***
Meera melangkahkan kakinya di sepanjang koridor rumah sakit, bermaksud menuju dimana mobilnya terparkir.
"Kau marah?"
Suara bariton dibelakangnya bertanya. Sejak tadi terus mengekor pada sang gadis.
"Untuk apa?" balas Meera singkat.
"Untuk perkataanku."
"Perkataanmu tak ada yang salah, Ammar. Kenapa aku harus marah?" Anehnya nada ucapan Meera memang tak terdengar kesal, malah terkesan tenang. Tapi dari belakang Ammar dapat melihat Meera yang sedang menghapus air mata.
"Lalu kenapa menangis? Kita sudah berjanji, tadi malam adalah tangisan terakhir kita, kan?"
Meera kembali terlihat mengusap wajah. "Aku tidak menangis, hanya terlalu bersemangat sampai mataku berair.."
"Bersemangat untuk apa?"
Kini terdengar helaan lantang Meera. Tampaknya gadis itu kesal sekarang, tapi senyum miring Ammar malah mengembang. Meera akhirnya menghentikan langkah, yang juga diikuti Ammar. Gadis itu berbalik, raut wajahnya merengut lucu. "Kenapa bertanya terus?"
Ammar melipat tangannya di dada. "Memangnya tidak boleh?" lagi-lagi Ammar bertanya, yang membuat Meera mendesah kesal. "Ammar~" Meera merengek sembari kembali berbalik dan meneruskan langkah keluar gedung rumah sakit. Dia berbelok menuju tempat parkir.
"Hei Madam, mau kemana?"
Perjalanan Meera kembali tertunda, tangannya tiba-tiba ditarik yang membuat gadis itu menoleh pada sang pelaku.
"Mengambil mobilku dan pulang." Jawab Meera tenang. "Please let go of my hand, Major."
Perkataan Meera malah membuat Ammar mengeratkan genggamannya. "Kau baru saja datang, sudah mau pergi?" Ammar mendekatkan dirinya pada si gadis.
Meera menatap Ammar dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Bukankah seharusnya itu dialog ku?"
Ammar menatap Meera dengan perasaan bersalah yang kembali. Ia mengerti maksudnya. Laki-laki itu memainkan jemarinya pada jari-jari sang kekasih di genggaman. "Kau benci saat aku bersikap seolah-olah tak terjadi apapun. Akupun begitu, Meera. Aku tau perkataanku tadi menyakitimu.." Ucapnya. "I'm sorry.."
"Jika aku tak mendengarnya, apa kau akan mengatakan maaf juga?" Mendengar itu, tatapan Ammar berubah intens, yang membuat Meera menghela napas menyerah. "Sudahlah Ammar. Tak ada yang perlu meminta maaf dan dimaafkan. Sudah aku bilang, tak ada yang salah dengan perkataanmu. Tapi memang aku cukup kesal saat kau mangatakan bahwa aku melakukan hal bodoh dengan menciummu saat di pernikahan Pia!" ia kembali menarik napas. "Kau tau sebesar apa keberanian yang harus aku bangun saat itu? Rasanya aku ingin menenggelamkan diriku sendiri setelahnya!" sahut Meera.
YOU ARE READING
INCOMPLETED LOVE [✓]
RomanceMeera Chopra. Putri satu-satunya Mukesh Chopra, seorang konglomerat India, kini berulah lagi. Ini tahun ke tiga gadis itu kabur dari rumah karena menolak perjodohan yang diatur sang ayah. Dan kali ini, Mukesh mulai khawatir. Sudah dua minggu Meera t...