2. Confessed

134 16 1
                                    

Happy Reading
───────•°•❀•°•───────

Ketika sedang asyik selonjoran di tempat tidur, Zhan tiba-tiba datang dan merebahkan kepala di atas pahanya. Fokus yang semula berada pada novel yang tengah dibaca mau tak mau teralih. Yibo meletakkan buku tebal itu dengan posisi terbalik, kemudian mengulurkan tangan untuk mengelus surai halus Zhan yang mulai tumbuh panjang.

“Kamu dari mana, Zhan?"

Zhan sedikit mendongak untuk dapat melihat lawan bicaranya. “Dari dapur. Tadi ibu ngajakin bikin cookies coklat.”

“Pasti capek, ya?”

Pria manis itu menggeleng pelan. “Gak, kok. Malahan seru tahu, ibu cerita banyak hal tentang mama, papa waktu muda dulu.”

“Oh, ya?”

“Mn. Ternyata, ya, Yibo ... mama, tuh, dulu licik banget, loh,” tutur Zhan dengan bibir yang mengerucut lucu.

Kening Yibo langsung berkerut. “Licik? Licik gimana?”

Zhan mengubah posisinya, ikut selonjoran di samping pria tampan itu, kemudian menyandarkan kepalanya di bahu tegap Yibo. Lehernya terasa pegal jika harus mendongak dalam waktu lama.

“Iya, licik. Mama tahu papa juga suka dia tapi papa pengecut banget. Papa gak berani nembak karna takut cintanya bertepuk sebelah tangan. Papa takut bakalan buat persahabatan mereka hancur. Padahal mama selalu ngasih kode, tapi emang dasarnya aja papa yang gak peka. Mama yang udah kesal mulai bikin rencana. Ayah, ibu, paman Aldi juga ngebantuin. Mereka pura-pura  ngasih tahu papa kalau mama dijodohin sama sahabat paman Aldi, paman Wijaya.”

“Lalu, gimana reaksi papa pas tahu mama dijodohin?” Yibo bertanya lagi. Sungguh penasaran dengan kelanjutan kisah dari kedua orang tua sahabatnya semasa muda. Apakah keduanya akan mengalami fase kehilangan dulu lalu bersatu atau justru langsung jadian? Entahlah, ia sangat penasaran.

“Habis dapat kabar itu, papa jadi sering gusar sama uring-uringan. Papa dilema. Di satu sisi, papa gak mau kehilangan mama tapi di sisi lain papa juga gak bisa berbuat apa-apa. Papa stres sampai jatuh sakit kata ibu.”

“Terus?”

“Mama tentu datang jengukin papa tapi gak sendiri, mama datang sama paman Wijaya. Melihat mereka datang bersama, papa jadi sakit hati, cemburu, juga marah. Ayah sama ibu yang datang lebih dulu dari mama syok karena papa tiba-tiba aja narik mama, terus nyium bibir mama di depan mereka semua.”

“Impulsif,” tutur Yibo.

Zhan mengangguk setuju. “Ya, impulsif memang tapi itu wajar, ‘kan? Emangnya siapa, sih, yang bisa terlihat baik-baik saja kalau udah dilahap api cemburu?”

“Terus gimana?”

“Apa lagi? Tentu papa  confessed dan jadilah aku sekarang. Heheheheee ....”

Yibo nampak berpikir keras. Sejujurnya, ia dan papa berada di posisi yang sama. Mereka sama-sama menyukai sahabat sendiri dan takut jika perasaan mereka justru bertepuk sebelah tangan. Namun, berbeda dengan papa yang telah memiliki akhir manis bersama mama, ia masih belum tahu bagaimana akhir dari perasaan tersembunyinya terhadap pria manis yang tengah asyik bersandar di bahunya.

“Zhan, gimana kalau seandainya aku berada di posisi papa dan kamu berada di posisi mama? Akhir kisahnya bakalan sama gak, ya, sama mereka?”

Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Yibo bahkan terkejut, tak menyangka akan berkata seberani itu.
Zhan mengangkat kepalanya dari bahu Yibo, ia menatap pria tampan itu dengan intens.

Scary holiday (Yizhan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang