15. Ruang Kesehatan

61 5 1
                                    

"Alay," celetuk Nanda yang baru saja menutup pintu ruangan, ia bersedekap dada seraya memandang angkuh Kaisar.

Dirinya lirik sekilas seluruh ruangan yang diharap tak ada orang, sebab ia tak berjanji akan tidak adanya adegan menggelitik. Nanda hanya menganggap Kaisar sebatas adik, tidak lebih karena memang begitu nyatanya.

"Kerongkongan gue sakit banget, sumpah! Ndasmu alay!" sentak Kaisar tak terima, ia memandang marah Nanda yang dengan sombongnya mengangkat bahu acuh.

"Salah sendiri makan sambil ngomong, keselek sendok itu, mah," tutur Nanda asal, ia tarik kursi plastik tak jauh dari ranjang Kaisar. Dirinya tempatkan pada samping ranjang, duduk dengan kedua tangan berada di atas ranjang.

"Tumben lo bolos pelajaran Mat? Biasanya juga paling gas poll," tanya Kaisar sinis, ia hempaskan punggungnya kasar pada dinding dengan pelindung bantal. Sebenarnya, tak ada masalah serius yang membuatnya harus berada di Ruang Kesehatan, tetapi ia sendiri yang memaksa untuk berada di sini.

Mungkin, niat hati membolos pelajaran dengan alasan sakit, atau bisa saja dirinya diberikan izin untuk pulang daripada memenuhi ranjang Ruang Kesehatan. Itu rencana Kaisar, yang mungkin saja digagalkan oleh Nanda.

"Nggak ada guru," tutur Nanda pelan, ia letakkan kepalanya pada lipatan tangan. Seakan yakin untuk tidur dengan posisi duduk, ia nyamankan tumpukan tangannya.

Kaisar hanya mengangguk, membulatkan matanya tak percaya saat mendengar penuturan tersebut. Walau ia baru satu bulan di tempat ini, tak pernah dirinya merasakan jam kosong pada mata pelajaran tersebut.

Dirinya hanya sering mengatakan berbagai alasan, tentunya agar tak mengikuti tiga jam membosankan yang menurutnya sia-sia. Lagi pula ada Nanda yang akan membantunya dalam menyalin tugas.

"Nan," gumam Kaisar dengan alis mengeryit heran, ia tetap aneh Nanda yang tidur dengan posisi duduk. Tubuh yang melengkung dan kepala tertunduk tersebut membuat Kaisar akan ikut merasakan sakitnya.

Nanda hanya bergumam, tentunya tanpa sedikitpun bergerak untuk memberikan respon banyak pada Kaisar.

"Tidur di atas, anjir. Entar sakit tuh punggung lo," ujar Kaisar pelan seraya membenarkan letak bantalnya. Ia jatuhkan tubuhnya sepenuhnya pada kasur, dirinya posisikan tertidur di sisi ranjang.

Nanda segera membuka matanya, mengangkat kepala dan menatap Kaisar penuh. Masih dalam keterdiamnya, bukannya bergerak menaiki ranjang atau hanya sekedar menggerakan kepala. Nanda dengan santai bangkit dari duduknya dan berjalan menjauh.

Kerutan di kening Kaisar terlihat, hampir mengatakan segala caci maki pada Kaisar tetapi ia urungkan. Kaisar bahkan sudah membuka mulutnya, namun tindakan Kaisar membuatnya kembali diam tak menggubris.

Tirai pembatas antara kasur seberang ditutup oleh Nanda, ia tarik kain tersebut hingga tak dapat terlihat apapun dari dalam maupun luar. Setelahnya, Nanda kembali mendekati ranjang, menyikap kaki Kaisar yang sekiranya menghalang sisi kasur lainnya.

"Lo kenapa, cuy? Nyeremin, bangkek!" rintih Kaisar sembari merapatkan tubuhnya, ia beri jarak antara keduanya beberapa senti.

"Berisik!" sentak Nanda. Ia rebahan tubuhnya membelakangi Kaisar, meringkuk sembari memegang kepalanya.

"Ya maap, gue cuma nanya. Lo soalnya beda."

Decakan kesal terdengar, Nanda menegakkan tubuhnya dengan mata melirik tajam Kaisar yang membulatkan mata.

"Itu juga karena lo!" pekik Nanda tertahan, ia menggeram rendah dengan mengepalkan tangannya.

"Kok gue sih, anjing?!"

"Lo sama aja kayak bapak lo itu ternyata," desis Nanda meradang, ia terkekeh sumbang setelahnya.

"Kenapa jadi bawa bapak gue, bangsat!" seru Kaisar tak terima, ia terjang tubuh Nanda yang terduduk di sisi ranjang. Mendorong tubuh sepupunya itu kasar hingga terjatuh dari atas kasur, disusul oleh dirinya yang ikut turun.

"Bapak lo itu sialan!" Nanda segera memundurkan tubuhnya, menjauh dari jangkauan Kaisar saat hendak kembali berbuat gila.

Mendengar hal itu, Kaisar semakin gencar menahan pergerakan Nanda yang bahkan belum sempat bangkit dari jatuhnya. Dirinya tindih dada Nanda sebelum sepupunya berusaha bangkit, bersamaan dengan Kaisar yang menekan kuat telinga kiri Nanda agar pipi kanannya tetap menyentuh lantai.

"Elo kali yang bajingan!" Nanda yang tak terima dengan ucapan Kaisar berusaha melepaskan dirinya, meronta sekuat tenaga dengan mendorong keras tubuh Kaisar yang ia bisa raih.

"Bangsat!" pekik Kaisar disusul rintihan, ia pegang kepala belakangnya yang tertabrak keras oleh besi kaki ranjang hingga tergeser lumayan jauh.

Nanda tersenyum menang, ia tahan kedua tangan Kaisar di sisi kepalanya. Dengan dikungkungnya Kaisar di bawah tubuh dirinya, Nanda menatap tajam Kaisar yang ikut memandangnya sinis.

"Coba aja bapak lo itu nggak dateng ke sini, Kakak gue masih hidup, Kaisar!"

"Ini salah bapak lo!" teriak Nanda dengan wajah memerah, kedua matanya memanas dan berair. Ia tundukkan kepalanya dalam seraya meremat kuat pergelangan Kaisar.

"Bapak lo yang salah," gumam Nanda berulang kali. Kaisar tersentak dibuatnya, ia berusaha menatap wajah Nanda yang berpaling dan masih saja berkata hal serupa dengan suara seraknya.

"Felnando?"

Di Tolak { Shinichi × Kaito }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang