mana yang masih kosong?" seseorang mengangkat tangan kanannya lalu berdiri.

"Oh, sebelah Zeno kosong?" Pak Supanggi mengerutkan keningnya.

"Enggak, Zeno mau ijin ke kamar mandi," tatapan tajam dan sinis Kaisar lontarkan.

"Ya udah sana-sana pergi," usir Pak Supanggi lalu kembali menatap isi kelas, melihat bangku mana yang masih kosong.

"Rizki, kamu sendirian, kan?" yang ditanya menggeleng pelan.

"Di sini, kan tempatnya Avin, Pak," jelasnya membuat Pak Supanggi menghela nafas pelan.

"Jangan bucin deh kalian, Avin sama Zi keluar sana mau masuk juga malah nge-homo disini bikin jiwa Bapak meronta!"







Budayakan comment!

Lestarikan vote!

Di Tolak { Shinichi × Kaito }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang