"Jadi mau ngerjain tugasnya di tempat siapa?" Jane, Pansa, Love, Prim dan dua teman kelas mereka duduk melingkar. Tugas dari Miss Lisa adalah penyebab mereka masih belum meninggalkan kelas.
"Di cafe aja gimana, depan sekolah." Saran Ecky, yang duduk disebelah Pansa.
"Gak ah, di sana banyak om cabul." Celetuk Prim sembari memakan camilannya. Wajar saja dia sudah kelaparan, seharusnya mereka sudah berada di kantin untuk makan siang.
"Terus di mana?" Tanya Jane memastikan. "Rumah kita semua ujung ke ujung ya. Gak ada yang ditengah."
"Bible tuh," Ucap Love sembari menunjuk putra pemilik sekolah. Pria dingin berjaket hitam yang tengah tertidur nyenyak di bangkunya. "Rumahnya kan belakang sekolah, cuma lima menit doang."
Hampir saja Prim menelan Love, temannya satu itu memang tidak ada otak. Sudah tahu bahwa Bible tidak akan mau bergabung untuk mengerjakan tugas. "Gak mungkin dia mau, udah jangan berkhayal Bible mau ikut nugas."
"Terus di mana?"
"Eh, kayaknya aku ada ide deh." Jane tersenyum miring, tangannya melambai meminta teman-temannya mendekat.
"Apa, rencana apa?" Tanya Pansa karena Jane tidak juga mengatakan apa-apa, bahkan setelah mereka melingkar lebih dekat.
"Kita culik aja pacar Bible, pasti dia mau ikut kerja kelompok."
"Dia ada pacar?" Tanya Mizzy, menatap tidak percaya.
"Ada, anak kelas sepuluh." Jawab Prim dengan ringan tanpa beban. "Cakep anaknya, gemesin. Gebetannya Pansa juga."
"Hushhh.." Pansa memukul lengan atas Prim. "Diem deh, yang itu gak usah diceritain."
"Udah, udah." Jane menengahi. "Jadi gimana, kalian setuju, kan?"
"Ya, setuju, setuju aja sih." Ecky menjawab mantap. "Tapi gimana cara nyuliknya?"
"Gampang, serahin aja sama kita-kita. Pokonya kali ini Bible harus ikut kerja. Ya, minimal rumahnya deh jadi tempat kita kerja."
"Oke, kita bagi tugas." Jane berdeham sebelum melanjutkan ucapannya. "Kita berempat urus Biu, kalian berdua urus Bible. Setuju?"
***
"Apo, tunggu dulu. Ish, Apo bentar." Biu berusaha mengejar temannya yang melangkah cepat menuju kantin. Apo dan rasa laparnya memang tidak bisa dipisahkan. Buktinya remaja berkulit tan itu sampai meninggalkan Biu, temannya yang berkaki pendek. Biu mendesis kesal, Apo tega.
"Anak manis.." Belum sampai ke pintu kantin, Biu dikagetkan dengan kemunculan empat orang yang ia kenal.
Jajaran siswi-siswi paling populer di sekolahnya.
"Mau ke mana nih adek?" Tanya Jane, yang berdiri paling depan. Gadis itu tersenyum lebar, ceria.
"M—Mau ke kantin kak."
"Laper ya?" Tanya Pansa basa-basi. Sejujurnya ia belum menyerah, mahluk segemas Biu tidak akan mudah dilepaskan. "Mau aku traktir?"
Love menyenggol pundak temannya itu, untuk menyadarkan Pansa.
"Kak maaf, tapi ini ada apa ya?" Biu mengigit bibir, nampak tidak nyaman. "Apa aku buat kesalahan?"
Jane menggeleng, gadis itu segera melangkah ke sisi tubuh Biu. Ia mengalungkan tangannya pada leher si manis. "Jangan takut dong, kita ini baik-baik kok. Santai.."
"Tarik nafas, buang. Tarik nafas, buang." Intruksi Prim yang langsung mendapatkan bogem dari Jane.
"Nama kamu Biu, kan?" Tanya Jane masih dengan posisi melingkarkan tangannya dileher si manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eerste Liefde
FanfictionJakapan Puttha tidak tahu apa yang salah hingga sikap Wichapas Sumettikul begitu dingin padanya. Cinta lama, cinta pertama, cinta remaja, bukankah seharusnya pria tiga puluh tahun itu telah melanjutkan sejak keduanya lulus dari bangku menengah atas...