Musim panas tahun ini di Kota Linkon terasa tenang. Hingga pada suatu malam yang menentukan, sebuah mahakarya bernama Ilusi masuk dan mengguncang dunia seni. Nama "Rafayel" melonjak seperti gelombang pasang, menghantam jiwa setiap seniman di Linkon. Pengaruhnya, seperti halnya karya seninya, dengan cepat menyebar ke seluruh komunitas seni.
Saat pameran berakhir, Rafayel disambut oleh perwakilan dunia seni dari lebih dari selusin media di luar lokasi pameran. Persis seperti yang diharapkan.
"Tuan Rafayel, kami dari Face to Art. Bolehkah kami meminta waktu Anda sejenak untuk wawancara? Kami berjanji tidak akan memakan waktu lama!"
"Tuan Rafayel, bolehkah saya bertanya apa yang memotivasi keputusan mendadak Anda untuk kembali ke tanah air Anda?"
"Beberapa orang mengkritik karya seni Anda sebagai fantasi yang tidak berdasar dan tidak memiliki jiwa. Apa tanggapan Anda terhadap hal itu?"
Rafayel mempertahankan sedikit senyum, tetap diam dan menyendiri.
Berlawanan dengan sikapnya yang elegan, setelan merahnya memancarkan semangat yang membara seperti api yang menyala-nyala. Wartawan yang gigih masih mencoba menggali lebih dalam, berharap dapat mengungkap rahasia yang membuat publik semakin penasaran. "Tuan Rafayel, bolehkah saya bertanya dari mana Anda berasal? Ada yang berspekulasi bahwa Anda sebenarnya adalah bangsawan dari peradaban maritim tertentu."
"Sebuah pulau?" Rafayel terus berjalan, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Atlantis, mungkin?"
"Pekerjaan Anda memang memiliki pesona romantis."
Pertanyaan ini dijawab di tengah gelak tawa para wartawan.
Sebelum masuk ke dalam mobil, kerumunan orang berkerumun di pinggir jalan.
Seseorang bertanya, "Satu pertanyaan terakhir, Tuan Rafayel. Mengapa Anda memilih untuk datang ke Kota Linkon?"
Secercah cahaya yang sulit dipahami muncul di mata Rafayel, begitu singkat sehingga tak seorang pun dapat menangkapnya.
"Kota Linkon dan orang-orang di dalamnya menimbulkan rasa takjub bagi saya."
"Dapatkah Anda menggambarkan perasaan itu?"
Dengan jeda sesaat dalam senyumnya yang menyendiri, Rafayel berbicara dengan sungguh-sungguh.
"Seperti bumbu yang dioleskan di tangan Anda, di ujung lidah Anda."
"Jadi, itu adalah rasa?"
"Benarkah?" Rafayel masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya. Dia tidak memberikan jawaban yang jelas atas pertanyaan retoris itu, dan dia juga tidak berniat untuk mendapatkan jawaban.
Hanya dia yang tahu bahwa ini bukan masalah selera, tapi masalah persepsi. Jenis yang membuat ketagihan dan menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Deepspace Anecdotes : Rafayel
Science FictionAnecdotes : Love and Deepspace (Rafayel ver.) Ini adalah terjemahan bahasa Indonesia dari anekdot Love and Deepspace. Semua karakter adalah milik Infold Pte. Ltd., saya hanya membantu menerjemahkan agar player memahami alur cerita dari masing-masing...