epilog

385 30 8
                                    


Suasana desa monsuta kembali terlihat tenang. Hiruk-pikuk warga yang hidup berdampingan dengan para monster tidak masalah bagi mereka. Begitupun dengan kehidupan Hinata dengan kedua suaminya monsuta selalu menjaganya.

Di hutan yang tenang namun terlihat indah dengan pohon-pohon yang berdiri kokoh, udara begitu segar Hinata menghirup dalam-dalam udara yang begitu menyegarkan. Netranya menatap kedua pria yang sibuk memotong kayu untuk bahan bakar di rumah.

Ocehan-ocehan dari keduanya saat melakukan tugas-tugasnya. Menghela nafas Hinata hanya bisa tersenyum kecil. Kakinya melangkah mendekat. "Kalian, bukanya bekerja malah bertengkar terus."

"Dia, selalu menyuruhku dan memarahiku!" Ujar Deidara dengan wajah masam. Sang empu hanya mengelus rambut pirang penjangnya. Membuat pria itu tersenyum senang dia mencium tangan Hinata lembut.

"Cih, hentikan tingkahmu itu?! Cepat angkat semuanya!" Ujarnya kesal. Obito tentu saja masih cemburu meski sudah menerimanya dia terkadang masih cemburu. Bersungut dengan terpaksa pemuda pirang itu segera mengangkat kayu-kayu yang sudah terbilah lantas dia mengikat satu persatu menjadi dua bagian.

"Jangan terlalu keras, kasihan dia Obito." Obito hanya mendengus, dia mendekati sang empu mengecup bibirnya sekilas. Hinata hanya terpaku sebentar hingga tubuh pemuda itu berjalan menuju Deidara mulai mengangkat kayu-kayu itu menuju gubuk yang bisa dibilang kini menjadi rumah.

Awalnya gubuk yang reot namun sekarang gubuk itu terlihat berdiri kokoh karena semua berkat kedua pria itu yang merenovasi. Mengikuti langkah lebar keduanya Hinata hanya tersenyum kecil.

Sampai di rumah mereka sudah di suguhkan dengan nenek Chiyo yang sedang memetik sayur di samping rumah, Hinata segera mendekat dia lantas membantunya. "Ehh, sudah biar nenek saja kau istirahat saja disana. Nenek akan memasak yang lezat untukmu." Ujarnya lembut.

"Tapi, nenek juga lelah kan?" Chiyo menggeleng pelan dia mengelus rambut Hinata. Lantas berjalan menuju kedalam. Hinata hanya menghela nafas.

Dia duduk di kursi mengoyangkan kaki mungilnya hingga kedua suaminya datang duduk di masing-masing tempat yang kosong. "Kenapa?" Tanya Obito pelan.

"Tidak ada, aku meras bosan saja." Keluhnya. Dia terdiam memandang langit. Entah mengapa dia merindukan desanya, memikirkan itu membuatnya berfikir bagaimana? Sekarang keadaanya?

"Kau memikirkan apa Hinata?" Hinata menoleh pada Deidara yang berkeringat di dahinya rambutnya juga lepek. Namun masih halus dan berkilau.

"Aku, hanya memikirkan desaku. Sekarang bagaimana? Huh! Aku ingin tahu sekali." Ucapnya sendu. Obito yang mendengarnya sedikit berfikir.

"Kita kesana saja, jika kau ingin tahu?" Ujarnya tenang. Memandang wajah sang empu yang terjekut membuatnya tertawa kecil. "Kita izin dengan tetua desa Hagio. " Lanjutnya.

" Tapi? Aku tidak yakin. Disana berbahaya monster itu sangat kuat bahkan dapat menghacurkan pelindung desaku." Ujar sang empu dengan mengernyit halus.

"Kau, sadarlah Hinata. Kita berdua akan melindungimu jadi jangan khawatirkan apapun." Hinata terlihat berfikir setelah mendengar ucapan Obito.

"Lalu nenek Chiyo akan sendirian." Chiyo yang memang sudah mendengar dari dalam hanya menggelang kecil. Dia melangkah mendekat.

"Pergilah, jika ingin pergi nenek baik-baik saja disini, kau tidak perlu khawatir." Chiyo sudah berdiri disamping Deidara dengan raut teduhnya.

Hinata lantas berdiri. Dia memeluk Chiyo senang. " Baiklah, aku akan pergi. Terimakasih untuk kalian." Hinata tersenyum pada kedua suaminya.

...

Hinata menuju kota untuk meminta izin di jaga oleh kedua pria di kanan dan kirinya membuat menjadi pusat perhatian. Namun dirinya tetap diam tidak peduli sekitar.

Hingga akhirnya mereka sampai di ruangan pribadi Hagio setelah meminta izin. " Ada apa? Kalian mencariku." Ujarnya didepan ketiganya.

"Maaf jika mengganggu waktu anda tuan?" Hagio tertawa pelan dia menggeleng pelan mendengar ucapan Hinata.

"Tidak. Katakanlah?!"

" Kami, kemari ingin meminta izin, saya ingin pergi melihat desa saya apakah boleh?!" Tanyanya ragu. Hagio terdiam dia terlihat berfikir memandang lekat ketiganya.

"Begitu, baiklah jika itu keinginanmu. Aku izinkan dan untuk kalian berdua lindungi Hinata, karena itu tanggung jawab kalian paham." Keduanya mengangguk.

"Terimakasih tuan!" Ucapnya serempak.

Mereka memilih pulang setelah izin segera mereka menata semua persiapan yang akan menjadi bekal ketiganya, Chiyo pun ikut membantu semuanya meski sedih namun keinginan Hinata terlihat kuat. Dia tidak ingin memaksa tetap tinggal.

"Aku pasti akan merindukan nenek." Ucap Hinata yang kini duduk di ruang tengah. Chiyo tertawa kecil.

"Tak apa, nenek baik-baik saja bukankah nenek sudah biasa sendiri." Ucapanya. Hinata tersenyum manis.

"Ah, aku teringat tentang teman akademi dulu nek, mata dia mirip dengan nenek." Ujar Hinata. Chiyo terdiam dia menyendu namun wajahnya kembali cerah.

"Sekarang, kau sudah besar Hinata hingga akhirnya kau lulus akademi. Nenek sangat senang, kau sudah seperti cucuku," Ucapnya pelan." Nenek dulu punya anak namun dia terbunuh karena oleh monsuta liar di luar. Nenek tidak tahu jika dia mengandung. Nenek memberikan cucu nenek pada orang yang bisa melindunginya. "

"A-apa jadi? Sasori?!" Chiyo mengangguk. " Apa anak nenek manusia juga?"

"Benar, tapi dia menikah dengan monsuta disini, dia juga terbunuh saat melindungi istrinya." Ujarnya.

"Apa nenek tidak merindukanya, mengapa tidak memberitahu dia." Chiyo menggeleng ringan dia mengelus rambut sang empu lembut.

"Melihat dari jauh, dia baik-baik saja adalah kebahgian nenek, sekarang ada kau nenek sangat senang." Hinata hanya mengangguk saja. Dia berfikir sebentar.

"Lalu siapa monster liar itu nek?" Tanya Hinata bingung. " Mengapa dia sangat menakutkan hingga membunuh tanpa ampun." Lanjutnya.

"Mungkinkah, monster itu yang juga menghancurkan desamu?" Ucapnya ragu. Hinata terdiam dia juga tidak tahu. Mungkinkah?

Kedua pria itu yang duduk di belakang Hinata hanya mendengarkan ah! Hanya Deidara yang duduk dengan tenang dan Obito yang tidur namun masih mendengarkan.

Pagi harinya mereka mereka benar-benar akan pergi. Berdiri di depan pintu Hinata memeluk Chiyo erat seakan takut. Chiyo memandang ketiganya menjauh dengan wajah yang sendu namun juga dihiasi senyum dia menghapus sudut matanya yang mengeluarkan butiran mutiara.

" Semoga dewa selalu menjaga kalian, Hinata kau beruntung di cintai keduanya." Ucapnya pelan dengan suara angin yang menerbangkan helaian surai putihnya.

.

Hinata berjalan di dampingi keduanya menuju perbatasan hutan monsuta dia berhenti melangkah membuat Deidara dan Obito ikut berhenti.

" Ada apa?" Tanya Obito tenang.

"Kita akan menghadapi hidup baru di sana. "Menoleh untuk keduanya membuat kedua pria itu tersenyum kecil.

"Tidak, semuanya akan mudah karena kau ada bersama kami. "Ucap Deidara.

Hinata mengangguk dia menghembuskan nafas. Matanya menajam dia memandang lurus kedepan di dalam hutan yang terlihat remang-remang. Disana dia berlari mencari kehidupan hingga sampai disini. Kini dia ingin tahu siapa monsuta yang liar itu.



Aku makasih banget sama yang udah baca cerita absurd fantsy ini. Salah satu readers yang memberikan nilai positif makasih juga, salah satu jadi penyemangat hingga menatikan S2 my husband is a monster.

Jika ada ide ngalir bakal ku buat S2 jika gak ada ya aku juga bingung ahahaha...











My Husband Is A Monster Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang