HAPPY READINGG!!
"Ehh–!. Sorry, gue gak sengaja." Ucap gadis itu dengan wajah bersalah. Vahen menaikkan sebelah alis. Yang menabraknya ternyata adalah salah satu dari murid baru pagi tadi. Chika.
"Lo Chika, 'kan?" Vahen memiringkan kepalanya. Mengabaikan fakta bahwa mereka baru saja tabrakan.
"Ah, iya." Chika mengangguk. Tapi, matanya segera beralih ke lengan baju Vahen yang basah.
"Eh, es gue jadi kena ke baju lo, ya?. Maaf banget, ya. Apa perlu gue ganti?. Mau berapa?, satu juta cukup?" Ujar Chika merasa bersalah melihat lengan baju Vahen yang basah sedikit terkena lemon tea yang baru di belinya. Tak tanggung-tanggung, Chika malah ingin membayar lebih untuk satu baju yang dikenakan Vahen.
Mendengar itu Vahen malah tertawa pelan, gemas melihat tingkah Chika yang ternyata cukup panikan.
"No, there's no need to. Santai aja, bentar lagi juga bakalan kering ini." Tutur Vahen menenangkan yang disambut dengan senyuman tanggung dari Chika. Jujur saja, Chika masih merasa tidak enak. Yah, yang enak 'kan makanan.
"Gitu, ya?. Kalo gitu gue permisi dulu. Soalnya habis ini ada yang perlu di urus." Chika mengucap permisi sebelum melangkah pergi.
Kepala Vahen bergerak mengikuti ke arah mana Chika melangkah. Sudut bibir Vahen tertarik ke atas. Entahlah, dia jadi banyak tersenyum akhir-akhir ini. Mungkin, moodnya lagi naik.
•°•°•°•
Vahen mencapai kelas dan kembali duduk di kursinya, menunggu Arin datang membawa pesanannya. Tadi, ia meminta Arin membelikan beberapa jajanan untuknya melalui telpon. Arin mengeluh kesal, tapi akhirnya tetap setuju untuk membelikannya dengan sogokan satu lembar duit merah. Yah, Arin bukannya gak punya. Tapi, siapa sih yang nolak duit?.
Tak lama, Arin datang membawakan semua jajanan mereka. Ia langsung mengambil tempat di depan meja Vahen dan duduk menghadap Vahen. Semua bungkusan makanan ia letakkan di atas meja Vahen
"Paen!" Panggil Arin. Vahen yang menatap buku di atas meja merespon dengan menaikkan dagunya sekali.
"Tadi gue liat jodoh lo!" Ucap Arin membuat kening Vahen berkerut. Vahen langsung menegakkan kepala menghadapnya.
"Hah??"
"Ihh, itu lhoo!~. Yang katanya juara umum satu dari SMP Gugusan Bangsa itu!. Yang tadi gue bahas, masa gak inget?" Tambah Arin. Vahen mendelik, tampak jengkel.
"Who said dia jodoh gue??" Tukas Vahen kesal.
"Kan, your Mum pernah ngomong kalau lo dijodohin sama dia. Bibit unggul lho, En!. Masa lo gak mau?" Goda Arin. Vahen memutar bola matanya acuh.
"Diem deh!. Kenal aja kagak, gimana mau jadi jodoh?" Ucapnya sebelum melahap spaghetti carbonara favoritnya yang sudah ada di atas mejanya.
Arin hanya bisa terkikik geli melihat reaksi cuek temannya itu. Padahal dia tau bahwa Vahen pernah suka sama cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Love With THE ALPHAS Prince
RomanceKisah ini berisi tentang VAHENZY VAN DEZALEN, seorang gadis yang hanya mencintai buku yang tiba-tiba mendapati fakta bahwa ia dijodohkan dengan salah satu dari tiga pangeran sekolah yang juga adalah rivalnya, KAFKA GAVIN ADLAWAN, pangeran terkalem g...