Panik

114 2 0
                                    

Lagi-lagi gadis itu membungkuk untuk meminta maaf, karena wajah Renata yang tak kunjung menampilkan senyum. Bibirnyanmanyun matanya menampilkan rasa sebal.
Ketiganyanpun berpisah setelah keluar dari tempat service itu. Lani kemudian melanjutkan langkahnya menuju butik tante Ambar.
Hari ini pengunjung cukup ramai. Pingganggnyabterasa pegal berdiri selama beberapa jam melayani pembeli yang silih berganti. Tante Ambar memintanya tutup lebih awal karena ia juga sudah cukup lelah, tapi sebelum pulang Lani harus merekap laporan penjualannya hari ini.

"Lani, Tante pulang dulu yah. Kamu ditemenin Kiki nggak apa-apa kan?" Kiki adalah salah satu karyawan Ambar.

"Nggak papa tan, sebentar lagi juga selesai." Jawab Lani lalu menengok ke arah Kiki yang sedang merapikan etalase.

"Oke, kalian hati-hati yah. Masih jam 9 kok belum terlalu malam, jadi jalanan masih ramai." Ambar mengubah papan "OPEN" di pintubmenjadi "Close" lalu segera pergi meninggalkan kedua karyawannya.

Usai menyelesaikan laporannya, Lani dan Kiki memeriksa kembali keadaan di dalam butik sebelum menguncinya dari luar. Barulah mereka keluar bersama dan mengunci butik.

Lani melambaikan tangan pada Kiki yang baru saja naik ke atas sepeda motornya, entah kenapa bibirnya tersenyum sembari terus menatap laju sepeda motor itu hingga tak terlihat lagi.

Langkahnya santai menapaki jalanan kampus yang masih ramai mahasiswa mahasiswi duduk-duduk bersantai di beberapa penjual makanan. Suasana kampus memang selalu ramai hingga tengah malam. Beruntung sekali dia bis tinggal di dekat kampusnya itu. Jadi tak perlu merogoh kocek untuk biaya transportasi.

Lani melihat sepeda motor Bara terparkir di halaman rumah. Nafasnya kasar, menggerutu dalam hati melihat pacar kontraknya sudah duduk di teras. Merusak suasana hatinya yang sedikit terhibur oleh beberapa nyanyian mahasiswa di warung angkringan yang ia lewati tadi.

"Mau apa lagi? Gue capek, gue nggak mau yah lo paksa pergi malam ini." Wajahnya cemberut enggan menatap Bara

Dengan tersenyum santai Bara berdiri, "Enggak, gue cuma mau ingetin lo. Besok siang jadwal kita ketemu kakek."

"Gitu doang?? Kenapa lu nggak telepone aja? Pake ke rumah segala." Lani melirik sinis

"Handphone gue hilang"

"Seriusan?? Jangan bohong lu!! Gawat kalo ada yang nemu terus lihat vidio kita!" Mendadak Lani menjadi panik.

"Ngapain gue bohong."

"Bar!! Buruan cari, gue nggak mau dapat masalah. Please..." Darah di kepala Lani tiba-tiba seperti berhenti mendengar pengakuan Bara tentang ponselnya yang hilang.

Gimana nggak panik, semua video dan foto yang selama ini ia khawatirkan ada di sana. Kalau ponsel itu hilang, peluang vidio itu dilihat oleh orang lain dan tersebar akan semakin besar karena yang menemukan nanti pasti akan membuka semua file yang ada di dalamnya.

"Hahahaha, kirain lu udah nggak peduli. Tadi siang sok-sok an berani sama ancaman gue. Baguslah tuh handphone ilang, biar kesebar sekalian." Bara tertawa sinis

"Bara!!!!" Lani membentak dengan mata berkaca-kaca. Kali ini Lani sungguhan takut.

"Kenapa takut kan lu??"

"Iya, gue takut. Kenapa?? Puas lo?? Orang kaya seperti lu nggak tahu rasanya berjuang buat kuliah dengan keringat sendiri. Yang lu tahu cuma hura-hura. Lo nggak akan tahu gimana susahnya dapetin beasiswa, karena otak aja lu nggak punya!!" Dengan meneteskan air mata, wajah Lani memerah menahan segala emosi di hatinya dan menatap Bara penuh kebencian.

Tak ingin melanjutkan ucapannya, Lani pergi dari hadapan Bara, masuk ke dalam rumah lalu mengunci pintu. Rasa muak ya sudah di puncak ubun-ubun sampai tidak lagi sanggup berkata apapun.

Sepertinya kali ini Bara benar-benar merasa bersalah, mata merah dan tangisan Lani terbayang di otaknya. Selama ini memang dia tak pernah sedikitpun merasa butuh menyelesaikan kuliahnya. Semua yang ia jalani semata-mata hanya karena tuntutan kakek dan warisan ibunya. Baginya kuliah bukan hal yang penting. Namun melihat betapa marahnya Lani malam ini Bara berpikir, sepenting itukah kuliah dan beasiswa bagi gadis itu??

Bara jadi risau, bagaimana kalau ponsel itu ditemukan orang lain lalu melihat vidio itu. Bisa-bisa ancamannya pada Lani menjadi kenyataan.

Di atas sepeda motornya Bara terus memikirkan ponselnya. Di perjalanan pulang, Bara melihat Chiko menghadangnya tak jauh dari rumah Lani. Bara menghentikan sepeda motornya lalu Chiko menghampiri dengan membawa sebuah benda.

"Bar, ini handphone lu kan?" Chiko menyerahkan ponsel milik Bara

"Eh iya, punya gue. Kenapa sama lu??" Bara segera merebut ponselnya dari Chiko

"Tadi sore Renata nitip ini ke gue buat lu katanya dia nemu di depan kelas. Pas dilihat wallpapernya emang beneran foto lu."

"Renata??" Gumamnya dalam hati, "Kenapa ada sama Renata??"

Bara segera mengecek kondisi ponselnya, "Kok mati?? Lu buka-buka handphone gue??" Bara menaruh curiga pada Chiko

"Eng,, enggak, Suer Bar. Gue cuma nyampein mandat dari Renata aja, gue nggak buka sama sekali ..." Chiko gemetar melihat tatap wajah Bara yang mengerikan.

"Yaya gue percaya. Dah sana pergi lu!!" Bara menyalakan kembali sepeda motornya lalu pergi.

Sampai di rumahnya Bara segera membuka ponselnya untuk mengecek apa yang hilang. teringat permintaan Lani, Bara membuka kembali semua foto dan vidio saat mereka berdua di hotel dulu. Bibirnya tersenyum saat menonton vidio panas itu. Hatinya berdebar melihat kecantikan wajah Lani. Setiap kali ia menatap wajah gadis itu hatinya selalu berdebar lebih kencang.

Siapa sangka Bara memang sudah menyukai Lani sejak ia menjebak di dalam hotel malam itu. Hatinya berdesir kala tangannya begitu nakal membuka satu persatu pakaian gadis yang tak berdosa dan berpura-pura melakukan kegiatan terlarang bersama.

Bara kembali mengingat saat kemarahannya memuncak ketika Lani memaki dan menghinanya di kelas, Ia memerintah Chiko untuk memberikan botol minum kepada Lani. Tak ada yang tahu botol itu sudah tercampur obat tidur. Dan semua sesuai rencana, Lani tak sadarkan diri lalu dilarikan ke klinik namun Bara berhasil menghentikannya sebelum Lani sampai ke klinik. Bara membawa gadis itu ke hotel, melucuti pakaiannya kecuali pakaian dalam Lani. Ia hanya ingin menggertak Lani tanpa benar-benar menidurinya.

Dalam jarak yang sangat dekat, saat Bara menindih tubuh putih Lani, jantungnya seakan berhenti sejenak. Matanya kagum menatap wajah ayu itu.. Dengan sedikit mencuri cium bibirnya, Bara diserang oleh perasaan suka yang tiba-tiba menyusup ke hatinya.

Bara tertawa kecil mengingat betapa jahatnya dia saat itu, dan sekarang perasaannya kepada Lani semakin tumbuh. Demi membuktikan perasaannya yang sungguh-sungguh dan tulus, Bara menghapus semua vidio dan foto-foto mesum mereka tanpa sisa.

"Gue udah nggak mau mempermainkan lu dalam perangkap gue lagi. Lebih baik gue hapus vidio ini sebelum benar-benar tersebar." gumamnya melihat semua file tentang kejadian di hotel itu sedikit demi sedikit hilang dari ponselnya.

***

Love in Trap (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang