Sudah seminggu sejak Niki duduk semeja dengan Sharga, pemuda yang hingga kini masih membuatnya kesal dengan segala kelakuannya yang kerap kali di luar akal sehat (bagi Niki).
Niki benci gangguan, dan baginya, sharga adalah gangguan.
Sharga dengan segala keributan yang sengaja diciptakannya, pun Niki dengan segala umpatan sekaligus amarahnya, adalah kombinasi yang mampu membuat satu kelas-bahkan satu sekolah-geger berkat huru-hara mereka.
Buktinya?
Lihat saja, kini dua anak Adam itu tengah berkejaran di lapangan olahraga yang panas-jelas Niki yang mengejar, dengan ekspresi penuh amarah sembari mengacungkan sebilah sapu di tangan.
Ya, kedua anak itu sukses menjadi tontonan seru para murid SMAN Nusantara Raya.
"SINI LO, SHARGA ANJING!!!"
"AMPUN NIK, YA TUHAAAN ... GUE KAN CUMA PENASARAAAN!!"
"RASA PENASARAN LO CUMA BAWA GARA-GARA, SIMBOLON BANGSAT. SINI LO, ANJING, GUE PATAHIN LEHER LO!!"
"GAK MAU! NANTI LO MUKUL GUE!"
Ya, kira-kira begitulah gambaran huru-hara di lapangan. Entah sudah berapa putaran dua remaja itu mengelilingi lapangan olahraga, tak pedulikan siswa lain yang asyik menonton dari koridor kelas.
Bahkan mereka terlihat lebih bersemangat berlari daripada ketika jam pelajaran olahraga.
Dan entah apa lagi yang diperbuat oleh si Simbolon hingga membuat Niki murka.
Sementara itu, di koridor kelas XI IPS A ....
"Mereka makin akrab, ya."
Seorang gadis yang juga sedang menonton pertikaian sengit di lapangan menoleh cepat-membuat kuncir ekor kudanya bergoyang-kala seorang pemuda muncul tiba-tiba di sebelahnya. Dinda.
"Akrab bapak lo. Si Bolon nyawanya udah di ujung tanduk gitu."
Pemuda itu tertawa. Galih. "Akrab, jir, lo nyadar gak, sih? Mereka jadi lebih banyak interaksi akhir-akhir ini-"
"Lebih tepatnya, temen lo yang ngebacot terus, dan Niki yang kepancing bacotannya. Ribut, deh."
Dinda memotong ucapan Galih, yang hanya dibalas cengiran oleh pemuda itu. Benar juga apa yang dikatakan Dinda. Sharga sering kali membuat Niki kesal dengan ucapan dan kelakuannya. Tapi-hei, bertengkar juga termasuk ke dalam "berinteraksi", bukan?
"Tapi, Din, taruhan sama gue." Galih menjeda kalimatnya, sembari menatap Pak Ruslan-guru BK sekolah mereka-berseru-seru memanggil dua kawan sekelasnya itu ke pinggir lapangan sembari berkacak pinggang. Mestilah setelah ini mereka diomeli. "Kalo mereka tiba-tiba jadian-"
"Kayaknya gak mungkin," tukas Dinda cepat sembari mengibaskan tangan. Dwimaniknya turut tertuju ke arah Sharga dan Niki yang kini sama-sama tertunduk di depan Pak Ruslan. Ya, benar-benar diomeli. "Meski gue sering godain Niki soal itu, tapi Sharga bukan tipenya Niki."
"Ya kalo emang jodoh, gimana?" Galih membantah, menatap Dinda dengan pandangan tak mau kalah.
Dinda tertawa. Sebelah tangannya terangkat, melambai ke arah Niki-dan Sharga-yang melangkah menuju mereka dengan wajah masam. "Asal Sharga nggak nyakitin Niki, ya gapapa."
Galih ikut tertawa. Ia menganggukkan jemalanya. "Kita liat aja."
* * *
"Anjing, emang."
"Kenapa lagi...."
Dinda yang sedang membereskan mejanya-bersiap pulang, sebab lima menit lagi bel tanda berakhirnya proses belajar-mengajar di sekolah itu akan berbunyi-menatap sekilas ke arah Niki yang sudah rapi, siap pulang dengan ransel di punggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Sharga
General Fiction[ TRIGGER WARNING: HARSH WORDS, VIOLENCE, EMOTIONAL & PHYSICAL ABUSE, SEXUAL ASSAULT, SELF-HARM, SUICIDE, TRAUMA, SEVERE DISEASE, ANGST. ] Sejak hari itu, ia tak lagi punya resolusi. Ia tak lagi punya tujuan. Di hari itu, ada sesuatu dalam dirinya y...