"Abang, kami akan pulang, maaf telah merepotkan ya!"
"Iyaa, hati-hati dijalan ya Ice, Thorn."
Thorn melambaikan tangannya sambil tersenyum, begitu pula dengan Ice.
'Hah, rumahku kembali sepi.' Ucap Beliung dalam hatinya. Dia kembali masuk kedalam rumahnya.
Beberapa kali dia meregangkan badannya. Sepertinya dia sedikit lelah mengurus kedua anak itu.
----------
⚠ warning ⚠
.adanya kata-kata kasar..
.
.
.Bunyi pintu terdengar. Ice dan Thorn telah sampai kerumah mereka. Segera bergegas berjalan keatas tangga untuk kembali ke kamar mereka (kamar Taufan).
Sebelum mereka menyadari ada suatu ledakan dari salah satu kamar.
Bomm!!
"What the fuck.?" Ucap Ice sambil melambai-lambaikan tangannya untuk membersihkan beberapa asap yang berterbangan di depan mukanya.
"Ah, maaf bang Ice, Thorn. Gw lupa nutup pintu jadi asapnya malah kemana-mana." Ucap si pelaku yang ternyata si anak bungsu, Solar.
"Babi. Lo kalo lagi ngelakuin hal-hal aneh bisa hati-hati dikit, ga? Kalo misal fatal kena yang lain, lo mau? Dah gaguna, ceroboh. Dasar bedebah." Ucap Thorn dengan sangat marah dan meninggikan suaranya. Wah author ga respect Thorn bisa ngeluarin kata-kata mutiara gais.
"Anjing, gw udah minta maaf juga. Lagian gabakal fatal juga, cuman asap gitu." Bantah Solar tidak kalah meninggikan suaranya.
"Alah brengsek, kagak fatal kagak fatal. Lo ga inget kejadian 2 tahun lalu? Cuman ngedorong dikit langsung di marahin. Dan gw tebak kalo bang Upan masih ada dirumah tetep bakalan diusir." Jawab Thorn dengan malas.
Si mata empat itu hanya terdiam sambil memalingkan pandangannya dari kembarannya itu.
"Ice? Thorn? Kalian sudah pulang?"
'Sekarang Babinya malah nambah, Thorn.' Gerutu Ice di dalam hatinya.
Thorn hanya berdecih kesal karena Gempa datang.
"Ga sopan amat lu ama abang sendiri." Ucap Blaze yang memang tadi sudah berada di belakang Gempa.
"Should he care, huh?" Giliran Ice yang membantu Thorn.
Blaze mengerutkan alisnya, "Apa-apaan sih lu berdua, kekanak-kanakan amat. cuman ilang satu keluarga aja ampe berubah gini. Kehilangan ortu aja kagak peduli, lah ini."
Dengan ganas Thorn menarik kerah baju Blaze, "Lu yang apa-apaan. Patah tangan dikit aja langsung teriak satu RT. Emang mending gausah diselamatin yang namanya manusia bedebah kek lo ini. Gaguna bang Upan gunain kuasanya buat nyelamatin lo, ngalah buat dia yang pergi daripada harus ngebuat lo semua bertengkar karena dia."
"Woi, apa-apaan kalian ini!?" Teriak Halilintar yang baru saja mandi dan mendengar keributan dari luar kamarnya.
"Bang Hali! Blaze dan Thor—" Ucapan Gempa terpotong.
Thorn mendorong Blaze ke arah Hali. Dan dengan sigap Hali menangkap Blaze yang hampir terjatuh, "Pas banget lo ada disini, lo yang paling tua kan diantara mereka? Lo didik bedebah ini tentang kenyataan. Jangan cuman bisa asal bunyi doang. Lo kasih tau ke dia baik-baik, dengan perlahan kalo lo bisa, kasih tau kalo dia tuh pantesnya MATI.
Sekali lagi lo ngatain bang Upan. Biar gw aja yang ngedidik lo, PAHAM?" Ancam Thorn kepada Blaze, tentu saja itu membuat Blaze merinding. Thorn bukanlah adik yang mereka kenal lagi. Tidak. Thorn bukanlah adik mereka lagi.
Thorn berjalan ke arah kamar milik Taufan yang juga diikuti oleh Ice.
SLAM!
Bunyi pintu yang di tutup dengan bantingan yang kencang membuat yang lainnya terkejut.
Gempa memegangi kedua tangannya. Solar menundukkan kepalanya. Dan Blaze terdiam dalam lamunannya.
Halilintar menghela nafasnya, "Jangan coba-coba untuk membuat mereka marah, Blaze. Sudah abang katakan berulang kali, bukan?"
"Maafkan aku, bang—" Blaze tertunduk dengan merasa bersalah.
"Ya."
Gempa berjalan kearah Blaze untuk memeriksa apakah Blaze terluka atau tidak.
"Bang Hali, sesuai rencana kemarin semuanya terkendali. Dan alat itu sudah berada di meja makan di rumah milik 'Beliung' tersebut." Ucap Solar, memberitahu.
"Baiklah, kita mulai menguntitnya besok. Kita dengarkan apa saja yang ia bicarakan. Semoga alatmu tidak mengecewakan, karena hanya ini kesempatan kita." Ujar Halilintar.
"Ya, bang."
Gempa menggigit bibirnya ketika mendengar bahwa rencana itu telah terjalankan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Seseorang menumpukan dirinya di salah satu meja yang panjang, nampaknya itu adalah meja makan.
"Hah, rencana mereka ini benar-benar mudah sekali di tebak." Ucap lelaki bersurai sapphire.
"Kau benar. Bahkan sekarang belum mereka hidupkan." Jawab dari rekannya.
"Omong-omong sudah batas mana kamu mengerjakan 'itu'?" Tanya si surai sapphire.
"Masih setengah jalan, tentu saja untuk melengkapi bagiannya sangatlah susah. Dan ketika sudah selesai, ku sarankan kau 'keluar' dulu dari sana, paham?"
"Apa? Lalu bergentayanganlah aku, begitu?"
"Ya, sementara sajalah. Tak akan kubiarkan lama-lama."
"Dan juga bagaimana kabar bunga itu? Kulihat semakin sedikit saja kelopaknya. Apa benar bunga itu adalah hitungan kita sampai kerencana kita?"
"Kau ini, selalu saja menanyakan bunga itu. Tenang saja, di atas kelak bila kita bertemu lagi, akan ku beri kau bunga mawar yang banyak, paham?"
"Haha, memang hanya kamu yang terbaik, Bel."
"Ya-ya. Tentu sajalah, karena aku juga yang merupakan kembaranmu. Bukan si manik 'ruby' itu."
----------------------------------------
Haloo, maaf lama updatenya!
Author agak sibuk belakangan ini.Namun silahkan di nikmati ya!
Jangan lupa vote!!
KAMU SEDANG MEMBACA
'Do U Miss Me?' [BoBoiBoy Taufan]
FanfictionSlow-updated>> >>>>>>>>>>><<<<<<<<<<< •[Boboiboy Taufan FanFic Story]• Kenapa semuanya membenci aku? Kenapa aku dibilang anak pembawa sial? Kenapa mereka memarahiku karena aku ingin menyelamatkan Blaze? Kenapa tidak ada yang menginginkan keberad...