Raya masuk ke rumah yang menjadi kediaman keluarga Tan usai dipersilahkan oleh asisten rumah tangga. Mengingat hari ini adalah perayaan Imlek maka seperti tahun-tahun sebelumnya ia diundang langsung oleh Tante Vivi dan Om Marchel untuk datang.
"Nyonya sama Bapak masih di luar," ucap Bi Yati memberi tahu. "Tapi kalau Non Aline ada di kamarnya. Bibi panggilkan sebentar ya," lanjut wanita paruh baya itu sebelum akhirnya berjalan menuju kamar Aline.
Sepeninggalan Bi Yati, Raya memilih untuk mengitari ruang tamu tersebut sambil melihat dekorasi Imlek yang didominasi dengan warna merah dan emas. Raya ingat sekali dulu masa kecilnya dihabiskan dengan menghias pohon Imlek serta menggantung lampion di tiap sudut ruangan bersama Aline. Biasanya setelah itu ia akan mendapatkan angpao dari Tante Vivi dan Om Marchel untuk dibelikan baju baru di pasar bersama sang Nenek. Tak heran kalau setiap perayaan Imlek ia akan selalu menjadi yang paling bersemangat.
"Kemarin gue lihat lo di Mall lagi megangin kantung belanjaannya Dirga. Apa sekarang kerjaan sampingan lo juga merangkap jadi babunya Dirga?" ucap Aline tahu-tahu sudah berdiri di belakang Raya sambil bersidekap. "Dibayar pake apa emang? Service sepuasnya?"
Raya berbalik dan menatap wanita berwajah oriental dengan mata sipit itu lekat-lekat. "Hanya karena gue diam selama ini, bukan berarti lo berhak ngomong kayak gitu ke gue," sahutnya sebisa mungkin meredam amarah. "Mungkin pikiran lo terlalu sempit sampai gak bisa mikir kalau perempuan dan laki-laki itu bisa berteman secara tulus."
Bukannya berhenti, tawa wanita berkulit putih dan mulus bak porselen itu malah semakin menjadi-jadi. "Berteman?" ujarnya dengan nada meremehkan. "Setahu gue konsep berteman itu gak hanya modal tulus, tapi juga sama-sama menguntungkan. Lo berteman sama Dirga jelas ada untungnya buat lo. Tapi Dirga temenan sama lo..." Aline dengan terang-terangan menatap Raya dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan tatapan meremehkan. "Kayaknya gak ada untungnya buat dia, selain lo emang bisa dipakai buat muasin nafsunya."
"Gue turut prihatin kalau orang yang selama ini temenan sama lo tujuannya cuma buat mendapatkan keuntungan. Tapi setidaknya gue dan Dirga gak berteman dengan cara seperti itu," balas Raya santai tapi sukses membuat Aline tersentak. "Sebagai teman gue benar-benar tersinggung kalau lo menilai Dirga seolah-olah dia pria gak bermoral yang hanya mau berteman dengan perempuan demi memenuhi nafsu."
Aline mendecih tak terima. "Kayak lo yang paling kenal Dirga banget? Sebaik apapun Dirga, dia tetap cowok. Dan cowok selalu punya maksud tersendiri buat deketin perempuan."
"Begitu ya?" Raya berucap santai. "Gue gak tahu lo bisa ambil kesimpulan seperti itu dari mana. Entah berdasarkan omong kosong belaka atau pengalaman pribadi mengingat lo sendiri punya banyak teman cowok," sindirnya membuat Aline lantas menggeram kesal. "Tapi gue udah kenal Dirga dari umur kami masih lima tahun. Bukan hanya dia tapi semua anggota keluarganya juga gue kenal. Mereka orang baik. Jadi kalau lo emang ada masalah sama gue, tolong jangan menyeret mereka yang gak tahu apa-apa. Itu gak sopan."
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Meet Again
RomanceDemi membalas budi pada keluarga Tan yang telah berjasa dalam merawat dan membiayainya selepas kematian sang Nenek, Naraya Ayudia rela bekerja sebagai personal asisten dari anak tunggal mereka yang tak lain adalah Aline Tan-si artis kenamaan yang te...