Bible terjaga. Sepanjang malam ia tidak berhasil menutup matanya.
Dua buah guling yang sebelumnya diminta adik kelasnya itu telah jatuh dilantai. Selepas menonton, Biu enggan melepaskan tangannya. Berakhir ia melekat begitu dekat dengan si putra tunggal kaya raya.
Biu nampak nyaman, sesekali bergeser membuat Bible semakin kesulitan pergi ke dunia mimpi.
Harus ia akui, tidur diatas ranjang yang sama dengan anak manis seperti Biu, membangkitkan sisi liarnya sebagai remaja.
Bible tidak memungkiri bahwa dalam benaknya, ia mulai merangkai halusinasi untuk memuaskan pikirannya sendiri.
"Hghhhh..." Biu kembali mengosokan pipinya kebagian lengan atas Bible. Membuat pemuda delapan belas tahun yang masih terjaga itu, segera menahan nafas. "Wangi.." Gumamnya dalam tidur.
Hangat dan empuknya kasur milik kakak kelasnya itu membuat Biu begitu nyenyak, tanpa sadar bahwa pemiliknya mati-matian menahan diri.
Bible menoleh sedikit demi sedikit ketika beberapa saat kemudian tak lagi terdengar gumaman si manis.
Dilihatnya Biu masih begitu dekat, menempel padanya. "Kenapa orang tidur bisa semenarik ini?" Bible tentu saja bertanya pada dirinya sendiri. "Biu, kenapa dimataku kau sangat indah?"
Bible adalah seorang remaja, terlepas dari bagaimana keluarganya, ia memiliki perasaannya sendiri. Pemikiran dan keinginan aneh yang mendorongnya untuk kemudian menutup matanya.
Bible mendekat, nafasnya menyapu bulu mata Biu. "Biu, apakah aku menyukaimu?"
Sebuah kecupan mendarat dikening si manis. Hangat, dalam, lama.
Bible berbalik, hingga tubuhnya berhadapan dengan adik kelasnya itu. Tangannya ia simpan dibawah kepala Biu. "Biu, kalau aku menyukaimu, kau hanya boleh denganku." Bisiknya, pada seonggok manusia yang sedang menyelami mimpinya sendiri.
"Biu, jangan melihat orang lain. Mulai besok, jangan melihat siapapun lagi."
***
"Selamat pagi.."
Senyum manis dari pemuda tampan delapan belas tahun, menjadi pemandangan pertama yang dilihat oleh Biu saat dirinya membuka mata.
Bible yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya, mendekat keranjang. "Mau sarapan apa?"
"Kak Bible," Biu mencoba bangun, Bible dengan sigap membantunya. "Biu beneran nginep ya? Kirain mimpi."
Bible terkekeh. "Mana ada mimpi, kamu beneran ngorok di sini kok."
"Heh?!" Biu melotot tidak terima. "Enak aja. Biu gak suka ngorok."
"Kan aku yang denger. Kamu mana sadar."
"Ih, enggak.."
Bible kembali tertawa, tangannya terulur untuk mengacak rambut bangun tidur si manis. "Mandi gih, biar kita gak telat ke sekolah."
"Astaga." Biu melompat dari atas ranjang. Sepertinya energinya sudah penuh meski masih sangat pagi. "Seragam Biu! Buku pelajaran! Ih kak Bible bukan bangunin dari tadi." Biu menunjuk jam dinding. "Tuh, udah jam enam lewat."
"Tenang, tenang.." Bible menarik tangan Biu agar mendekat kearahnya. "Pakaian sama buku kamu sudah diambil supir tadi pagi." Bible menunjuk dua buah kantong kertas yang ada di atas meja dengan dagunya. "Tuh.."
"Loh? Udah diambilin?"
"Iya.." Bible mengusap lengan Biu dengan lembut. "Sekarang mandi ya, aku ke bawah dulu. Minta bibi siapin sarapan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Eerste Liefde
FanfictionJakapan Puttha tidak tahu apa yang salah hingga sikap Wichapas Sumettikul begitu dingin padanya. Cinta lama, cinta pertama, cinta remaja, bukankah seharusnya pria tiga puluh tahun itu telah melanjutkan sejak keduanya lulus dari bangku menengah atas...