***
Keempatnya melangkah beriringan, dengan tujuan dan pusat tatapan yang sama. Yaitu pada seorang laki-laki yang terduduk sendiri di bandara area keberangkatan internasional. Tempat dimana mereka telah berjanji untuk bertemu.
"A-ammar.." panggilan lirih Meera membuat sang Mayor mendongak. Menatap keempat orang yang baru datang dengan tercengang.
"Seriously? You bring a full team here, Meera?" ucap Ammar yang bangkit dari duduknya dan menatap tiga orang di belakang Meera bergantian. Pia, Ibrahim, dan juga Sayeedah.
"Kau tidak bisa semudah itu membawa sahabatku pergi. Aku harus ikut!" sahut Pia.
"I'm sorry, Sir.. Sebenarnya aku tak tau apa yang sedang terjadi, belum ada seorangpun yang menjelaskannya. Aku hanya disuruh Pia untuk datang.." Ibrahim melirik gugup sang Mayor dan mendapat tatapan tajam dari Pia.
"Tuan Mayor, aku kesini hanya untuk mengantar passport, Meera.." kini giliran Sayeedah yang menjelaskan. Ia akhirnya mengeluarkan buku kecil itu dari tasnya dan menyerahkan pada si pemilik. "Tapi aku juga membawa passport ku, siapa tau berguna nanti.." tambah sang asisten rumah tangga, yang membuat Ammar menghela napas.
"Apa yang kita lakukan disini, Ammar?" Meera kembali bersuara. "Jangan membuatku terus berada di dalam kegelapan, please.."
Gadis itu akhirnya menjadi pusat perhatian Ammar. Wajah Meera yang begitu lesu, matanya yang sembab dengan lingkaran hitam juga berkantung, dan suaranya yang terdengar parau. Ammar memberikan tatapan minta maaf pada Meera, pasti karena ucapannya semalamlah yang membuat gadis di hadapannya kini terlihat seperti mayat hidup. "Aku berjanji untuk menjelaskan padamu, Meera. Tapi tidak pada yang lain.."
"Kau tak bisa membawa Meera kemanapun tanpa Pia disisinya." Sahut gadis berkaca mata tersebut lantang.
"I'm sorry to disappoint you, but.." Ammar memperlihatkan lembaran yang ia pegang sejak tadi. "Aku tak menyediakan tiket lebih untuk kalian semua.."
"Memangnya anda mau membawa Meera kemana, Tuan Mayor?" tanya Sayeedah yang terkejut.
Pia merebut dua buah tiket pesawat dari tangan Ammar. "London?" ia membaca tiket tersebut, yang langsung Ammar rebut kembali.
Meera memandang Ammar penuh tanya, "Ammar.. Selama ini," gadis itu menelan ludahnya sebelum melanjutkan. "A-annand masih di sana?"
"Akan aku jelaskan di perjalanan, sebentar lagi pesawat kita berangkat Meera.." Ammar menggapai pergelangan sang gadis, bermaksud membawanya menuju check-in desk maskapai penerbangan mereka.
"Wait!" Pia menarik tangan Meera yang satunya. Mencegah Ammar membawa sang sahabat begitu saja. "Kau tak mendengar apa kataku tadi, Ammar?"
"Apa kau juga tak mendengar, kalau aku hanya punya dua tiket pesawat?" balas Ammar.
YOU ARE READING
INCOMPLETED LOVE [✓]
RomansaMeera Chopra. Putri satu-satunya Mukesh Chopra, seorang konglomerat India, kini berulah lagi. Ini tahun ke tiga gadis itu kabur dari rumah karena menolak perjodohan yang diatur sang ayah. Dan kali ini, Mukesh mulai khawatir. Sudah dua minggu Meera t...