Pagi yang cerah. Banyak orang sibuk dengan pekerjaannya. Ada yang kesana-kemari membersihkan tiap sudut ruangan agar tampak mengkilap, ada yang membawa piring, membawa gaun baru hasil pesanan yang baru tiba dan masih banyak lagi. Di setiap ruangan selalu diisi oleh orang-orang yang tengah sibuk mengerjakan tugas mereka masing-masing.
"Julian!" lengan baju laki-laki itu tiba-tiba digeret untuk membuatnya lebih dekat dengan orang yang mengajak berbicara ketika dia sedang asik berjalan di lorong. Lengan baju kemudian berpindah pada tangan. Julian lalu dibawa ke sebuah ruangan yang sedang kosong, menghindari kebocoran rahasia semalam agar ayah mereka tidak sampai mendengar, "Kemarin malam kamu pergi kemana?!" tanyanya dengan galak. Sosok yang berbicara adalah Lilian, gadis itu berusaha mencari Julian saat mendengar bahwa adik kembarnya telah berada di rumah.
"Berkeliling." Julian menjawab jujur dengan nada enteng. Meski Lilian yang menyeretnya ke tempat itu diluar prediksi, tapi dia tetap tenang karena sudah terbiasa menghadapinya. Saat ini mereka tengah berada di suatu ruangan yang berada di bangunan tengah istana Estenaria. Tempat dimana anggota keluarga inti sering berkumpul untuk menghabiskan waktu.
Istana Estenaria memiliki tiga bangunan utama, bangunan tengah, depan dan bagian belakang. Bagian depan sering digunakan untuk menyambut para tamu penting, merayakan perayaan dan kepentingan kenegaraan yang menyangkut seluruh pemerintahan. Di bagian tengah digunakan untuk berkumpul, sekedar bercengkrama atau membahas soal masa depan anggota keluarga demi meneruskan kejayaan Estenaria sedangkan untuk bagian belakang adalah tempat mereka semua beristirahat. Di bagian lain, ada aula besar dan taman-taman yang dipenuhi bunga-bunga. Ada juga jembatan putih yang sering diam-diam digunakan oleh para pelayan untuk bertemu dengan kekasihnya yang sesama pelayan istana. Bagian lain yang lebih umum masih banyak tetapi mungkin tidak akan habis jika dijelaskan karena saking besarnya istana kerajaan Estenaria.
Selain itu, penghuni inti keluarga kerajaan saat ini hanya ada lima, Julian, Lilian, ayah dan ibunya, dan juga nenek mereka. Sesekali keluarga lain seperti paman atau anak dari pamannya, sering mengunjungi istana. Entah untuk bermain atau membahas hal lain. Selebihnya hanya kolega atau teman bangsawan lainnya yang sering bolak-balik mengunjungi istana tersebut.
"Terdengar mustahil kalau hanya sekedar berkeliling."
"Iya baiklah aku tidak bisa menyangkalnya."
"Julian!" seru Lilian, laki-laki itu sampai membuka kelopak matanya lebar-lebar karena tiba-tiba saja seruan yang tidak terbayangkan keluar mendadak dari mulutnya. Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh kakaknya itu. Sepertinya pikiran Lilian mulai membayangkan hal buruk yang dilakukan olehnya kemarin malam, yaa diakan memang suka memikirkan banyak hal tidak masuk akal soal dirinya padahal tidak pernah ada satupun yang terbukti benar, "Apa yang kamu pikirkan. Kamu itu putra mahkota, jangan pernah berbuat hal konyol untuk kesenangan sesaatmu!" nadanya agak meninggi. Julian malah tertawa.
"Tunggu sebentar, memangnya apa yang aku lakukan?"
"Kenapa kamu malah tanya kepadaku."
"Lilian--" kata-katanya tidak selesai. Julian menghela napas panjang. "Baiklah akan aku katakan apa yang aku lakukan tadi malam. Dengarkan baik-baik. Aku baru saja menyelamatkan hidup seseorang. Itu saja, sudah."
Lilian menyipitkan matanya, apakah ucapan Julian bisa dipercaya atau dirinya hanya jahil? tapi kemudian dia bertanya, "Apa yang kamu katakan soal menyelamatkan hidup seseorang?"
"Aku menyelamatkan orang tanpa sengaja di tengah malam."
"Hah?"
"Me-nye-la-mat-kan, menyelamatkan." Julian masih telaten menjelaskan.
Benar, Julian telah menyelamatkan Anneliese malam itu. Lalu kemana perginya mereka? Malam itu Julian membawa Liese ke salah satu rumah di sebuah desa di bawah istana Estenaria. Ke rumah seorang pelayan istana kepercayaannya untuk menitipkan Liese. Kebetulan penghuni rumah hanya tinggal sebatangkara. Seorang diri dengan usia yang sudah cukup senja sekitar lima puluh tahunan, bibi Marina.
Mengulang apa yang mereka bicarakan tadi malam, sebelumnya pintu diketuk dan menunjukkan seorang wanita keluar dari dalam dengan mata yang terkantuk-kantuk.
"Bibi." kata laki-laki itu tepat saat pintu terbuka dan menampilkan orang yang dituju.
Satu hal yang terjadi ketika melihat sosok pangeran mahkota ada di depan rumahnya, Marina melebarkan kelopak mata lalu memberikan salam hormat. Setengah nyawanya yang belum kembali langsung terkumpul usai melihat sosok Julian memanggil namanya, "Astaga tuan muda--" dia membungkuk sebentar kemudian melanjutkan kata-katanya, "--kenapa anda kemari malam-malam begini?"
Julian meringis, "Maaf sudah mengganggu istirahat bibi. Apa saya boleh minta tolong pada bibi Marina?"
"Ada apa? Tuan muda ingin apa?"
Selesai mendengar pertanyaan tersebut, Julian bergeser untuk menunjukkan sesuatu di belakangnya. Karena mengerti gesture itu tanpa dijelaskan, bibi Marina melihat ke belakang. Disana ada seorang gadis yang rambutnya acak-acakan tengah menundukkan pandangan matanya. Dia tampak lusuh tapi anehnya mantel tuan muda negeri Estenaria ada padanya, malah digunakan untuk menutupi tubuhnya yang mungil. Hal ini jelas menimbulkan sebuah pertanyaan.
"Siapa?"
"Saya menemukannya di jalan seorang diri. Sepertinya dia habis mengalami hal buruk sebelum bertemu dengan saya tanpa sengaja. Apa saya boleh minta tolong pada bibi soal gadis ini?" jelas Julian.
Bibi Marina menutup mulut. Dia terkejut lalu berusaha meneliti tampilan gadis itu. Setelah benar menemukan ketidakbenaran pada sesuatu di tubuh Liese, dia buru-buru mengajaknya masuk ke dalam rumah. Mereka semua melanjutkan pembicaraan di rumah sampai pada akhirnya bibi Marina bersedia untuk mengizinkan Liese tinggal disana sementara waktu yang entah sampai kapan. Setidaknya membiarkan gadis itu tetap aman.
Kembali pada pembicaraan mereka sebelumnya di ruangan bersama Lilian.
"Siapa yang kamu selamatkan?"
"Ada, nanti kamu juga akan bertemu dengannya cepat atau lambat." jawab Julian.
"Maksudnya?"
Tidak lagi menjawab, Julian langsung memiting leher kakaknya yang cerewet. Lilian terlalu banyak bertanya sedang dirinya malas menjelaskan, yaa karena gadis itu adalah tipe orang yang akan terus bertanya jika rasa penasarannya belum terselesaikan. Tetapi meski menyebalkan, saudari kembarnya itu tetap terlihat menggemaskan di matanya.
Dari sini Lilian mencoba melepaskan pitingan tersebut sekuat tenaga. Melihat keduanya saling mengusili salah satu mengingatkan bagaimana dulu mereka bercanda seperti itu sampai Lilian menangis. Tidak ada bedanya, hanya saja tinggi mereka yang berubah. Julian tertawa-tawa sedangkan Lilian berteriak kesal meminta adik laki-lakinya itu untuk berhenti bertingkah seperti anak kecil tetapi dia masih meneruskannya sampai rambut milik Lilian kusut dan berantakan. Setelah puas, Julian melepasnya lalu kabur meninggalkannya disana.
.
.
.
A/N
Setelah ini ANNELIESE update tiap sabtu
Terima kasih sudah membaca sampai di bab ini, semoga tidak bosan dengan alur ceritanya dan makasih juga yang udah voteee <3
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNELIESE
FantasyAnneliese diciptakan untuk menderita Julian ada untuk mengulurkan tangan Keduanya kemudian saling jatuh cinta tapi cinta mereka ditentang oleh semesta karena berbeda kasta. Annelise hanyalah seorang budak sedangkan Julian adalah pangeran mahkota Neg...