5. Menjadi Role Player

32 5 1
                                    

Akunnya dipermak sedemikan rupa, profil yang menggunakan desain nama Kemal serta unggahannya yang berputar pada buku bersampul biru tersebut. Pikirannya yang semula terus mengambang kini mulai terasa menyenangkan, entah sudah berapa batang gulungan tembakau yang habis dihisap dan hilang menjelma asap yang mengebul tak tentu arah. Setelah dirasa akun penyamaran sudah lebih menjamin dan jauh dari celah untuk diketahui, Barata kembali menuai keberaniannya melanjutkan bacaannya.

Sebuah bab di mana pusat keromantisan berpusat di situ.

"Hai, yang kemarin juara baca puisi. Bertemu lagi di tengah hujan." Gerimis selalu menemani ketika mereka sedang larut dalam kebersamaan, hanya berdua. Rintik hujan itu seolah menjadi teman yang menyaksikan, mendekap tubuh mereka dan menariknya pada dingin yang mencakar, tetapi dua hatinya justru riuh oleh rasa yang hendak meledak.

Tanpa menghentikan langkah Mireya menjawab, tentu saja tidak dengan ekspresi apa-apa. "Kamu belajar kosakata kata, ya, Kak?"

Barata menyamakan langkah kecil Mireya. "Untuk ngimbangin lo," balasnya.

"Aku tak butuh diimbangi, aku menerima seseorang apa adanya. Tapi tidak dengan seseorang yang dekat dengan dua cewek sekaligus." Kalimat sarkas dari Mireya ini harusnya langsung mengambil alih seluruh perhatian Barata. Sayangnya, lelaki itu sungguh tidak peka. Dia hanya menganggapnya angin lalu dan terus berdiam dalam keheningan.

Rinai terus mengguyur meski tak sederas degup jantung Mireya merasakan kecemburuan. Dia mendapati Barata tidak menyangkal sama sekali atau hanya sekadar menjawabnya barang satu kata. Lelaki itu membisu, senyap, seakan ada yang membebani bibirnya untuk berucap.

Bodoh, apa yang kamu harapkan, Mireya? Berharap bahwa Barata akan menjelaskan kalau kedekatannya dengan teman sekelasnya itu hanya kesalahpahaman? Haha, naif sekali! Mireya membatin seraya mempercepat langkahnya.

"Hei, tunggu, Rey." Barata mengejar. Namun, ketika langkah mereka kembali melangkah bersamaan, nyatanya Barata tetap tidak memberikan penjelasan apa-apa.

Ga peka banget, dasar buaya!

"Tumben ga neduh?"

Pertanyaan bodoh! Aku mau denger klarifikasi, Kak, bukan itu. Mireya mendengkus samar dan kembali berlari kecil meninggalkan Barata yang menggaruk tengkuknya kebingungan.

"Rey kenapa, sih? Gue ada salah ucap, ya?" Tatapannya melambung ke depan, di sana Mireya sudah duduk di bawah halte tempat mereka pertama kali bertegur sapa. Barata lalu melangkah lebar-lebar menghampiri gadis itu.

"Rey, lo kenapa?" Pandangannya beredar dan melihat hujan nyaris tak menetes, hanya cuaca yang semakin gelap. Dia melanjutkan kalimatnya. "Hujannya tidak ada lagi, kok, neduh di sini?"

Mireya menatap Barata intens. Sepertinya kali ini Mireya sudah tak bisa lagi menjaga mimik wajahnya untuk bersikap tenang. "Mau kamu apa, sih, Kak? Tadi aku ga neduh ditanya kenapa ga neduh, sekarang neduh ditanya kenapa neduh! Dasar plin-plan emang, kemarin deketin aku, tadi deketik Oya!" cibirnya. Mireya mungkin sudah tak sadar, dia baru saja mencerminkan ekspresi marah berlebihan. Terlebih ketika nama Oya disebutkan, salah satu teman sekelas Barata yang saat itu juga memang mengejar Barata.

Lelaki itu tertawa terpingkal-pingkal, bukan hanya di dalam narasi buku itu, di tengah kesenyian malam di masa sekarang pun tawa Barata seketika meledak. Dia berkata, "Rey, pas itu lo emang lucu banget, gila! Ternyata lo cemburu pas itu? Padahal dari awal gue tertariknya ke lo, ke Oya, mah, apaan!"

Asyiknya mengenang kebersamaan terganggu oleh satu notifikasi yang berdenting di ponselnya. Barata buru-buru membuka notifikasi itu dan menyimpan bukunya di pangkuan. Notifikasi berasal dari akun palsu, ada getaran deg-degan dalam hati Barata.

"Membalas komentar Anda ...."

"Hah, demi apa? Ini yang pegang akunnya beneran Rey, kan? Dia balas pesan gue?" Beberapa saat termenung menatap balasan itu, Barata baru tersadar bahwa komentar tersebut diperuntukkan akun pengamatannya yang berarti Mireya memang percaya pada akun bodong yang telah disiasati olehnya itu. "Huh, sadar, Bar! Rey balas komentar lo sebagai akun yang nge-fans sama ceritanya, gila. Rey ga mungkin tau kalau lo yang ada di balik akun ini, Bar!"

Dengan embusan napas lega bercampur asak, Barata membukanya. Itu berisi balasan untuk komen Barata sebelumnya yang mencaci tokoh Kemal dengan sebutan 'Bajingan'.

"Jangan mencacinya seperti itu, dia memang tidak baik, tapi setidaknya dia juga pernah membahagiakan sosok Rahayu. Jangan membencinya, ya, Rahayu saja bisa ikhlas." Demikian isi balasannya.

Ada komentar lain lagi yang menyahuti dan sialnya .... "Si Dissy ini muncul mulu! Awas aja gak gue potoin lagi entar." Balasan komentar itu dari akun Dissy.

"Entah siapa Kemal di kehidupan asli, tapi dia emang beneran bajingan, Thor! Kok endingnya Rahayu ikhlas, sih? Kan, bisa dibikin Kemalnya meninggal." Bunyi balasan dari Dissy.

"Keterlaluan lo, Dis! Tapi emang bener, sih, gue bajingan."

Jengah berada di sana, Barata memutuskan keluar dari bagian notifikasi dan memilih kembali berdiam diri di laman akun Mireya. Matanya mengerling melihat adanya postingan terbaru tiga puluh menit yang lalu. "Rey jam segini belum tidur?"

Barata melihat postingan itu sampai akhir dan rupanya berisi sebuah pengumuman penting kepada sejumlah pembaca karyanya. Dia membutuhkan seorang role player, untuk sejenak Barata tidak mengerti itu. Namun, bukan hal yang sulit untuk mencari tahu arti dari istilah tersebut.

"Hm ... semacam pengisi karakter? Jadi, Rey butuh seseorang yang bisa memerankan karakter Kemal?" tuturnya pelan. Kembali pads postingan setelah selesai dengan pencariannya, Barata jadi berpikir keras. Ada dorongan yang membuatnya turut serta mengikuti seleksi. Ada beberapa persyaratan yang tertera, bahwa seseorang yang terpilih harus memerankan tokoh Kemal dengan baik, bersedia fotonya—meski wajah tidak tampak—untuk dijadikan branding. Begitupun dengan syarat yang paling penting adalah dengan mengirimkan pesan suara sebagai senjata nomor satu.

"Kira-kira kalau gue beneran ikut daftar, Rey bakal ngenalin suara gue ga, ya? Tapi dengan gabung, gue pasti jadi sering berinteraksi dengan Rey nantinya. Daftar ga, ya?" tanyanya pada diri sendiri. Barata dilanda kebingungan.

Detik menit berlalu amat cepat. "Ah, sabodo! Gue harus ikut dan pastiin gue terpilih buat pegang katakter Kemal. Orang gue Kemal di dunia asli yang fakta!" Barata mengoceh sendiri.

Dengan semangat yang menggebu, membayangkan setiap hari dia bertukar pesan dengan Mireya lewat perannya sebagai role player Kemal. "Ah, gue ga sabar! Eh, buat nomor WA baru juga ga, sih, biar nantinya Rey ga curiga?"

Tanpa menunggu lama lagi, Barata segera berlari dan mengambil kendaraannya untuk beli kartu baru, dia membutuhkannya. Dalam perjalanan, tak henti-hentinya dia tersenyum, larut dalam khayalan indahnya bisa kembali berinteraksi dengan Mireya, meskipun dalam penyamaran.

"Rey, gue beneran kangen sama lo!"

Expired [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang