18. Kamar Ujung

49 4 0
                                    

Malam sudah larut, Nanda dan Gabi juga telah terlelap di dalam kamar Nanda. Memang bisa jika kasur yang digunakan memuat dua orang, tetapi bukan itu yang membuat Kaisar masih terjaga.

Sebab, dirinya sempat melihat dengan jelas interaksi Bapak dan Nanda dari lantai atas, sengaja mengintip dibalik jendela yang sedikit tertutup oleh gorden. Kaisar dibuat pening bukan main, pelukan juga senyum cerah Bapak sangat berbeda dari yang ia dapatkan sebelumnya.

Belum lagi, Nanda yang memasuki kamar dengan keadaan berantakan. Mata berkaca-kaca, wajah memerah, juga tubuhnya yang bergetar gugup. Ditambah dengan ia tampak ragu memberikan tas ransel pada Kaisar tadi, suaranya pun bergetar dan serak.

Kaisar tidak mungkin harus memahami semua pecahan kejadian aneh belakangan ini. Nanda yang ia lihat tampak biasa saja pada Bapak, bahkan terakhir kali mencampakkannya, kini berubah menjadi lebih cerah penuh perhatian. Entah bagaimana bisa, Kaisar jelas dibuat bingung bukan main.

Ia melirik Gabi yang tertidur memeluknya dari samping, di sebelahnya lagi terdapat Nanda yang tampak tenang dan tidak terganggu dengan napas kasarnya yang berulang kali ia keluarkan. Sepertinya memang kelelahan, atau memang tidak peduli ia sedang apa.

Kaisar tengah duduk bersandar pada dinding kamar, sedikit merebahkan tubuhnya pada kasur sebab ia takut Gabi terbangun dengan pergerakannya. Matanya menyorot seluruh ruangan, memandangnya dengan kebingungan.

"Felnando," gumam Kaisar, ia beralih menatap Nanda yang merubah posisi tidurnya. Semula yang terlentang menjadi memunggunginya, sedikit menekuk kakinya juga di sisi ranjang.

"Gue ngerasa aneh aja sama tuh orang, banyak banget rahasianya," lanjut Kaisar pelan, ia mengusap puncak kepala Gabi perlahan. Entah apa yang ia lakukan, sadar atau tidak saja Kaisar tak mengerti.

"Tidur." Kaisar terperanjat, ia melotot tajam seraya menoleh cepat ke arah Nanda. Pemuda tersebut kini berusaha bangun dari tidurnya, menguap lebar sembari bersandar pada dinding. Matanya yang sayu tampak dipaksa terbuka, alis ikut dinaikkan sebisa mungkin guna menutup kantuknya.

"Lo nggak tidur?!"

"Gimana mau tidur kalo ini posisi keramat?" lirih Nanda, ia melirik Kaisar yang tercengang. Nanda turunkan kedua kakinya pada lantai, mencibir Kaisar dengan pelan.

Ia beranjak perlahan dari kasur, berjalan keluar sembari memijat pelipisnya. Pergerakan Nanda masih terpantau oleh Kaisar, dengan kebingungan ia tatap lamat gerak-gerik Nanda.

"Lo mau ke mana?" tanya Kaisar pelan, ia singkirkan dengan hati-hati tangan Gabi yang memeluk sebagian tubuhnya. Dirinya ikut bangkit perlahan, mengikuti langkah Nanda yang menuju kamar ujung.

Pertanyaan Kaisar tak terjawab, hanya langkah kaki yang sesekali terseret terdengar. Begitu sepi dan senyap malam ini, beberapa bagian rumah tampak gelap tak berbahaya.

Hingga Nanda berdiri di depan pintu kamar ujung, masih sama seperti terakhir kali Kaisar sambangi. Kertas penanda di depannya masih terpajang, sebuah tulisan tangan dengan spidol warna juga peringatan keras.

Nanda mendorong kenop pintu, membuat celah agar dirinya bisa memasuki kamar tersebut. Kaisar mengernyit, bukankah dirinya tidak diizinkan untuk memasuki kamar ini? Namun pergerakan Nanda menandakan dirinya harus mengikutinya.

"Gue masuk?" tanya Kaisar ragu, ia melangkah memasuki kamar takut-takut. Jantungnya seketika berdetak lebih cepat, merasa terancam saat ia dan Nanda telah berhasil masuk.

Tak ada perubahan sejauh ini, masih sama seperti terakhir kali. Sebuah kasur dengan seprei bergambar kartun Jepang, rak buku penuh dengan koleksi komik, juga seperangkat konsol game di dekat meja belajar.

Nanda duduk di tepi ranjang, memandang seluruh ruangan dengan tatapan sayunya. Ia menguap lebar, menatap Kaisar yang berdiri dengan kikuk di dekat pintu.

"Lo bisa keluar? Gue mau tidur di sini," tutur Nanda sembari menempatkan tubuhnya di atas ranjang dengan lesu.

Matanya tampak memerah juga berair, terlihat sekali jika dirinya tak bisa lagi menahan kantuk. Nanda membalik tubuhnya, memunggungi Kaisar yang membuka mulut tak percaya.

"Kok lo ngusir gue?! Kalo gitu ngapain tadi ngajak gue ke sini, Jamal?!" pekik Kaisar tak terima, ia tendang sisi ranjang itu penuh kesal. Mulutnya bergerak mencibir, matanya memutar malas, Kaisar benar-benar tidak habis pikir dengan Nanda.

"Gue nggak nyuruh lo ngikut, Samsul! Udah sana pergi, gue ngantuk. Jangan lupa tutup pintu." Kaisar membulatkan matanya sempurna, ia benar diusir oleh Nanda? Dirinya diminta untuk pergi dan kembali ke kamar Nanda?

Ia menggeleng heboh, menolak segera perintah Nanda yang sebenarnya memberikan dirinya ruang tersendiri, walau tetap ada Gabi yang menemani. Lagi pula, Nanda juga tidak akan pernah tidur jika posisi mereka menggelikan seperti itu.

"Nan, lo pasti tau, kan, kalo gue takut gelap?"

"Gue ngantuk, Kaisar! Lo tidur di kamar ngapa, sih?! Ada Gabi juga, geli gue lihat tingkah lo," cibir Nanda seraya menggerakkan tangannya mengusir Kaisar, ia benar-benar sudah mengantuk dan tak ingin berdebat dengan Kaisar.

•••

Udah ya? Segini aja dulu~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Di Tolak { Shinichi × Kaito }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang