3

244 32 4
                                    

"Hehehe ayo pulang Himmel"
.

.

.

.

.

.

.

Dalam perjalan pulang Frieren memimpin sambil terus menggandeng tangan Himmel yang tentu lebih besar dari tangannya.

Mereka terus berbicara hingga sebuah pertanyaan terlintas di otak Frieren.

"Ne ne Himmel~"

"Hm?"

"Aku baru sadar setelah masuk kuliah kamu tidak pernah memanggilku dengan sebutan Nee-chan lagi"

Sebuah pertanyaan yang berhasil membuat Himmel mematung dan berhenti berjalan membuat Frieren yang menggandeng tangannya berbalik menghadapnya.

"Himmel? Himmel kamu ngapain sih?"

"AH! Enggak, enggak ngapa-ngapain kok"

"Ma~ ayo cepat pulang ini sudah tengah malam, aku harus segera tidur. Aku udah ngantuk banget" kata Frieren yang sudah mulai menggosok matanya.

Himmel tersenyum melihat kebiasaan Frieren yang suka menggosok matanya saat dia mulai mengantuk yang belum berubah walaupun umurnya sudah 30-an.

"Frieren-san"

Frieren yang membalas Himmel dengan deheman membuat Himmel mengerti kalau Frieren sudah diambang batas kesadarannya.

"Berangkat ke kantor jam berapa?"

Lalu Frieren mengangkat kedua tangannya sambil menunjuk 9 jarinya yang menandakan ia akan berangkat jam 9 pagi.

"Bagaimana jika Frieren-san aku antar? Sekalian aku juga segera berangkat ke kampus" dan hanya dibalas anggukan oleh Frieren.

Himmel berjongkok didepan Frieren yang membuat Frieren yang masih setengah sadar mengangkat salah satu alisnya.

"Akan aku gendong sampai rumah, ayo!"

Tanpa berpikir panjang Frieren menyandarkan tubuhnya ke punggung Himmel, lalu Himmel mulai menggendong Frieren menuju rumahnya (tentu saja rumah Frieren).

Baru beberapa langkah Frieren mulai bergumam di dekat telinga Himmel.

"Himmel, kau belum menjawab pertanyaan ku"

"Kapan-kapan akan aku jawab. Sekarang Frieren-san tidur saja dulu, jika sudah sampai akan aku bangunkan"

Tidak lama Frieren mulai tertidur dipundak Himmel yang membuat Himmel senang karena ia tahu kalau Frieren pasti sudah sangat lelah.

Setiap langkah hanya ada kesunyian, tidak ada yang berbicara sampai akhirnya Himmel tiba didepan gerbang rumah Frieren.

Himmel segera membangunkan Frieren tentunya dengan lemah lembut agar Frieren tidak terlalu terkejut.

"Frieren-san bangun, kita sudah sampai"

Frieren membuka matanya dan melihat sekelilingnya terlihat gerbang rumahnya berada disampingnya.

Kemudian Frieren turun dari pundak Himmel langsung menuju ke rumahnya dan mengunci gerbang. Meninggalkan Himmel tanpa berterima kasih atau apapun itu.

Tidak lama sebuah notifikasi berbunyi dari handphone Himmel yang berada didalam saku celananya.

Himmel segera membuka handphonenya yang teryata itu sebuah pesan dari Frieren.

Frieren-san🍇

// Can I Tell You My Feelings? //Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang