| 03 | Hal Yang Ditakutkan

192 22 5
                                    

"LAGIAN, salah dia sendiri."

Yaya mengangguk-ngangguk paham. "Cuma, bukannya itu nggak sengaja, ya?"

"Iya, tapi kalau dia nggak mancing emosi duluan, pasti nggak bakal kejadian," dengus Ying. "Sebenarnya gue nggak mau bahas masalah ini lagi, karena gue yakin di mata lo pasti ini masalah sepele, tapi karena tadi dalangnya muncul dan nabrak gue, gue emosi lagi."

"Jangan emosi, Ying," nasihat Yaya. "Memangnya kamu nggak kasihan sama Fang? Tiap kali ketemu kamu kasih tatapan maut gitu?"

"Ya, kasihan ... cuma orangnya nyebelin, karena itu gue berusaha buat nggak lihat dia dulu untuk sementara waktu," Ying menghela napas mendengar pertanyaan Yaya barusan. "Haiya, pusing."

"Oke, oke. Nggak usah dipikirin. Mending sekarang kita balik ke kelas aja," final Yaya pada akhirnya sambil menyusun beberapa lembar kertas dan memasukkannya kedalam map. Sepertinya akan dibawa pulang ke asrama. Ying hanya mengangguk dan mengikuti Yaya berjalan keluar dari ruangan OSIS.

Tepat, ketika memasuki kelas, bel sudah berbunyi. Yaya dan Ying baru saja berada di depan pintu, tapi beberapa anak kelas sudah mulai mengerubungi mereka. Yaya dan Ying sempat terkejut dan menatap teman-teman sekelasnya heran.

"Kenapa, ya?"

"Emang bener, katanya Roza bakal jadi calon ketua OSIS, Ya?" tanya salah satu santriwati dengan name tag Anjani D. Hazati. Buku tulis yang digulung kemudian menjadi "mikrofon" dadakan untuk menanyai Yaya.

"Roza?" ulang Yaya, memastikan.

"Iya? Itu beneran?"

Yaya dan Ying hanya bisa diam dan saling menatap dengan tanda tanya.

"Cepet banget, ya, kesebarnya," bisik Ying.

"Iya," timpal Yaya, kemudian menatap kembali teman-temannya. "Ternyata kalian sudah tahu, tapi ini belum pasti. Aku masih mau rundingin sama Pengurus OSIS yang lain nanti malam. Atau ... mungkin diantara kalian ada yang ingin mengajukan nama lain?"

"Kita nggak tahu, tapi kita dukung lo kalau lo bakal masukin Roza ke daftar calon pengurus OSIS yang baru," ujar Anjani lagi dengan penuh semangat. "Sayang banget kalau dia nggak masuk, jiwa pemimpinnya bagus buat jadi ketua."

"Eh?"

"Iya, kami belum tahu nama lain. Tapi yang jelas, kami mau nama Roza masuk," timpal santriwati satu lagi yang bernama Fira. "Kami tunggu fiksasi pemilihannya, ya!"

"Urrrmm ... oke?"

"Yeay! Sayang Yaya banyak-banyak!" sorak seluruh santriwati yang berada didalam kelas, sementara para santri lelaki yang melihat hanya membiarkannya saja, menganggap angin lalu. Ini urusan OSIS perempuan, laki-laki beda sendiri.

"Keren amat," bisik Ying lagi. "Satu kelas kita mendukung Roza. Nanti malem yang ngumpul cuma badan pengurus saja, atau sama anak-anak yang lain?"

"Pengennya, sih, semuanya."

"Oke, nanti malem jam berapa?"

"Habis Isya saja, ngumpulnya di ruang OSIS semua."

"Siiip, nanti gue bilangin anak divisi gue."

***

"For all students, from ten grade, eleven grade, and twelve grade, please come to the Masjid right now."

Suara mikrofon sudah menyuruh para santri yang baru saja pulang sekolah untuk segera ke masjid dan melaksanakan ibadah. Ali, Khai, dan Rudy segera menyambar peci selepas mereka meletakkan tas di kamar dan segera menuju masjid. 

Dari Jendela Santri (Boboiboy X Ejen Ali)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang