"bian tak pernah menyesal telah dilahirkan dari rahim ibu. jika tuhan mengizinkan, bian akan minta untuk menjadi anak ibu kembali di kehidupan selanjutnya. tapi dengan versi yang sangat ibu sayangi"
[ibu bian&bian]
•••pukul 20.15 bian baru saja menginjakan kakinya di rumah ayah, rumah itu nampak terang namun sepi, seperti jiwanya.
tenggorokan milik bian terasa sangat kering, jadilah anak itu menuntun langkah kakinya menuju dapur, membuka kulkas untuk mengambil sebotol air dingin disana
"mas bian baru pulang?"
bian sedikit terkejut dengan suara itu, mbak erna
"iya mbak, tadi kelas bian dimulai siang, baru selesai sore"
mbak erna mengangguk faham, meskipun terhitung jarang sekali anak asuhnya itu pulang malam, tapi ia tau bahwa bian tak pernah bohong dengan ucapan nya
"mas bian sudah makan malam? atau mas bian butuh sesuatu, biar mbak er ambilkan" tawar mbak er yang di jawab gelengan oleh bian
"bian masih kenyang mbak, tadi siang makan di kampus sama harsa, mbak er istirahat aja udah malem" ujar bian lembut lalu pamit untuk ke kamar
baru saja anak itu menyelesaikan langkah kakinya menaiki anak tangga, sosok wanita yang sangat ia kenali sudah berdiri di depannya dengan bersidekap
"jadi anak ngga guna kamu ya! udah malem baru pulang"
bian merasakan panas yang menjalar di area wajah hingga telinga miliknya, kepalanya masih di posisi tertoleh sesuai arah tamparan ibu.
mbak er yang masih di dapur terkejut karna mendengar suara tamparan yang begitu keras dari arah lantai dua
mbak er tak berniat mengintip, tapi mbak er sudah bisa menebak jika nyonya baru saja menampar anak asuhnya
mbak er tak berani menyela atau bahkan ikut campur urusan keluarga ini, mbak er hanya akan membantu bian untuk mengobati lukanya ketika sudah selesai di pukuli oleh sang ibu
sedangkan bian?
tentu saja anak itu tak berniat berkutik saat ibu sudah begini, mau menjelaskan pun percuma
dari dulu, ibu tak akan pernah mau mendengar satu kata pun yang keluar dari mulut anak nya itu walaupun yang di katakan bian adalah suatu kebenaran
bian hanya bisa mengatakan kata maaf meskipun pada akhirnya, fisiknya akan tetap menjadi samsak sang ibu
"mentang mentang ayah lagi ngga ada di rumah, seenaknya kamu keluar pulang malem, iya?!"
suara itu tak kunjung merendah, bahkan rasanya gendang telinga bian sudah seperti mau pecah saja rasanya
"jawab rakabian!!!"
satu tamparan itu kembali dilayangkan di wajah bian, wajah anak itu kini sudah merah padam, menahan rasa nyeri yang di dominasi rasa perih dan panas, serta menahan agar air matanya tak jatuh
karna jika hal itu terjadi sudah di pastikan ibu akan semakin sengit dan semakin gencar memukul bian
".....ibu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu bian&bian
Short Storywaktu tak bisa diputar kembali segala bagian hidup setiap manusia seakan sudah ditulis oleh sang pencipta dalam satu buku. bahagia ataupun sedih, miskin atau kaya, susah atau mudah, hidup atau mati, bahkan segala yang sudah ditakar tak akan tertukar...