Yudha terlihat terburu buru menuju gedung Fakultas Hukum. Hari ini adalah jadwal Yudha bertemu dosen pembimbingnya, karena tadi dia membantu Raka mengerjakan makalah, makanya dia agak sedikit terlambat. Untung Yudha masih bisa mengejar waktu, meskipun kerepotan menyusn lembaran skripsinya yang berhamburan.
Yudha sudah berada diruang dosen beberapa menit yang lalu, Yudha berusaha membaca ekspresi wajah dosennya itu ketika sedang memeriksa hasil revisi Yudha.
"Ini masih ada beberapa teori kuno yang kamu pakai, dan kamu tidak menjelaskan siapa pencetus teori tersebut. Penulisannya juga masih acak acakan. Saya belum bisa acc, kamu perbaiki lagi, dibaca, setelah itu baru kamu menghadap saya".
Yudha mengangguk paham dan segera mengambil lembaran skirpsinya yang sudah penuh dengan coretan sang dosen. " Baik pak, secepatnya saya akan perbaiki, nanti setelah saya teliti, saya akan menghubungi bapak kembali untuk mengatur jadwal bimbingan saya" Hanya kalimat itu yang bisa Yudha katakan, sebelum dia keluar dari ruangan itu.
Dari semua mahasiswa dikelasnya, hanya Yudha yang sangat tekun memikirkan skripsinya. Hal itu yang membuatnya kecewa jika terus menerus terhalang revisian. Yudha kesal, ini semua akibat ulahnya sendiri yang kurang teliti dan terlalu terburu buru.
Yudha berniat untuk langsung pulang dan segera menyelesaikan revisiannya, meskipun sebenarnya teman temannya sudah menunggunya di kantin fakultas. Disisi lain sebenarnya dia juga sedang menghindari seseorang.
"Yudha!" suara laki laki di belakangnya membuat Yudha terpaku sesaat. Yudha sangat hafal suara itu, suara dari seseorang yang menemaninya selama tiga tahun.
Bukannya menoleh, Yudha malah mempercrpat langkah kakinya.
Yudha..." panggil laki laki itu lagi, kali ini terdengar sayu dan memohon. Yudha terus berjalan menuju mobilnya. Ada dua orang yang memang sengaja Yudha hindari sekarang, pertama seseorang yang berada di kantin, dan kedua sosok laki laki yang mengejarnya ini.
"Yud... tunggin gua! sebentar, please..." laki laki itu tidak menyerah, dia malah berlari untuk mengimbangi langkah Yudha. Akan tetapi, Yudha tidak merespon keberadaan laki laki itu, dan menganggap itu hanyalah hembusan angin.
"Yud.. ayolah" ucap laki laki itu, dia frustasi dengan sikap Yudha yang dingin dan terkesan cuek. Dia mencoba memegang tangan Yudha, tapi dengan cepat Yudha menepis tangan laki laki itu.
"lu bisa gak, gak usah ganggu gua?" ucap Yudha, tidak ada sorot mata ramah terpancar dimata Yudha.
"Yud, gua kerumah lu boleh?, soalnya gua mau pinjam buku. Bol---"
"Gua bukan perpus" Yudha memotong kalimat itu dengan tegas
"Yaudah, gua mau ngobrol sama lu, Yud"
"Ello, berhenti ngejar gua bisa?" sekarang Yudha menyebut nama laki laki itu. Laki laki yang sudah berstatus mantan kekasihnya.
Mereka sudah Memutuskan hubungan mereka sejak satu tahun yang lalu, dan yang memutuskan hubungan itu adalah Yudha. Ello adalah luka terparah yang membuat Yudha tidak mau lagi bergabung dengan teman temannya. Satu tahun lalu, Yudha memergoki Ello, dan sahabatnya, Rajif, sedang bergandengan tangan disebuah acara konser. Pada hari itu juga, Yudha mengakhiri semuanya. Hubungannya dengan Ello dan juga sahabatnya Rajif.
"Yud, kita bukan anak kecil lagi. Kita berdua udah dewasa. Kamu gak mau berdamai sama aku. Mau sampe kapan? kita udah mau wisuda" Ello berusaha membujuk Yudha. Yudha tetap tidak menggubris Ello, sayangnya Ello tetap tidak jera dengan perlakuan Yudha padanya.
"Stop! gua udah gak mau berhubungan sama lu. Ello, kita udah selesai, gak perlu lu pakai alih berdamai, halah tai tau gak!, mau lu pakai cara apapun gak akan bisa memperbaiki semuanya"
"satu kali lagi"
"Lu itu tragedi" kalimat itu berhasil membungkam Ello.
"Gua pamit, dan lu! stop ngejar gua. Gua keganggu sama kehadiran lu", Ello terdiam mendengar ucapan Yudha barusan.
Yudha melangkah lebih cepat sekarang, berharap Ello berhenti mengejarnya.
"Sorry" ucap Yudha samar ketika sudah berada didalam mobil.
***
Jarum jam sudah berada di angka empat, bel sekolah juga sudah berbunyi. Pertanda bahwa jam pelajaran telah berakhir.
Tepat didepan kelas XII IPS 2, sudah ada Indra yang menunggu Raka keluar kelas.
"Rak!" Panggil Indra, Raka keluar dari kelas dengan wajahnya yang lesu.
"Aku kira kamu udah duluan" ujar Raka setelah menghampiri Indra.
"Aku nunggu kamu. Kamu piket dulu ya?" Raka cuma menggangguk dan menampilkan wajah sedih.
"Kamu capek ya, Rak?" tanya Indra
"Pulang sama aku ya, kita naik motor. Biar kamu gak capek jalan lagi ke halte", lanjut Indra
"Kan kamu ada les"
"telat dikit gak ngaruh, yang penting kamu gak kecapean"
"Indra, makasih ya..." ujar Raka, Raka tidak enak pada Indra kalau Indra sampai telat hanya karna mengantarnya pulang.
"Tunggu" Indra tiba tiba jongkok didepan Raka
"Raka, maaf ya" Indra mengikat tali sepatu Raka yang terlepas.
"Besok besok, diliatin tali sepatunya, udah diiket atau belum. kalau ke injek gimana?" sebenarnya Indra mengomel, tapi wajah Indra yang khawatir, jadi Raka menanggapi dengan santai.
"Makasih Indra, Cerewet", ucap Raka sambil tersenyum lebar. Indra mengacak rambut Raka, Indra menggandeng Raka menuju parkiran, langkah mereka berdua terhenti.
"Raka, aku boleh tanya sesuatu?"
"Iya tanya apa?" Indra ragu, tapi dia juga penasaran
"Rak, kamu beneran udah dijodohin? kamu udah punya calon?" tanya Indra, terlihat ekspresi khawatir diwajah Indra. Raka terkejut dengan pertanyaan yang dilayangkan oleh Indra.
"kamu nanyanya gak pakai bismillah dulu ya?, kaget banget aku dengernya" ucap Raka
"Lebih kaget aku, kemarin aku denger dari Riski. Kata Riski dia dikasih tau sama Varrel, itu bener?" Indra terlihat khawatir, hubungannya dengan Raka baru berjalan 5 bulan, dan kabar itu sangat mengusiknya.
Kalau bukan temannya, mungkin Raka sudah mengutuk Riski dan Varrel menjadi batu. "Iya, Indra. Tapi kamu jangan khawatir, aku sama dia udah sepakat untuk menolak perjodohan itu" Raka berusaha meyakinkan Indra kekasihnya itu.
"Beneran?, aku khawatir"
"Beneran, lagian asal kamu tau Indra, aku sama dia gak ada cocoknya. Terus, dia itu galak banget, dingin, cuek, suka ngomel. Duh, masa iya aku sama dia" Raka bercertia
"kalau sama aku mau gak?"
"MAU LAH!!" jawab Raka semangat, ekspresi Raka berubah 360°
"Jadi dia gak bakalan jadi pengahalang kita kan Rak?, aku takut?
"Nggak Indra" Raka meyakinkan
"Makasih Raka, soalnya aku maunya cuma sama kamu" Rasa khawatir Indra seketika hilang, sekarang dia merasa lebih tenang, karena pengakuan dari Raka. Dia senang karena Raka lebih memilih dia, dibandingkan orang yang dijodohkan dengannya.