03. Umpatan Manis Sang Pemikat.

150 16 14
                                    


Kaki jenjangnya ia tekuk, punggung tegap ia sadarkan pada pagar pembatas tangga, tangan kanannya guna menutup mulut dan hidungnya.

Partikel debu beterbangan mengelilingi lantai bawah membuat dada Kaisar lumayan sesak akibat tak bisa bernafas menghirup oksigen yang seharusnya ia hirup.

"Bapak ngapain?!" entah kenapa, hari ini Kaisar merasa ini Bapak-nya telah kerasukan sosok makhluk pecinta duda kaya beranak satu.

Bapak mendongkak menatap Kaisar yang berjongkok di ujung tangga lantai atas.

"Punya mata, 'kan?" kembali pada kegiatannya, Bapak mengangkat sebuah kotak kardus lumayan besar yang Kaisar pun tak peduli apa isinya.

Keduanya menoleh bersamaan menatap pintu putih, suara ketukan lumayan kencang berkesan tak sopan sebagai tamu mengetuk dengan berulang kali. Bapak menghela nafas kasar, kembali menatap Kaisar yang sudah berlari turun dari lantai atas dengan baju yang terangkat keatas hingga dada guna menutup mulut dan hidungnya sebagai penganti masker.

"Kowe ki opo ogak iso mlaku to, Cah bagus?" tanya Bapak sinis, jengah dengan kelakuan Kaisar yang setiap turun tangga antara sambil bermain handphone atau berlari seperti melihat hantu.

"Apa sih, Pak?! Bapak orang Indonesia, 'kan? Pake tuh bahasa yang di ciptain."


.

.

.

.

.


"Kok bisa kamu sampe di keluarin sih?! Bikin malu tau gak?!" ia mundur beberapa langkah tak kala telunjuk gadis di depannya menekan dadanya lumayan kuat.

Kaisar diam tak merespon, mencerna baik-baik apa yang baru saja ia dengar dari belah bibir sang pujaan.

"Trus! Tadi aku dikasih tau sama Gema kalo kamu mau pindah keluar Kota!" Kaisar kembali diam, mendengarkan seksama setiap ucapan gadis di depannya tanpa berani menyela.

"Aku tuh pacar kamu loh, Kaisar! Masa hal gini aja kamu gak cerita, apalagi kalo ada masalah besar! Kita tuh juga harus saling jujur satu sama lain!" kepala Kaisar tertunduk, ia memejamkan matanya lalu menetralkan nafasnya yang sempat tak beraturan.

"Kamu masih cinta gak sama aku?!" tangan Kaisar terangkat, menutup sebelah telinganya berharap ia tak pernah mendengarkan apapun yang di lontarkan berbagai mulut dengan pertanyaan menohok untuknya pada hari ini.

Kaisar mendongkak, menghembuskan nafasnya pelan. Matanya menatap gadis berambut panjang didepannya dengan sorot mata sedih. "Gi-"

"Apa?! Kamu mau ngelak?! Iya?!" lagi-lagi Kaisar diam, kalah berdebat dengan makhluk berbeda kelamin di hadapannya.

"Iya, aku mau pindah. Tapi aku gak di keluarin dari sekolah, Naz," berusaha mempertahankan senyumnya, tangan Kaisar bergerak hendak mengusap surai gadis-nya namun belum menyentuh sehelai pun, tangannya sudah di tepis dengan kasar.

"Gak usah pegang-pegang, najis!"


.

.

.

.

.


"Gimana? Nazel percaya gak?" bagai hinaan, Kaisar menatap tajam Bapak yang tertawa di balik pintu dekat jendela.

"Bapak apa-apain, hah?! Reputasi Kai sebagai anak teladan nan rajin hancur karena kelakuan Bapak!" kuku jarinya memutih karena menahan emosi, lehernya tercekat membuat urat lehernya terlihat jelas akibat teriakannya meluapkan kekesalan.

"Anak zaman sekarang mana ada sih yang sopan sama orang tua, kelakuannya sama kaya kamu gitu bisa-bisa hancur dunia karena sikap kalian itu," tangan Bapak bergerak menutup tirai setelah usai siaran langsung perdebatan percintaan anaknya yang pupus karena sebuah reputasi.

"Halah, Bapak bacot. Muak aku tuh!" dengan langkah cepat, Kaisar bergegas naik lantai atas sebelum Bapak kembali berucap puluhan kalimat yang menurut Kaisar membuang waktunya.

"Ngomong apa kamu tadi, hah?! Bapak tabok juga mulut kamu lama-lama!" 










Double up!

Bilang apa sama Apin?!

Budayakan Comment!

Lestarikan Vote!

Di Tolak { Shinichi × Kaito }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang