Tin dan Pete masuk ke dalam ruang meeting yang tampak sepi. Sekilas terlihat empat orang di dalam sana. Way, kemudian karyawan bawahan Pete dan satu orang yang bukan dari perusahaan nya.
"Naret, " suara Tin terbata dengan pelan. Dia mematung berberapa saat di depan pintu yang sudah tertutup.
Keajaiban untuk Tin. Naret tiba-tiba hadir di hadapannya. Ini bukan tindakan pengantaian apapun. Dia belum berhasil menyelidiki identitas asli milik Naret, tapi kali ini dia sudah ada di hadapan Tin. Dalam satu ruangan yang sama dan di Hotel miliknya sendiri.
Naret yang selama ini Tin cari, netra Tin berkaca-kaca menatap wajah Naret. Untuk beberapa waktu dia masih belum bisa bergerak karena masih belum bisa memproses semua yang terjadi.
Pria yang ia panggil tadi pun menoleh ke arahnya dan mata mereka mengunci satu sama lain
Dalam hati Tin begitu girang karena ini bukan sekedar halusinasinya saja. Dengan jarak sedekat ini ia bisa yakin bahwa orang di hadapan nya kini benar-benar Naret. Pria yang selama ini ia cari.
Di sana, Naret ikut mematung tanpa mengatakan satu patah katapun. Alpha muda yang berhasil menguasai dirinya selama di Auckland. Bocah payah yang penuh kelembutan hingga sempat membuat diri Naret merasa nyaman.
"Ehem... Silahkan duduk Khun Tin. Anda bisa duduk di samping Khun Pete. " pinta Way dengan senyum smirknya sama seperti yang dilakukan Pete.
Tin tersadar dan mencari dimana Pete berada. Ternyata sahabatnya itu sudah duduk duluan di samping Way. Kemudian, Tin pun menyusul.
Naret duduk di seberang Tin. Beruntung meja ini tak terlalu panjang. Tin bisa memperhatikan detail wajah Naret.
Mereka berdua masih merasa canggung dengan pertemuan mendadak ini. Pete segera mencairkan suasana dengan memulai inti pertemuan hari ini. Mereka saling melemparkan argumen dan tawaran masing-masing.
Meeting berjalan lancar. Tidak mungkin Tin menolak tawaran kerja sama bersama perusahaan Naret. Mereka harus bekerja sama apapun yang terjadi.
Bawahan Pete mulai keluar satu persatu menyisakan Pete, Way, Tin dan juga Naret.
"Waaahhhh... Aku tidak salah pilih, kau semakin baik saja Naret. " ucap Way pada Naret.
Tin terkejut mendengarkan itu.
"Aku berusaha keras untuk ini. Kau dan Pete memberikan kesempatan yang besar untuk ku. " balas Naret.
Tin semakin merasa aneh dengan kedekatan mereka. Kini dia menoleh kepada Pete untuk meminta kejelasan.
"Kerja sama ini tidak akan terjadi jika tuan muda kita tidak menyetujui nya. Naret, kau harus berterima kasih padanya. " tambah Pete.
"Sudahlah jangan terlalu formal. Kita harus makan siang untuk merayakan hal ini. " ujar Way menarik tangan Naret untuk keluar ruangan.
Tin masih termenung dengan kondisi yang dilihatnya.
Pete akan keluar menyusul Way dan Naret sebelum itu Tin sudah menarik jas nya hingga ia hampir terjungkat kebelakang.
"Kau berhutang penjelasan padaku, phi. " cecar Tin.
"Ayolah nanti saja, sekarang aku sangat lapar. "
"Mau kemana kita? " tanya Tin.
"Apalagi? Tentu makan siang. "
"Kemana? "
"Tidak kemana-mana, kau punya restoran terbaik di Hotelmu dan aku sedang tidak ingin mengeluarkan uang sedikit pun untuk merayakan pertemuan mu dengannya."
Tin melebarkan matanya dan menelan ludah. Benar, dugaannya. Pete dan Way sudah mengetahui identitas alpha yang dia cari. Sungguh, setelah ini Tin akan memburu pertanyaan pada mereka.
Makan siang selesai. Naret meminum sisa minumannya dan mengelap mulutnya.
"Terima kasih atas jamuannya. Aku akan datang kembali ke sini dalam tiga hari kedepan untuk tandatangan kontrak . " ucap Naret.
"Tentu, aku bahkan sangat bahagia karena satu temanku telah kembali. Semoga ada waktu lebih untuk kita hangout seperti dulu. Apa kau tidak merindukanku huh? " tanya Way yang hanya di perhatikan oleh dua lelaki di depannya.
"Jangan bercanda. Aku juga selalu mengikuti perkembangan mu Way. Aku juga merindukanmu. "
Way dan Naret saling melempar senyum bahagia. Mereka adalah teman lama yang kini telah kembali bersama. Beberapa tahun lalu mereka bertemu saat sama-sama sedang mencari pekerjaan . Bertemu di beberapa jobfair membuat kedekatan mereka semakin hari semakin baik.
Namun, setelah Way bergabung dengan Thana Group hubungan keduanya mulai renggang karena kesibukan masing-masing. Intensitas bertemu juga menjadi berkurang. Kemudian, Naret juga sempat pergi ke Auckland untuk meneruskan jenjang pendidikan S3 nya.
"Aku tunggu undangan hangout darimu tuan sibuk." canda Way pada Naret.
"Ya, dan jangan pernah untuk menolaknya. " balas Naret kemudian.
Mereka berdua tertawa setelah itu, namun suara dering ponsel menginterupsi mereka berdua.
"Baiklah, sudah saatnya aku pergi. Sekali lagi terimakasih." pamit Naret pada mereka yang ada di sana.
"Tentu, selamat melanjutkan aktivitas. " balas Way.
Naret berdiri kemudian meraih tas kerja di samping kursinya.
Tin berjingkat, ia seperti baru saja baru siuman dari pingsan saat melihat Naret beranjak. Jujur saja sejak tadi dia hanya memperhatikan pemandangan di depannya dengan kagum. Bagaimana Naret berbicara, menggerakan tubuhnya serta , senyumannya mampu menghipnotis Tin sampai dia diam tak berkedip.
Setelah sadar Naret akan pergi, dia pun ikut berdiri. "Tunggu! "
Naret berhenti dan matanya menatap Tin dengan dingin. Sangat berbeda saat Naret berbicara dengan Way tadi.
"Maaf, ada hal lain? Ku kira untuk hari ini sudah selesai." Naret menjawab seruan Tin.
Mereke berdua berdiri saling menatap mengabaikan bahwa Way dan Pete sebenarnya masih berada di sana.
"Sebentar.... Ma-maksud-ku, bolehkah a-ku bicara sebentar? " Tin bersusah payah berucap.
Naret belum mengalihkan tatapannya dari netra yang lebih muda.
"Aku harus pergi sekarang. " ujar Naret.
"Kumohon. " pinta nya dengan lembut namun dengan postur yang tegas.
"Kekasihku sudah menunggu ku di lobby, permisi. "
Kalimat terakhir Naret, tidak mampu membuat Tin berkutik lagi. Dia membiarkan alpha cantik itu berlalu dengan cepat. Karena jika Naret sudah membicarakan tentang kekasihnya, Tin merasa ia tak mempunyai hak apapun untuk memaksanya.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence [ SUDAH TERBIT ]
Fanfiction[ BOYS LOVE ] Pertemuan paling menyebalkan dua orang asing di Auckland membuat Artin dan Raven justru semakin dekat. Pertemuan tersebut menyebabkan kondisi Limerence Artin kembali mencuat. Ketika asmaraloka telah terjalin,keduanya menemukan sebuah f...