Chapter 6

74 8 0
                                    

A/N: Thanks so much for all the support after the last chapter! Yeeting filthy smut into the void can be very nerve wracking sometimes, and I am glad to have such nice and supportive readers. 3

I do have some potential bad news—I am going to do my best to make the next chapter come out on time, but if it's a little late, don't panic! It's just because the last chapter (7) has turned into the last two chapters (7 and 8) and I may or may not be completely rewriting them. It will be worth it, I swear! I thank you in advance for your patience!

Enjoy it!

***

Segalanya berlangsung sangat cepat setelah Kakashi dan Sakura menerima surat perintah untuk datang ke kantor Hokage. Surat itu mengatakan agar mereka bergegas, jadi keduanya membersihkan diri dari kegiatan seks mereka yang begitu menggairahkan, dan secepat mungkin mengenakan pakaian mereka kembali.

Tidak ada pembicaraan tentang apa yang telah terjadi di antara mereka. Bahkan keduanya tidak berbicara sama sekali. Tapi setiap kali Sakura menatap Kakashi, ia dapat melihat kerutan kecil di sudut matanya yang menandakan sebuah senyuman—meski hal itu terasa getir baginya.

Tidak ada cukup waktu untuk bertanya tentang perasaan Kakashi, atau mengeksplorasi perasaannya sendiri. Juga tidak ada waktu untuk membicarakan ketidakmungkinan dirinya untuk tetap tinggal di masa lalu, atau Kakashi ikut dengannya ke masa depan. Sakura tidak tahu bagaimana perasaan Kakashi, tapi ia tahu bahwa ia harus pulang—tidak ada keraguan tentang hal itu. Hidupnya, keluarganya, teman-temannya—dia tidak akan pernah bisa meninggalkan mereka.

Waktu Sakura di masa lalu, saat ini, telah habis.

Setelah keduanya berpakaian rapi, mereka meninggalkan apartemen dan menuju menara Hokage. Kakashi masih tak mengatakan apapun, tapi dia menunggu Sakura tanpa kata, tetap berada di sampingnya saat mereka berlari melintasi atap-atap rumah.

Ketika mereka sampai di kantor Hokage, Hokage Ketiga telah menunggu mereka, bersama orang lain — Yamanaka Inoichi. Melihat mendiang ayah Ino berdiri di sana dengan ekspresi datar dan tenang membuat hati Sakura terluka, terlebih saat ia menyadari seberapa besar harga yang akan diberikan oleh sahabatnya itu untuk bertemu dengan ayahnya sekali lagi. Tetapi hati Sakura justru semakin pilu saat ia mengingat alasan mengapa ayah Ino ada di sana.

Yamanaka Inoichi akan membuat Kakashi melupakan segala hal tentang dirinya.

Itu bukan hal baru, tapi tetap saja terasa menohok. Melirik ke arah Kakashi yang berdiri di sampingnya, Sakura mengira ia melihat kepasrahan yang sama seperti yang ia rasakan pada sorot mata Kakashi, tetapi itu mungkin hanya khayalannya saja. Tidak mudah untuk mengetahui apa yang dipikirkan seseorang hanya dengan melihat salah satu matanya—bahkan jika ia sudah cukup mahir dalam hal itu.

"Sakura. Dan Kakashi," kata Hokage Ketiga menyapa saat mereka melangkah masuk melewati pintu yang terbuka, tersenyum pada mereka. "Aku senang bisa memberi tahu kalian bahwa aku telah menyelesaikan jutsu yang akan membawa Sakura pulang."

Melakukan yang terbaik untuk memberikan senyuman cerah sebagai balasannya, Sakura berkata, "Terima kasih, Sandaime. Aku tak sabar untuk kembali ke masaku sendiri." Itu hampir sepenuhnya benar.

Hampir.

Seakan dia tahu apa yang Sakura pikirkan—siapa yang dia pikirkan—Hokage Ketiga berkata, "Sebelum kita mulai, Sakura, apakah kau sudah berhasil dalam misimu? Apa kau sudah meyakinkan Kakashi bahwa dia harus menjadi seorang guru?"

Sebelum Sakura sempat menjawab, Kakashi dengan enteng menyahut, "Oh, tentu saja. Saya yakin." Kakashi menatapnya, memalingkan kepalanya sehingga hanya Sakura yang bisa melihat kerutan di alisnya. "Dia sangat penuh semangat."

When I See You AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang